4. Eleanor

213 21 0
                                    


"Kapten! Tidak bisa! Tidak boleh!" seru Carson. "Jangan melepas helm-mu di tengah pasukan musuh."

"Tenanglah, Carson. Apakah kamu melihat tawanan perang tanpa senjata sebagai hal yang patut ditakuti? Lagi pula itu adalah aku. Tak akan terjadi apa-apa," ujar Zackary dengan penuh percaya diri.

Carson mendengus. Ia tahu benar kadar kekuatan Zackary. Ia percaya semua akan baik-baik saja. Keselamatan ketuanya bukanlah hal yang ditakutkannya. Ia hanya tidak bisa percaya bahwa pemimpinnya sekarang tengah menuruti kemauan putri negara musuh yang bahkan belum cukup umur. Itu melukai harga dirinya yang sangat menghormati pemimpinnya itu. Menurutnya, perlakuan sang putri yang melewati batas itu, pantas diganjar dengan kematian.

Namun, tidak seperti Carson, Zackary tampak tenang.

"Hm, Putri. Apakah kamu yakin ingin aku melepas topeng ini?"

"Tentu!" Jawab sang putri cepat. "Itu bagian dari kesopanan. Itu jika kamu ingin berkenalan denganku maka kamu harus mengikuti aturannya."

"Wajahku buruk rupa. Kamu yakin tidak akan takut untuk melihatnya?"

"Hei, kenapa berkenalan harus memperhitungkan soal buruk rupa atau semacamnya. Asal kamu tahu, tidak ada satupun manusia yang ingin terlahir buruk rupa. Meski begitu, itu bukanlah hal bisa dirubah. Jadi, aku bisa memahaminya. Maka dari itu, aku tidak akan menghakimi wajahmu. Kamu tahu, aku cukup murah hati."

Carson menggertakkan gigi kuat-kuat. Darahnya mendidih mendengar sang putri yang tidak tahu diri itu seolah memberi kemurahan hati dan sok bersikap tidak menghakimi. Tidakkah bocah itu tahu bahwa wajah Zackary adalah karya seni indah yang tidak bisa dibandingkan bahkan oleh kecantikan perempuan.

"Kamu sangat berani. Aku suka keberanian itu," puji Zackary.

Jason tidak tahan lagi mendengar omong kosong yang Zackary lontarkan, jadi ia pun memotong pembicaraan mereka.

"Ampuni, adikku, Yang Mulia Duke Willbar. Dia masih sangat muda dan belum tahu apa-apa," ucap Jason seraya menghormat. Usianya masih muda, tetapi pembawaannya sangat tenang. Agaknya dalam otaknya telah ada skenario untuk membebaskan adiknya dari setan perang Zackary Willbar.

"Aku percaya banyak yang harus kita diskusikan mengenai hubungan diplomatik antara kami dengan Kerajaan Delphinium. Dan aku sangat tahu bahwa adikku tidak ada hubungannya dengan semua itu," lanjutnya.

Zackary mengernyit. Dia memang calon duke, tapi bukan berarti dia adalah duke sekarang. Kerajaan Beril rupanya cukup terbelakang hingga informasi sepenting ini tidak sampai pada mereka. Yah, wajar saja mereka kalah perang karena itu. Atau itu hanya sebagai ungkapan penegasan status mereka? Lihat saja saat ini Jason, sang putra mahkota, berbicara seolah-olah dia adalah raja di sini. padahal dia hanya putra mahkota dan raja yang asli berada tidak jauh darinya. Apakah putra mahkota akhirnya tidak peduli pada raja yang karena kepemimpinannyalah seluruh rakyat harus berlutut di halaman istana saat ini?

Tapi, itu cukup menyingkat waktu jika putra mahkota Kerajaan Beril sadar posisinya dan menerima semua persyaratan untuk menjadi bagian dari kerajaan Delphinium atau semua akan habis sia-sia. Jika Kerajaan Beril tidak mau menerima persyaratannya maka akan dipastikan kerajaan mereka musnah hingga ke akar-akarnya.

Zackary sebenarnya tidak masalah untuk membinasakan mereka, tetapi ada satu klausa yang membuatnya lebih memilih jalan damai. Klausa itu adalah sang putri itu sendiri.

"Carson, bawa Pangeran Jason dan bahas semuanya dengan Putra Mahkota Philip lewat komunikasi sihir. Untuk sisa tawanan, masukkan ke dalam dungeon bawah tanah."

"Semua tahanan?" Carson mencoba menegaskan. Bisa saja ada pembedaan untuk bangsawan, secara mereka pada akhirnya mau membuat kesepakatan.

"Ya, semuanya. Tanpa terkecuali. Raja atau rakyat jelata, masukkan mereka di tempat yang sama."

"Baik!"

Carson baru saja berpikir bahwa Zackary akan memimpin semuanya sendiri seperti biasa, tetapi pemimpinnya itu tampaknya masih terpaku pada sang putri yang belum cukup umur itu.

"Anda sendiri bukankah akan ikut dengan kami?" Carson mencoba bertanya dengan hati-hati.

"Aku punya hal yang harus diurus. Bukan begitu, Putri?"

Sang putri terlihat kebingungan. Terlebih saat melihat para prajurit mulai menggelandang orang-orang.

"A-akan dibawa ke mana mereka?" tanya sang putri.

"Penjara!" jawab Zackary pendek.

Sang putri terlihat ketakutan. Bayangannya akan penjara membuatnya memikirkan yang tidak-tidak. Meski belum pernah melihatnya dengan mata kepalanya sendiri, tapi ia percaya penjara adalah tempat yang mengerikan. Bagaimana kalau ia tidak bisa bertemu dengan mereka lagi?

"Apakah aku akan ke sana juga?"

"Tidak! kamu ikut denganku. Bukankah kita punya perbincangan yang belum selesai? Kita bahkan belum selesai berkenalan."

"Bagaimana kalau aku tidak bisa bertemu orang tua dan kakakku jika aku pergi denganmu?" tanya sang putri mulai terisak.

"Aku percaya jika kamu adalah orang yang cerdas. Menurutmu, lebih baik mana jika kakakmu mengurusnya secara diplomatik atau aku yang mengurusnya dengan pedangku?"

Wajah sang putri langsung pucat. Teringat bagaimana pria di depannya ini menghunuskan pedang pada ayah dan kakaknya. Jika ia tidak menghentikannya tadi, maka bisa saja keduanya meregang nyawa di depannya. Ekor mata sang putri menangkap sinyal dari kakaknya.

"Yang Mulia Duke Willbar," ujar Jason mengawali pembicaraan. Ia belum bisa pergi selama belum memastikan keselamatan adiknya. Bahkan baginya yang seorang putra mahkota, memanggil seorang duke dengan embel-embel yang mulia adalah sebuah bukti bahwa ia tengah sangat serius. "Aku mohon dengan sangat padamu, tolong jangan sentuh adikku. Dia tidak ada hubungannya dengan perang ataupun politik di negeri ini."

Zackary menjawab tanpa menoleh. "Kenapa aku harus medengarkanmu. Pihak yang kalah perang tidak punya hak untuk membuat penawaran."

Wajah Jason memucat. Tangannya mengepal. Jika Zackary berniat melecehkan adiknya, maka dengan berat hati, ia harus membuat keputusan untuk membunuh adiknya dengan kedua tangannya sendiri. Diam-diam tangan Jason mengepal dan mulutnya merapal mantra untuk membuat jarum panjang yang akan ditusukkan langsung ke jantung adiknya.

Tetapi, belum selesai jarum itu dibuat, Zackary berbalik arah dan berjalan ke arah Jason.

Jason tentu saja terkejut. Ia merapal mantra dengan hati-hati, tidak mungkin itu ketahuan, 'kan?

Zackary mendekat ke arah Jason. Cukup dekat sehingga saat ia berbicara, yang mendengarnya hanya mereka berdua.

"Siapa tadi namanya ... Eleanor."

"Jangan bilang, kamu tertarik pada adikku," ujar Jason tiba-tiba.

Zackary tampak tersenyum puas. "Tidak seperti ayahmu, kupikir kamu sangat cepat tanggap."

Melihat Zackary mengonfirmasi kecurigaannya, ia mendadak marah. "Jangan berbuat yang tidak-tidak pada Ele! Bahkan jika aku akhirnya mati di sini, aku tidak akan membiarkanmu hidup tenang. Jika sampai kamu menyentuh seujung ...."

"Aku tidak akan melakukan apa-apa padanya," potong Zackary.

Jason terbeliak. Tentu saja ia tidak percaya.

"Percaya atau tidak itu urusanmu. Yang jelas, aku tertarik padanya. Pada Eleanor."

"Demi Tuhan! Ia baru 15 tahun. Bahkan jika kamu tertarik padanya, ia masih dibawah umur. Tolong gunakan akan sehatmu."

"Tentu! Kamu juga harusnya menggunakan akal sehatmu. Biar kuberi satu saran. Kamu akan berunding dengan Putra Mahkota Ezra. Gunakan ketertarikanku pada Eleanor untuk keuntungan kerajaanmu."

Jason tercengang. Saran itu terdengar masuk akal. Tidak hanya masuk akal. Ini sangat brilian.

"Tapi, aku tidak akan menukar adikku demi kerajaan ini. Demi Tuhan! ia masih di bawah umur."

*** 

DUKE WILLBARWhere stories live. Discover now