Chapter 29 - Jalan Pulang

20 2 0
                                    

Bisakah kaumenuntunku pulang ke rumah yang sebenarnya?
~

"Gimana rasanya tinggal sama om setelah sekian lama Nin?" pertanyaan Zanna jelas membuat Anin mendengkus.

Sore yang panas, konsumen yang hari ini mendadak banyak maunya, juga kedatangan sahabat ceweknya yang membuat Anin merasa cepat lelah. "Lo jelas tahu Na gimana rasanya," jawab Anin singkat, sembari menyandarkan tubuhnya.

Mereka tak sedikit pun menyembunyikan rasa sendunya. Membuat Anin sadar, mereka bisa setulus itu terhadap Anin. "Lo kan dulu pernah Nin tinggal serumah sama Om Gustin. Harusnya lo lebih terbiasa dong," ujar Dalva membuat Anin menatapnya dengan senyum getir.

"Gua emang terbiasa, tapi rasanya susah banget Dal hilangin rasa canggungnya. Rasanya kaya gua dipaksa jaim di depan Maga. Beneran enggak bisa."

"Masih sesakit itu Nin?" tanya Zanna begitu lirih, membuat Anin langsung menatap keramaian yang tercipta di balik jendela. Mengingat kembali rasa sakit itu yang bisa terasa begitu dalam.

"Gu-"

"Nin, Bang Melvin seriusan mau resign?!"

Pekikan itu membuat Dalva dan Zanna kompak mendengkus. Lain lagi dengan Anin yang menghela napas, merasa lega tak harus jujur di hadapan para sahabatnya.

"Apa sih lo Sha? Ganggu investigasi gua aja," keluh Zanna menghembuskan napasnya kasar.

Esha langsung menatap Zanna sengit. "Sumpah Na bahasa lo sampai bawa investigasi segala," protes Esha terkekeh geli.

"Beneran tahu Sha. Kita tuh lagi tanya nih gimana kondisi Anin sekarang. Enggak peka banget sumpah lo," respons Dalva yang membuat Esha langsung menatap Anin khawatir.

"Lo baik-baik aja, kan Nin? Jangan bilang lo udah niat mau pergi ke mana selama Om Gustin di sini?!" Tepat sekali. Hanya dengan satu pancingan Esha langsung sadar dengan kekhawatiran sahabatnya yang lain.

Anin justru terkekeh. "Capek Sha kabur-kabur terus. Mau coba uji diri, enggak masalah, kan?" tanya Anin retoris, membuat Dalva langsung tersenyum geli.

"Jadi, lo mau ngapain sekarang Nin?" tanya Dalva penasaran, hal apa yang akan Anin lakukan guna menyembuhkan dirinya.

Secepat kilat, Anin langsung melabuhkan pandangannya pada sang barista yang tengah sibuk di depan sana. Sepertinya, Anin akan kehilangan satu pegangan sekarang. "Gua harus cepet-cepet cari barista baru biar pikiran gua enggak makin ke mana-mana. Karena kali ini si abang beneran mau resign."

Jeda beberapa saat, sebelum Zanna besuara setelah meminum kopinya. "Kayaknya Bang Melvin beneran nyerah sekarang Nin," ucap Zanna sembari terkekeh geli.

Dalva refleks mengangguk. "Bener tuh. Dulu kan Bang Melvin enggak punya saingan selain Maga yang jelas siapa pun tahu hatinya buat siapa. Tapi sekarang udah ada Daffin, kan? Bang Melvin mana kuat terus-terusan di belakang layar Nin," ujar Dalva menambahkan.

"Secara, udah berapa tahun si? Kuat banget lo gantungin anak orang Nin."

"Heh, mana ada yah?!" tanya Anin yang sontak membuat mereka kompak tertawa.

Dan akhirnya Anin ikut-ikutan tertawa, walau volumenya tak sekeras ketiga sahabatnya itu, tapi mampu membuat para pengunjung cowok terpana melihat senyum mereka. Apalagi Melvin.

"Karena sekarang lo udah ada Daffin, jadi biarin lah Bang Melvin cari kebahagiaannya sendiri. Begitu pun sama lo. Kita selalu di samping lo kok. Jadi enggak perlu lagi ragu buat terus maju yah?"

Ucapan Esha seketika membuat senyum Anin tercipta. Betapa beruntungnya ia mempunyai orang-orang ini di sekitarnya. Tak pernah Anin bayangkan, akan jadi apa ia tanpa sahabat-sahabatnya? Mungkin Anin akan jadi sosok yang begitu tertutup, yang menjauh dari segala keramaian, bukan?

Devolver (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang