15. Storm Like You

27.4K 2.5K 20
                                    

Memilih meninggalkan Bya bukan sebuah kemauan bagi Kevin, apalagi sudah bisa dipastikan karena ucapannya istrinya pasti menangis.

Jika dirinya dipaksa berada disana, perbincangan diantara dirinya dan Bya dengan kondisi hati dan kepala yang tidak kondusif akan mengakibatkan hal tidak baik.

Diam-diam Kevin mengawasi istrinya dari kejauhan, ketika Bya menjauh dari venue, mata Kevin juga terus mengamatinya. I'm sorry, By.

"Kadang emang Mbak Sha harus dikasih paham, Mas, jangan ngerasa bersalah ya," bisik Raga menepuk pundak Kevin.

Kanuraga, menjadi satu-satunya yang mengetahui kondisi mereka berdua, entah insting saudara kandung yang memang kuat, atau Raga memang peka terhadap sekitarnya.

Siang tadi, tiba-tiba pemuda itu menghampiri Kevin yang sibuk merokok di smoking area, duduk tenang disamping Kevin. Tidak, Raga bukan perokok sepertinya, bahkan adik iparnya itu memilih mengemut sebuah permen yang biasa dia temui di minimarket.

Adik iparnya itu hanya duduk bersamanya. "Kalian lagi perang dingin, ya?" ucapan Raga siang tadi. "Aku nggak nyalahin sih kalo Mas marah ke Mbak Sha, soalnya suka tambeng anaknya," lanjutnya.

"Nggak kok, nggak marah, cuma salah pengertian aja," bela Kevin membuat Raga mencebik.

Membuang batang permen yang entah sejak kapan sudah lepas dari bulatan gula itu, "well, apapun itu sebutannya, semoga nggak lama-lama ya, Mas, aku males liat muka asemnya, Mbakku soalnya," santai.

Raga dengan tenang duduk disampign Kevin yang sibuk dengan putung rokok di tangannya. Tak ada percakapan lain hingga Kevin kembali mengajak Raga masuk ke dalam.

Kini adik iparnya juga yang menghampirinya setelah meninggalkan istrinya, tadi. Ada rasa bersalah yang menggelayut di hatinya. Ucapannya terlalu kelewatan sepertinya.

Raga hanya berdiri disana, bersandar dengan kedua tangan terlipat didepan dada, sibuk menguyah permen karet berwarna pink yang sesekali digelembungkan.

"Kamu keren sih, Mas, bisa bikin maung betina nggak berkutik," kalimat itu keluar dari bibir adik iparnya. Kevin tidak mendengar nada sarkasme sama sekali, tapi tetap saja itu sedikit mencubit hatinya sekali lagi.

Menaikan satu alisnya, memastikan maksud ucapan Raga sekali lagi, "sorry, kayaknya aku kelewatan, Ga," lirihnya yang langsung dibalas Raga dengan decakan sebal.

"Tsk! Mana ada, udah aku bilang, kalo Mbak Sha itu perlu ditegasin. Karena dia masih suka labil sama tingkah dan perasaannya," balas Raga terdengar tak terima.

Kevin tidak pernah menceritakan tentang masalah mereka. Tapi, Raga selalu menembak tepat di sasaran, dengan konteks yang entah darimana adik iparnya itu tau.

"Mas Kevin itu suaminya Mbak Sha, jadi udah jadi kewajiban buat ikut andil buat arahin jalannya Mbak Sha," lanjutnya, sebelum melepehkan permen karet yang dikunyahnya, "ayo masuk, nggak lucu kalo besok Mas Kevin masuk IGD karena demam berdarah," putusnya sebelum berjalan menjauh meninggalkan Kevin yang masih memainkan putung rokok di tangannya.

Kevin tersenyum, ada rasa tidak enak, bagaimanapun pemuda itu adalah adik dari istrinya, "sorry, ya, Ga, Bya nangis gara-gara aku," ucapnya sedikit berteriak yang langsung dibalas Raga dengan gelengan. Raga berbalik dan tersenyum tipis.

Setelah menghabiskan sisa rokok yang ada di sela jarinya, Kevin kembali duduk di kursi yang sudah tertulis namanya, disebelah Bya.

"Hi, Mas, maaf boleh tolong diganti sama natural mineral water buat suami saya?" pinta Bya halus pada seorang waiters.

Your EverydayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang