01. Makasih Es Krim nya, Kak Doby!

161 19 0
                                    

Seperti biasa, orang pertama yang bangun di kosan adalah Paji. Pemuda itu pasti selalu memasakkan sarapan untuk para saudaranya. Bisa di bilang, Paji ini pengganti orang tua kala tiga bersaudara ini merantau di pulau orang. Dia bisa menjadi seorang Kakak, Ayah, Ibu dan teman bagi dua adiknya.

Pagi ini dia tidak mau ribet. Jadinya dia hanya menumis kangkung, menggoreng tempe dan ayam. Di kosan ini ada balita, jadi setidaknya dia harus membuat masakan yang dapat di makan bagi anak usia lima tahun. Dan perihal saudaranya mau makan di rumah atau di luar, itu sih terserah mereka. Kalau makan di luar juga pakai duit mereka sendiri, bukan Paji yang menanggung. Jadi Paji bodo amat.

Selepas memasak, dia pun segera naik ke lantai dua untuk membangunkan kedua saudara nya yang masih tertidur pulas.

Tidak, Paji datang tidak dengan tangan kosong. Di tangannya ada sebuah tutup panci dan spatula. Itu digunakan untuk membangunkan adik-adiknya. Terkadang Paji jengah harus membangunkan adik-adiknya, pasalnya mereka itu kalau sudah tidur susah dibangunkan. Tidur seperti orang mati. Karena kesal, dia pun berinisiatif untuk menggunakan tutup panci dan spatula sebagai kentongan untuk membangunkan kedua saudaranya.

Dia memutar kenop pintu saat berada di depan kamar Ajun. Setelah pintu berhasil di buka, dia pun segera memukulkan spatula pada tutup panci. Dan itu pun menghasilkan suara yang sangat berisik.

"Bangun woi bangun!" suara sekeras toa masjid itu memenuhi tiap sudut kamar Ajun.

Tidur lelap Ajun terganggu. Pemuda sebaya dengan Paji itu pun menggeliat. Walau begitu, dia tak segera bangun, hanya menggeliat sedikit dan kembali tidur.

Paji berdecak melihat Ajun yang masih goleran di atas kasur, "bangun atau gue geprek lo, Jun."

"Lima menit lagi deh, Ji."

"Oke, lima menit. Gue selesai bangunin Doby, lo udah harus melek," ujarnya memberi kesempatan pada Ajun lalu melenggang dari kamar saudaranya menuju kamar si bungsu.

Kalau boleh memilih, sejujurnya Paji hanya ingin mengurus Doby saja. Anak itu mudah di atur, di bangunkan tidur langsung bangun. Hanya satu, dia kadangan suka pura-pura budek kalau di suruh melakukan sesuatu.

Tapi Paji memakluminya, sebab saat masih seumuran Doby, dia pun sering sekali bertingkah seperti itu. Bahkan dulu Bunda sampai geleng-geleng dengan kelakuannya.

Paji tak memukulkan spatula pada tutup panci. Dia hanya mendorong bokong si bungsu menggunakan gagang spatula. Si bungsu menggeliat, lalu berpindah posisi. Menempel pada dinding kamar bagaikan cicak.

Paji pun mendengus, masih pagi tapi stok kesabarannya sudah di tarik habis.

"Lo nggak sekolah gitu?" tanya nya kemudian sambil berusaha bersabar.

"Nggak deh, Bang," jawab Doby masih dengan posisi menempel pada dinding dan suara serak khas orang bangun tidur.

"Nani? Mau jadi apa lo heh?"

"Mau jadi animek."

"Nggak usah ngelawak, masih pagi, lawakan lo juga nggak lucu. Sekolah atau duit jajan lo, gue tahan?" ancaman itu pun lolos dari mulut julid Paji.

Doby kemudian bangkit, dia duduk dan mengusap wajahnya. Rambutnya pun masih berantakan karena baru bangun tidur. "Jangan dong, Bang. Lo tau sendiri kan, kaki gue masih sakit karena kemaren lusa jatuh dari motor."

"Gue juga pernah jatuh dan ketiban motor, tapi nggak selebay dan sealay lo. Jatuh dari motor aja di bikin sw," sahut Paji dengan mulut julidnya.

Bagi Paji, hari-harinya tak bermakna jika tidak julid.

Doby kemudian tertawa pelan, "lo tau nggak Bang, minimalnya, kalo abis kecelakaan kecil gini harus istirahat tiga hari tanpa ngelakuin aktivitas apapun. Jadi gue izin nggak sekolah ya, Bang, dua hari doang. Kemaren sama hari ini, besok gue balik sekolah lagi."

Amanah dari Tante [completed]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang