Pulau Biawak

137 141 65
                                    

Desas - desus akan penampakan mahluk misterius pun semakin santer di bicarakan dikalangan para nelayan. Sebuah  Pulau yang menjadi tempat penghuni ribuan Biawak dan tempat bersandarnya para kapal nelayan kampung. Kini semakin banyak orang yang melihat akan sosok itu namun dengan berbagai macam versi.

Ada yang bilang seperti gajah bersayap bernapas api, ada pula yang bilang, seperti ular besar bernapas api, ada pula yang melihat dengan wujud burung api. Hingga tak ada yang berani mendekati pulau. Pulau perlahan mulai sepi. Tak ada satu orang pun yang mau untuk ke tempat itu. Bahkan entah mengapa banyak hewan penghuni pulau seakan segan. Semenjak adanya teror makhluk  Berwujud menyeramkan. Bahkan ada yang bilang telah jatuh korban satu nyawa melayang dan ada juga luka - luka. Namun kebenaran itu entah benar atau tidak tak ada yang tau.

Perahu – perahu para nelayan mulai terbengkalai. layaknya rumah tak bertuan. Setiap hari tergeletak tak ada yang berani melaut satu orang pun. Mereka mulai enggan untuk melaut. Jika pun ada hanya di pesisir pantai yang hasilnya tak seberapa. Mengetahui hal ini para sesepuh desa pun ikut risau. Begitu juga embah jalak dan suaminya embah jomban. Yang tak sekedar risau akan tetapi geram akan kehadiran mahluk itu. Kepala Desa pun mengumpulkan para tetua adat dan para tokoh masyarakat untuk membahas kericuhan serta teror yang di buat mahluk itu. Dengan kesepakatan bersama akhirnya di putus kan.

Embah jomban dan embah jalak lah yang di tunjuk untuk menangani makhluk di pulau biawak. Selain sepasang suami istri ini di anggap paling sepuh serta mempunyai ilmu yang mumpuni. mereka juga di anggap orang pintar pengusir jin bahkan embah jalak juga merangkap sebagai dukun bayi. Pak karto sebagai kepala desa pun mendukung sepenuhnya karena hari demi hari mulai terjad kelangkaan ikan di mana – mana.

“embah, kapan berangkat? biar saya siap kan orang – orang ku dan biar ku siap kan kebutuhan yang di perlukan” tanya kepala desa karto.

“tidak usah banyak orang! cukup aku dan istri ku saja, tapi tolong siap kan perbekalan ini” pinta embah jomban sembari menyodorkan kertas yang berisi nama – nama barang yang di perlukan.

“baik embah sekarang juga akan aku tugas kan karyawan ku untuk menyiapkan semuanya yang embah berdua butuh kan” seru kepala desa dengan berbisik.

Setelah pembicaraan berahir. Embah jomban pergi dengan meninggal kan sejuta tanya di benak para warga dan karyawan kepala desa. Karena tak satu pun yang mendengarkan percakapan dua orang ini. Akan tetapi mereka tak berani untuk bertanya. setelah pertemuan besar itu. Aula yang menjadi perkumpulan perlahan mulai sepi menyisakan kepala desa yang melamun di sudut ruangan. Di sisi lain embah jomban sudah di depan rumah dengan perasaan berat untuk mengajak istrinya ikut serta.

“Tok... Tok.. Tok... Nyai buka pintu nya” seru embah jomban sembari menenteng tongkat kayu nya.

“iya, bentar abah” jawab embah jalak dengan tergesa - gesa.

“lama betul nyai!”

“ih, si abah, nyai kan sedang bikin sayur buat makan malam”

“oh..maaf, Ya sudah abah mau mandi dulu”

Terlihat jelas isi ruangan hewan – hewan yang telah di awet kan. Suasana yang tak layak di sebut rumah namun lebih tepat kuburan bagi hewan – hewan. Perlahan embah jomban meletakan tongkatnya dan menuju kamar mandi. tak lama embah jomban selesai mandi embah jalak memanggil embah jomban dengan lembut.

“Abah, ayo... makan sudah siap nih, makan malam nya”

“iya bentar abah ganti baju dulu?”

Tak begitu lama embah jomban pun keluar dengan raut wajahnya yang tak biasa. Keringat perlahan menumbuhi keningnya.

“oh ia, nyai. Abah mau berkata sesuatu pada nyai?”

