10 | Aura dan Eliza

4.1K 552 46
                                    

“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.”
[QS. Ar-Ra'd : 28]

•❅───✧❅✦❅✧───❅•

“Nah, kalau di lapangan ini biasanya dipake para santri buat memanah atau berkuda,” jelas Rayyan, dia menoleh pada Eliza yang tengah memperhatikan sekitar.

“Tapi, kok sepi?”

“Iya, mereka masih di madrasah, nanti kalau sudah waktunya selesai kemungkinan akan ramai. Biasanya sih sekitar abis Zuhur,”

Eliza mengangguk-angguk.

Drrtt drtt

Dering ponsel Rayyan membuat perhatiannya teralih, Rayyan mengambil ponselnya dan membaca pesan yang baru saja masuk.

Rayyan menghela napas, dia menatap Eliza tidak enak. “Maaf, ya, mungkin sampai sini aja aku temani kamu. Aku ada panggilan dari kampus, enggak apa-apa, kan, kamu aku tinggal?”

“Oh, ya, nggak apa-apa.”

“Perginya lama nggak? Terus pulangnya kapan? Jangan lama-lama,” lanjut Eliza bertanya.

Sudut bibir Rayyan berkedut menahan senyum. Dia menatap Eliza dengan alis yang naik-turun seakan menggoda. “Kenapa? Takut kangen, ya?”

Eliza berdecak sebal. “Dih, apaan sih! Kan, cuma tanya. Nanti kalau Ummi tanya terus aku enggak bisa jawab gimana? Nggak usah ge-er deh,”

“Masa?”

Eliza memalingkan wajah, dia tidak berniat menanyakan hal yang mana akan membuat Rayyan kepedean. Sungguh, itu pertanyaan spontan dari bibirnya.

“Aku perginya cuma sebentar aja kok. Nanti kalau udah selesai pasti langsung pulang, jangan kangen, oke?”

“Siapa juga yang bakal kangen, sih?!” desis Eliza.

“Kamu.” Rayyan mengulurkan tangannya yang langsung dibalas Eliza dengan kecupan singkat di punggung tangannya. “Nanti mau titip sesuatu?”

“Nggak.”

Rayyan mengangguk, “Kamu mau di sini apa balik ke ndalem biar sekalian bareng?”

“Masih mau di sini,”

“Yaudah, aku duluan, ya. Jaga diri kamu. Jangan lama-lama di sini, panas.”

Eliza bergumam menanggapi.

“Assalamualaikum.”

“Wa'alaikumussalam.”

Eliza memandang punggung lebar Rayyan yang kian menjauh, dia mengendikkan bahu acuh kemudian berjalan menyusuri lapangan.

Suasana hari ini sangat cerah, matahari bersinar cukup terang. Awan terlihat menunjukkan keindahannya. Dan angin sepoi-sepoi yang begitu menyejukkan.

Beberapa menit di sana, Eliza merasa bosan. Dia memutuskan untuk kembali ke ndalem. Sepanjang perjalanan hanya keheningan yang menyapa, lingkungan pesantren sangat sepi sebab para santriwan dan santriwati tengah menuntut ilmu.

“Pengin makan jajanan sekolah, ada nggak, ya, di sini?” gumam Eliza.

Eliza memicingkan mata, dia memanggil seorang santriwati yang tengah berjalan tidak jauh dari tempatnya.

“Hey, sini!”

Eliza melambaikan tangan, membuat santriwati itu mendekat ke arahnya.

“Ada apa, Ning?” tanya santriwati itu yang tidak lain Aura.

PHILOPHOBIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang