Bab 17

281 27 10
                                    

Sudah seminggu berlalu, tapi tampaknya sakit Alera benar-benar serius. Perempuan itu tak juga kunjung sembuh sekalipun sudah beristirahat dan meminun obat rekomendasi Lea yang notabe nya adalah seorang dokter umum.

Seminggu Alera sakit itu artinya seminggu juga lah Keno tak bisa fokus dengan kegiatannya. Remaja itu selalu terbawa pikiran. Apalagi Alera sangat keras kepala untuk dibawa periksa langsung kerumah sakit. Keno tak bisa memaksanya karena Alera yang selalu menyalak marah. Sebenarnya Keno bisa saja menyeret Alera kerumah sakit ataupun memanggil Dokter untuk datang ke apartemen mereka, tapi Keno tak mau melakukannya karena tak tega dengan Alera. Perempuan itu sangat-sangat sensitif akhir-akhir ini, ia akan menangis ataupun mengamuk jika tak sesuai keinginannya. Dan jika Keno memaksa, itu berarti ia harus tega melihat Alera nya mengamuk disaat tubuh perempuan itu lemah. Keno tak mau Alera kenapa-napa.

"Ken!"

"Oy, Ken!"

"Ah, ya?" Keno gelagapan saat Hendra menggoyangkan bahunya.

"Lo kenapa elah, ngelamun mulu, banyak pikiran lo?" Tanya Hendra sedikit khawatir, pasalnya Keno benar-benar seperti orang linglung beberapa hari terakhir. Sebagai teman, Hendra, Vian dan Elis tentu saja menaruh perhatian akan perubahan teman mereka itu.

"Kenapa sih? Beras belum kebeli? Susu anak habis? Atau apa?"Jenaka Hendra yang membuat mereka tertawa, yah, termasuk Keno. Akhirnya setelah seminggu bagai mayat hidup Keno bisa tertawa juga sekarang.

"Apa sih, Keno kan belum nikah" Sela Elis terkekeh, merasa lucu namun ia tetap ingin membela Keno.

"Becanda elah Lis, Ya habisnya juga Keno uda kayak bapak-bapak anak lima. Ngelamun mulu" Ejek Hendra lagi.

"Sembarangan! " Marah Elis main-main.

Keno tersenyum tipis, teman-temannya ini sangat membantu suasana hatinya membaik. Tapi walaupun begitu, kekhawatirannya belum juga hilang. Apa kabar dengan Alera dirumah ya? Apa obatnya sudah di minun? Apa tubuhnya masih panas seperti tadi malam? Apa masih muntah-muntah?

"Oy, Ken! Ngelamun lagi, dah, pasti ini. Gue yakin si Keno bener-bener bapak anak lima"Suara Hendra kembali mengambil alih fokusnya.

"Sorry guys" Sesal Keno, merasa  bersalah.

"Ck, kita mah santai, tapi lo kenapa kok kayak banyak pikiran gitu? Studio lo ada masalah atau gimana?" Tanya Vian ketika mereka mulai menyadari kalau masalah yang di alami Keno tampaknya serius.

"Ah, nggak" Keno menggeleng, menggaruk pelipisnya sekilas karena gugup. Ia tak mungkin mengatakan kalau ia khawatir dengan istrinya yang sedang sakit dirumah kan?

"Jadi kenapa?" desak Elis menuntut jawaban pasti.

Keno menghela napas, "Bukan masalah apa-apa sebenernya, cuma kayaknya gue kurang istirahat aja. Hampir tiga minggu pembukaan studio resmi gue kan kurang istirahat, tugas kuliah kita juga pas lagi banyak-banyaknya kan?" Keno beralasan. Tak sepenuhnya berbohong,  karena pada kenyataannya ia memang kurang istirahat semenjak kepulangannya dari Bali dan di lanjut dengan pembukaan studio beberapa hari setelahnya.  Walaupun sebenarnya energinya banyak habis karena Alera sih.

"Lo yakin?"

Keno mengangguk meyakinkan.

"Ya elah, kenapa nggak ngomong dari awal Ken. Kita-kita kan bisa bantu lo di studio. Yah walaupun nggak bisa nge handle semuanya tapi gue yakin kita bisa bantu sebagiannya kok" Kata Hendra bersuara yang disetujui oleh Vian dan Elis.

Keno lagi dan lagi tersenyum, mengucapkan terima kasih atas perhatian ketiga temannya itu.

"Yaudah, tugas kelompok ini biar gue sama Hendra aja yang kerjain, lo mending pulang terus istirahat deh sana. Studio juga tutup aja sehari dua hari ini, lo istirahatin badan lo dulu, nanti kalau uda baikkan kita juga pasti bakal bantu-bantu kok di studio" Kata Vian memberikan solusi.

Ah, ya, mereka— kecuali Elis— memang satu jurusan. Jurusan manajemen bisnis. Sedangkan Elis adalah mahasiswa farmasi. Tapi karena ia senang berkumpul dengan ketiga teman semasa SMPnya, maka ia pun lebih sering bersama ketiga remaja laki-laki itu di banding dengan temen-temen sejurusannya yang lain, atau sebenarnya itu lah yang ketiga remaja laki-laki itu. Tanpa tau fakta kalau ada alasan lain Elis selalu menempel pada mereka. Alasan yang serius. Alasan perasaan yang belum bisa di utarakan dengan gamblang.

---------

Alera menyenderkan tubuh lemahnya di dinding kamar mandi sebelum secara perlahan tubuh kurusnya itu merosot, membuatnya terduduk di samping bathup kamar mandi. Ditangannya terdapat dua stik tipis yang ia pegang dengan erat.

Stik tes kehamilan yang bahkan sudah menunjukkan dua garis samar. Alera tau artinya. Ia hamil.  Walaupun stik itu tak menjamin ke akuratannya. Tapi siapa yang bisa menyangkal saat dua stik itu menunjukkan hasil yang sama.

"Kenapa bisa?" bisiknya dengan suara bergetar.

Yah, sebenarnya itu pertanyaan bodoh. Tapi pemikiran yang buntu membuat Alera tak bisa berpikir jernih.

"Sialan, Akeno," Alera menjambak rambutnya sendiri, merasa begitu putus asa.

Walaupun ia sudah curiga sejak ia mulai sering mual di seminggu lebih terakhir, tapi tetap saja. Ini bagai kejutan untuknya.

Padahal, Lea selaku sahabat dan dokter yang menanganinya seminggu terakhir sudah memberinya gambaran kalau ia memang hamil, tapi Alera tetap keukeh tak mau menerima fakta itu, atau lebih tepatnya ia tak mau tau. Sampai akhirnya di dua hari terkahir ia mulai merasa emosinya semakin tak terkontrol, ia selalu ingin menangis dan menangis. Alera yang diam-diam penasaran pun akhirnya mencobanya. Memakai dua stik yang sebelumnya diberikan Lea untuk tes.

Dan lihat lah hasilnya sekarang, Alera tak tau harus bereaksi apa.

Bagaimana bisa ia hamil di saat hubungannya dengan Keno serunyam ini?

Sial. Sial. Sial. Makinya terus menerus.

Alera merasa begitu sangat frustasi sekarang.

----------

Keno baru saja membuka pintu kamar ketika disaat yang bersamaan Alera pun keluar dari kamar mandi dengan wajah sembab.

"Lera, kamu kenapa?" Keno langsung saja menjatuhkan tas kuliahnya, buru-buru menghampiri Alera yang tampak pucat menyedihkan.

Dilihat dari responnya, Alera jelas terkejut dengan kehadiran Keno itu. Maka ia tak bisa beraksi lebih ketika Keno sudah memegang dahinya dan bertanya penuh ke khawatiran itu. Atau lebih tepatnya Alera memang malas memberi respon penolakan seperti hari-hari sebelumnya. Ia terlalu lemas.

"Pusing" Ungkap Alera jujur, kepalanya memang benar-benar pusing sekarang. Selain karena efek mual mungkin juga efek banyak menangis.

"Oh, God! Ayo tidur, muka kamu pucat banget sayang. Aku panggil Lea ya?" Keno menuntun Alera ke tempat tidur. Alera menurut.

"Jangan"

"Ya?" Keno menatap Alera bingung. Apanya yang jangan? Pikir laki-laki itu.

"Jangan panggil Lea, aku uda jumpa dia semalam. Ambilin aku teh hangat aja please, aku mual banget" Alera setengah merengek ketika meminta, ntah ia sadari ntah tidak, tapi Keno merasa dadanya penuh dengan keharuan atas sikap manja Alera itu.

Tersenyum lembut, Keno pun mengangguk, membuat teh sesuai permintaan istrinya itu dengan terburu-buru.

---------

Keno senyum-senyum sendiri  ketika ia melihat Alera yang terlelap di pelukannya.

Yah, pelukannya.

Ntah apa yang terjadi ketika Keno pergi kuliah pagi tadi, Alera benar-benar berubah seratus delapan puluh derejat padanya, dimulai merengek meminta teh hangat, minta di buat kan bubur, minta di suapi bubur, minta di pijat kepalanya dan tadi dengan tiba-tiba minta dipeluk sampai tertidur pulas. Tapi apapun itu alasannya, Keno senang sekali sekarang.

"Sleep tight sayang," Keno mencium kening Alera, menurunkan suhu dingin Ac, lalu menaikkan selimut sampai kebatas pinggang mereka. Keno pun ikut tertidur siang itu. Bersama istrinya, untuk pertama kalinya terlihat mesra tanpa paksaan sama sekali.

----------

Wanna Be YoursWhere stories live. Discover now