13. Renungan Unfaedah

34 8 0
                                    

Setelah Ajun nolep, terbitlah Paji gamon. Aneh sih, belom jadian kok udah gamon. Tapi kalo nggak aneh bukan Paji namanya.

Siang mendekati ashar, Ajun duduk di teras kosan sembari memandang tanaman yang ia rawat sepenuh hati seperti merawat malika, kedelai hitam pilihan. Semua orang tahu kalau dia hanya duduk di teras kosan ditemani secangkir kopi, tapi tidak ada yang tahu apa yang dipikirkan laki-laki itu.

Tiba-tiba Paji ikutan duduk di sebelah Ajun, dengan gitar di tangannya. Itu gitar yang dia pakai buat ikut event kemaren coy. Kelihatan banget kan seberapa gamonnya Paji.

Paji menggenjreng gitarnya, lalu Ajun menoleh.

"Ngapain kesini lo, mending di kamar aja sana nonton animek lo," sinis Ajun.

"Aelah Jun, orang gue mau merenung bareng lo," jawab Paji dan kembali menggenjreng gitarnya.

Akhirnya Ajun tak peduli dengan suara genjrengan gitar Paji. Memang berisik, tapi Ajun akui suara Paji menenangkan jiwa nolepnya. Bait demi bait lagu, Paji nyanyikan dengan penuh penghayatan.

Somebody once told me
Don't let your heart break now
I should listened then
Right now it kills me to think about you
I wish that I didn't care
I tried my very best
But I can't seem to forget
Didn't know it would be this hard 'cause I know
I miss you now and I wish that you where still here, here
Do you think that there is possibility?
That we go back pretend that we're just meeting
'cause I think maybe we should try to figure it out
So can we start over now?

Ajun menoleh dan menatap wajah kembarannya dengan lama. Tapi Paji tak menghiraukan dan tetap menyanyi.

I wish I didn't love you, it'd be easier
I wish you didn't turn around and say that you were done
I wish I knew what I know now
'Cause if I had known
I would never let you go

"Lah, gamon stadium akhir nih bocah. Belom di apa-apain sama Jijel aja udah segini gamonnya. Curiga kalo dia di baperin terus di ghosting Jijel, langsung bundir nih manusia."

Oke, Paji berhenti genjreng gitarnya dan nyanyi. Cukup sudah, dia tidak mau seperti ini terus menerus. Dia kemudian menaruh gitarnya, dan menyeruput kopi Ajun. Berhasil membuat si pemilik melirik sinis.

"Jun, cepet keluarin seluruh pikiran random lo. Jangan di pendem dan di pikir sendirian."

Iya, Ajun nurut saja waktu Paji bilang gitu. Ajun benar-benar menyimpan banyak pertanyaan random di otaknya.

"Kenapa tumbuhan bisa napas padahal dia nggak ada hidungnya?"

"Ya kan mereka bernapas pake stomata, Junaedi. Anak SD aja ngerti Jun, masa lo nggak ngerti."

"Ya tapi kan, kenapa nggak ada hidungnya? Lo perhatiin deh, manusia ada hidungnya. Kucing, anjing, kuda, ba-"

"Pikir deh cok. Apa lo nggak ngeri kalo liat tumbuhan ada hidungnya? Ngawur lo anjing," sahut Paji dan menoyor kepala kembarannya.

Ya gini nih Paji. Dia sendiri yang suruh Ajun buat keluarin semua pertanyaan randomnya, dia sendiri juga yang ke pancing emosi.

Tak cukup sampai di situ, Ajun kembali melontarkan pertanyaan lagi. "Manusia tuh punya tulang ekor, tapi kenapa manusia nggak punya ekor?"

Paji menghela napas gusar dan mengusap wajahnya, "terkadang, logika bikin lo gila."

Ajun bahagia walau pertanyaannya tak mendapatkan jawaban, setidaknya ada seseorang yang mau mendengarkan pemikiran randomnya.

"Kenapa bumi itu bulat? Kenapa nggak kotak, datar, atau nggak berbentuk trapesium aja?"

"Nggak masalah bumi mau bulat, datar, atau jajar genjang. Yang penting gue dan Aily bersama di bumi ini, 'cause i like it."

Paji mencebik karena kedatangan Doby. Adiknya itu baru saja pulang kerkom dengan Kaizo. "Si paling bucin Aily."

"Bang, Bang. Ketimbang merenung dan tanya jawab unfaedah. Mending nonton Duty After School."

"Bilang aja paket premium lo abis, terus mau numpang nonton di tempat gue kan?" jawab Paji yang sudah tahu inti dari pembicaraan si adik.

Doby hanya menyengir lebar dan berjalan ke arah Paji, "ehehe, tau aja sih lo Bang."































































Nggak pagi, siang, malam, ngampus, makan, Ajun suka sekali merenung. Lebih ke bengong sih tapi jadinya.

Dari siang tadi, Ajun nggak meninggalkan kursi favoritnya yang ada di teras. Dia mengangkat bokongnya dari kursi rotan itu hanya saat akan menunaikan ibadah dan ketika saat adzan magrib berkumandang. Selepas magrib, Ajun kembali duduk merenung di sana.

Paji sebenernya masih mau ikut sesi renungan unfaedah nya Ajun. Tapi dia nggak tahan, berjam-jam duduk di kursi rotan bisa bikin pantatnya kapalan. You know kapalan? Yang macam bagian kulit kaki itu loh, tapi yang versi kerasnya. Kalo nggak paham di pahamin aja yaa.

Ajun tahu di balkon kamarnya ada kursi, kursinya juga bukan kursi rotan, tapi lebih mendekati ke sofa. Tapi nggak tahu kenapa, Ajun lebih suka dengan kursi rotan di teras kosannya ini.

Ajun menikmati angin malam yang berhembus. Ajun bosan, tapi nggak bosan banget. Dia bosan karena nggak ada temen buat sesi tanya jawab random.

"Kenapa ya, orang-orang suka bilang, kalo ada omongan yang nyakitin hati, anggap aja angin lewat. Emang angin bisa lewat ya? Kalo emang iya, kok gue nggak pernah liat angin lewat selama ini."

Nggak ada temennya pun Ajun masih tetap melontarkan pertanyaannya. Tidak bisa begini, jika tidak segera di obati, Ajun tidak akan bisa terselamatkan. Jiwa nolepnya sudah meningkat secara drastis.

"Kenapa cewek gue mau ya, ninggalin gue demi cowok lain yang mukanya kaya kodok. Kaya, apaan banget anjrit, masih cakepan juga gue ketimbang cowok baru lo itu."

"Lo mah orangnya kelewat random, Bang. Tai cicak aja lo tanyain 'kenapa?', makanya cewek lo lebih milih cowok berwajah kodok ketimbang lo," Doby tiba-tiba muncul dengan tangan memegang sekaleng susu beruang. Itu punya Paji, dia ambil diam-diam dari kulkas.

"Sialan banget lo, tai kambing."

Emang ya, ada-ada aja bahasanya keturunan Keinandra ini.

"Ya tapi kan ini rill, Bang."

"Bocil diem aja lah, nggak usah ikut campur urusan orang dewasa."

"Emang lo ada urusan Bang? Lo kan nolep sampe ke tulang-tulang."

Ajun menghela napasnya lelah. Ini si bungsu kenapa tiba-tiba ngeselin sih? Eh, Ajun lupa, kalo Doby kan memang setiap saat ngeselin.

"Dahlah, main aja sana lo sama Kaizo. Mending juga gue merenung sendirian disini," usir Ajun kemudian.

"Si tuyul aja main sama Bang Ji,"

"Kaizo, mau main bareng Kak Ji nggak?"

"Nggak mau! Main sama Kak Ji nggak seru,"

"Mau main Lego nggak? Apa main mobil-mobilan? Apa main kereta? Oh, mau main mobil lejen?"

"Nggak mau! Kai maunya main sama Kak Doby," Kaizo menghentakkan kakinya dengan kuat dan berjalan keluar dari ruangan tv.

Disana Paji hanya melongo melihat kepergian Kaizo. Susah payah dia membujuk anak itu agar mau bermain dengannya, tapi hanya Doby yang menjadi pilihan hatinya. Duh aduh, Paji jadi nyesel keseringan nitipin Kaizo ke Doby.

"Nggak Jijel, nggak Kaizo. Sama-sama nolak effort gue anjrit. Ingin jadi singkong bakar aja kalo gini."

Amanah dari Tante [completed]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang