13 : War Is Over?

9 0 0
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.













"Ini semua bukti pembullyan yang terjadi sama Arlizzy, Pak."

Pria paruh baya yang duduk dengan berwibawa di depan Zaki itu menatap siswanya dengan tenang. Ia meraih amplop cokelat berisi sebuah flashdisk berisi rekaman cctv gudang serta beberapa lembar foto capture dari akun yang mengirim menfess semalam dan akun-akun yang menyumpahi Lizzy di reply menfess tersebut.

Betapa terkejutnya Kepala Sekolah melihat rekaman cctv gudang di mana Lizzy sering mendapatkan tindakan tak menyenangkan dari teman satu kelasnya sendiri.

"Pak, tolong saya mohon untuk menindak lanjuti kasus ini. Tolong Bapak beri sanksi untuk para siswa yang udah membully Lizzy terutama siswi bernama Sherly Amanda, karena dia lah biang dari masalah ini." tegas Zaki.

Pak Santos berdeham, ia menatap Zaki dengan sorot mata serius kemudian mengangguk pelan. "Saya pasti akan menindak lanjuti ini, Zakiel."

Zaki menghela nafas lega, ia tersenyum, "terimakasih, Pak."

"Saya yang harusnya mengucapkan terimakasih sama kamu karena kamu sudah melaporkan kasus ini dan juga kamu membawa bukti-bukti yang benar-benar jelas. Semua bukti ini akan memudahkan saya untuk mengambil keputusan." tutur pria itu. "Soal kasus Arlizzy sebetulnya sudah pernah ada yang melapor pada saya beberapa waktu lalu. Tapi karena nihilnya bukti juga pengakuan Arlizzy yang tidak membenarkan laporan tersebut membuat saya tidak pernah menindaklanjutinya."

Zaki melebarkan matanya, tak percaya dengan perkataan Pak Santos. Satu-satunya hal yang membuat Lizzy bungkam pastinya ia mendapat ancaman. Cowok itu menghela nafas. Setelah beberapa obrolan dengan Pak Santos, Zaki akhirnya pamit karena bel berakhirnya istirahat kedua berbunyi.







Di perjalanan menuju kelasnya, Zaki hanya diam. Melamun sepanjang perjalanan hingga tak sadar, ia menabrak seseorang yang tengah berjongkok di depan ruang laboratorium.

"Si anjrit, liat-liat dong kalau jalan!" bentak sosok itu yang kini sudah berdiri, menatap Zaki dengan mata bulatnya. Tatapannya galak, namun Zaki yang melihat itu justru melipat bibir menahan tawa.

Cewek itu mengerutkan alisnya melihat Zaki menahan tawa. "Bisa-bisanya malah mau ketawa. Lo tuh-"

"Ganteng. Iya, gue ganteng." sela Zaki cepat.

Cewek bertubuh jangkung itu makin merengut kesal. Ingin rasanya ia menjambak rambut hitam Zaki sampai cowok itu mengaduh memohon ampun. Namun, belum sempat ia merealisasikan keinginannya, Zaki mengangkat tangannya, meraih sesuatu dari surai rambut panjang cewek itu.

"Lo abis berkebun di mana coba? Bisa-bisanya ada daun kering gini." kata Zaki menunjukkan sehelai daun kering yang ia ambil dari rambut cewek itu.


Ayunda. Iya, cewek itu bernama Ayunda.

Ayunda mendengus pelan. Ia meraih buku paket tebal di kursi, kemudian tanpa kata langsung melenggang pergi begitu saja dari hadapan Zaki. Melihat itu, Zaki justru tergelak. Ia mengambil langkah besarnya dan menyusul Ayun yang sudah lebih dulu pergi.

Dear, Zakiel..Where stories live. Discover now