“apa itu abah”

“sebenarnya?” ucap embah jomban lalu terdiam.

Langit bergemuruh begitu kencang bergema hingga menggetarkan hati. Entah bertanda apa yang terjadi. kedua pasangan yang menua ini membisu bagai patung sejenak.

“sebenarnya ada apa, abah?”

“tunggu gemuruh itu reda” seru embah jomban sembari menyeruput teh hangat.

Teh hangat yang tak sehangat sikap embah jalak yang kini terlihat dingin sikap nya. Perlahan embah jomban meletakkan gelas tehnya.

“besok abah akan pergi ke pulau biawak nyai, tolong nyai jaga rumah”

“tidakkkk....! Aku harus ikut menemanimu abah” seru embah jalak dengan mata berkaca - kaca dan nada tinggi.

Embah jalak terus merengek layaknya anak - anak. Sesuai dengan dugaan embah jomban. pasti istri nya akan memakasa untuk ikut. Oleh karena itu embah jomban telah menyiapkan segala nya. Walaupun sesungguhnya ia sangat berat, walaupun ia di amatkan untuk membawa istrinya. Akan tetapi ada keraguan dalam diri.

“ya sudah nyai selepas makan, siapkan baju yang akan di bawa. Karena sehabis subuh kita kan langsung berangkat  kepulau mahluk itu berada”

“iya abah”

Dengan segala perlengkapan yang ternyata telah di persiapkan kepala desa. Sepasang suami istri ini pergi berlayar melawan angin dingin. Angin pagi  yang menusuk sampai ke tulang. Membuat embah jalak terbatuk – batuk dan menggigil kedinginan.  Walaupun kedua suami istri ini tinggal dekat masyarakat pesisir. Namun seumur hidupnya tak pernah sekalipun melaut untuk mencari ikan seperti warga lainnya.

“nyai pakai lah sarungku biar tidak terlalu dingin” seru embah jomban sembari meyodorkan sarungnya.

“Tapi abah?”

“sudah, tak usah khawatirkan aku!” seru embah jomban dengan tegas.

Perlahan embah jalak pun mengikuti perintah suaminya. Walaupun sebenarnya ia merasa tidak tega melihat suaminya kini basa kuyup berusaha mengendalikan perahu melawan angin kencang. Sesekali ombak besar pun menerjang kapal. Begitu fajar menampakkan ronanya pulau pun samar - samar mulai terlihat. Pulau yang menjadi keresahan warga dengan mahluk penghuninya. Namun awan kini menyelimuti seisi pula walaupun mentari memancarkan kehangatan. embah jomban terus menatap pulau itu. Di benaknya ia terus berpikir mahluk seperti apa yang telah membuat takut para warga bahkan hewan - hewan penghuni asli pulau.

“Nyi lihat itu, kita hampir sampai di pulau” teriak embah jalak sembari menujuk dengan jarinya.

“wahh.. Iya abah itu persis seperti pulau yang di ceritakan warga ”

"iya nyai tak salah lagi itu pulaunya"

Perlahan embah jalak pun bangkit dari tempat duduknya. Terlihat suasana berbeda dari sebelumnya langit begitu gelap meyelimuti pulau. Burung - burung camang berterbangan. Seolah ketakutan di kejar - kajar mahluk asing. Tidak begitu lama mereka sampai di bibir pantai pulau. embah jomban berusaha menancap kan jangkar kapal. Namun tanpa di duga bayangan hitam lari tepat di depan mata embah jomban.

“Nyai.. Nyai...” Seru embah jomban sembari mundur mengambil kuda – kuda perlawanan.

“Tadi itu apa nyai?”

“jangan – jangan itu sosok yang di perbincangkan warga desa”

“ Bisa jadi”

“tapi hutan ini terlalu lebat tak bisa melihat dengan jelas, padahal sudah mulai pagi” seru embah jalak sembari melihat sekitar.

Detak jatung mereka berdua pun masih berdetak kencang. Tapi bukan karena takut akan tetapi kaget.Tak lama embah jomban mempersiapkan segala sesuatu untuk masuk kedalam hutan. Tiba – tiba embah jalak teriak melihat arah samping. Dengan mata melotot Dan mulut terperanga tak mampu berkata sejenak.

“Bah itu... Bahhh....!“ Teriak embah jalak dengan penuh keringat di dahinya.

“ Ada apa nyai?”

Firasat Raga   [ On Going ]Where stories live. Discover now