0

806 30 2
                                    

Suasana ramai diruangan yang sudah penuh dengan dekorasi pernikahan itu semakin tampak ramai dan menakutkan bagi keluarga pihak pengantin perempuan karena sampai pukul 11 siang  keluarga pihak laki-laki belum juga ada yang muncul satu pun.

Wajah-wajah panik mulai tak terelakkan. Apalagi wajah sepasang suami istri paruh baya yang sejak tadi sudah lemas. Bingung harus bagaimana lagi menghubungi pihak calon menantu dan calon besan mereka sekaligus bingung harus memberikan penjelasan apa pada putri semata wayang mereka dengan masalah ini. Masalah pesta dan tamu undangan sudah tak terpikirkan sama sekali, mereka tak peduli harus menanggung malu dari cercaan orang lain. Yang mereka berdua pikirkan adalah perasaan putri mereka yang pasti sangat hancur jika tau kekasih hatinya tak juga tiba.

"Jadi bagaimana pak? Mau tetap di lanjut atau kita tunggu beberapa menit lagi?" Tanya sang penghulu nikah. Terlihat sabar dan menenangkan. Karena hampur tiga jam lebih berada diruangan megah dengan dekorasi mewah itu sang penghulu jelas tau bagaimana panik nya sepasang orang tua  didepannya ini.

"Bisa menunggu pak? Sepuluh menit lagi? Saya yakin menantu saya akan datang" Kata Pak Martino dengan wajah lesu namun tetap memaksakan senyum.

"Baik pak, saya akan menunggu sepuluh menit lagi" Jawab sang penghulu tersenyum.

Mendengar jawaban penuh pengertian itu, pak Martino pun menundukkan badannya sedikit sambil mengucapkan terima kasih berulang. "Terima kasih pak penghulu, terima kasih"

Dan ketika sang penghulu kembali duduk ketempatnya barulah wajah ayah satu anak itu kembali pias. Jelas sekali ketakutan terpapar diwajahnya. Takut akan bagaimana nasib putrinya nanti jika pernikahan ini batal. Pasti hancur sekali.

"Pi, gimana ini? Edgar gak juga bisa dihubungi, gitu pun sama pihak keluarganya.  Mami takut Pi" keluh sang istri putus asa.

Pak Martino kembali tersenyum, berusaha menenangkan istrinya sekalipun ia juga perlu ditenangkan. "Mami tenang ya, Edgar itu laki-laki bertanggung jawab yang uda kita percaya untuk jagain Lera, dia pasti datang. Papa yakin. Mami tenang ya. Kita harus tenang biar Lera gak ikut panik di dalam oke. Mami uda bilang sama Lera kalau Edgar cuma kena macet kan? Lera nggak tau masalah ini kan?"

Erina, wanita berwajah keibuan yang berstatus istri pak Martino itu pun mengangguk. "Iya, Lera nggak tau kok, tapi tetep aja dia pasti curiga kalau Edgar gak juga sampai. Papi tau kan gimana Lera? Anak itu selalu berpikir pendek Pi, mami takut dia ngelakuin hal nekat kalau pernikahan ini batal. Mami nggak mau kehilangan Lera pi, dia anak kita satu-satunya"

"Iya, iya, mami tenang ya, tenang. Papi bakal cari solusinya. Kan pak Tono juga uda nyusul Edgar kan? Kita tunggu sebentar ya Mi. " Sahut pak Martino menenangkan sambil Mengusap-usap punggung istrinya dengan mata yang terus menatap kearah pintu utama yang sudah dihias sedemikian rupa. Berharap pak Tono-supir kepercayaan datang bersama keluarga besannya. Membawa kabar baik karena kalau tidak. Ntah lah. Pak Martino pun tak bisa berkata apa-apa, di dalam kepala ayah satu anak itu ia hanya membayangkan apa yang akan terjadi pada putrinya. Kegagalan pernikahan ini bukan lah kali yang pertama. Dulu ketika Alera—anak mereka— akan menikah sekitar empat tahun yang lalu dengan kekasih semasa sekolahnya juga harus berakhir tragis bahkan sebelum acara pernikahan itu dilaksanakan karena sang calon dan anggota keluarga intinya meninggal dalam kecelakaan pesawat yang mereka tumpangi untuk persiapan pernikahan.

Alera, putri mereka sangat hancur saat itu sampai beberapa kali melakukan percobaan bunuh diri namun setelah mengenal Edgar- si calon pengantin yang sampai sekarang tak datang- Alera mulai kembali terbuka sampai akhirnya hari ini tiba.

Martino benar-benar tak bisa membayangkan kedepannya. Jika kejadian sama terulang. Ntah akan berakhir apa putrinya nanti.

"Pak, keluarga mempelai pria sudah datang" Salah seorang petugas Wo sekaligus penanggung jawab acara menyentuh pundak Martino.

Wanna Be YoursWhere stories live. Discover now