21. Teror Foto 2

1.6K 183 18
                                    

_____________

Iqfanny pulang dengan Uzayr yang tertidur dalam gendongannya. Rumah sepi, dapat dipastikan jika Aqsa belum pulang. Segera Iqfanny menaruh Uzayr di tengah ranjang, dan meletakkan bantal guling disisi kanan dan kirinya.

Setelahnya ia bersiap untuk sholat Dzuhur. Usai Dzuhuran, Iqfanny memasak untuk makan siang. Siapa tau Aqsa pulang, jadi bisa langsung makan siang.

Dan syukurnya, Aqsa pulang setelah Iqfanny selesai memasak. Iqfanny menyambut Aqsa yang kini masuk rumah.

"Assalamu'alaikum." Salam Aqsa.

"Wa'alaikumsalam, Mas mau mandi dulu atau makan siang dulu?" Tanya Iqfanny kemudian.

"Mandi." Jawab Aqsa, tapi ekspresi wajah Aqsa sungguh datar dan terkesan keras. Seperti tengah menahan emosi.

Tapi Iqfanny tak berani menanyakan hal itu, takut kalau-kalau Aqsa malah marah kepadanya. Biarlah, Iqfanny akan menunggu emosi Aqsa mereda, baru akan ia tanyakan setelahnya.

Usai mandi, Aqsa makan siang bersama Iqfanny. Tidak ada suara, karena Aqsa masih dalam mode senggol bacok, alias masih emosi.

Dari sejak menikah sampai saat ini, Iqfanny baru ini melihat wajah emosi Aqsa. Iqfanny pikir Aqsa tidak akan pernah marah, sampai dibawa ke rumah seperti ini. Tapi sampai beberapa saat setelah makan siang yang sangat menegangkan itu, wajah keras Aqsa membuat Iqfanny benar-benar takut. Sebenarnya ada apa?

"Iqfa, kesini dulu. Kita bicara." Ucap Aqsa yang kini sudah di ruang tengah.

Iqfanny baru selesai menyuci piring kotor, pun menurut perintah Aqsa. Ia duduk di samping Aqsa, sedikit memberi jarak karena sepertinya Aqsa akan meluapkan emosinya kini. Tapi sungguh, Iqfanny sedang menahan takut saat ini.

"Saat saya bertugas ke Papua, apakah Candra menjalankan perintah saya untuk menjaga kamu?" Tanya Aqsa.

Lihat, kini Aqsa mengubah panggilannya untuk Iqfanny. Biasanya mengatakan Mas untuk dirinya ke Iqfanny, dan memanggil Iqfanny dengan panggilan Adek. Tapi kini, saya kamu seperti sedang memberi peringatan untuk Iqfanny agar berhati-hati dalam berbicara. Salah satu kata saja, akan berakibat fatal.

"Iya Mas, Om Candra menjalankan tugas dari Mas. Membantu Iqfa, jika Iqfa sedang kesulitan." Jawab Iqfanny pelan agar Aqsa mengurangi kadar emosinya.

Apapun itu, jika ada masalah, memang harusnya dibicarakan baik-baik kan? Agar tidak ada kesalahpahaman dan tidak berakibat saling emosi dan marah-marah yang berujung sia-sia.

"Lalu?" Sahut Aqsa kemudian.

"Em, lalu?" Iqfanny malah bingung apa yang dimaksud Aqsa.

Aqsa mendengus pelan, lalu menyerahkan ponselnya yang kini sudah menampilkan dua sosok yang Iqfanny ingat dan sangat mengenali kalau keduanya adalah dirinya dan juga Candra yang sedang dibicarakan saat ini.

"Bisa kamu jelaskan tentang foto ini?" Tanya Aqsa kemudian.

"Ini? Kok bisa ada foto seperti ini? Siapa yang ambil? Mas dapat foto ini dari mana?" Tanya Iqfanny bertubi-tubi yang membuat Aqsa kesal karena bukan pertanyaan Iqfanny yang ia butuhkan. Namun penjelasan.

"Ini kalau nggak salah saat Iqfa kehabisan air galon, kebetulan ada Om Candra, Iqfa minta belikan Om Candra lalu menyuruhnya membawa ke dalam rumah, Mas. Karena Iqfa nggak mungkin kuat bawa ke dalam." Jelas Iqfanny.

"Astaghfirullah..." Lirih Aqsa mengucap Istighfar. Kalut terbawa emosi, sampai membuatnya gelap mata dan gelap pikiran. Tidak bisa berpikir jernih karena foto yang ia terima tadi.

"Maaf ya, maaf sudah buat Adek takut, tadi. Mas emosi, Mas kalut sampai nggak bisa mikir." Ucap Aqsa yang kini nada suaranya sudah kembali terdengar nyaman dan hangat dalam rungu Iqfanny.

Asmalibrasi (Selesai)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora