Lembar ke 9 - Pertarungan

253 29 4
                                    

Tokoh-tokoh:
Gilang Kusuma
Pangeran Bangkai
Candrika Dewi
Kandito
Raja Merak
***

Hari menjelang siang, Gilang yang tengah berburu kijang di hutan Desa Batu Api mengusap keringat, belum ada buruan yang di dapatnya.

"Aneh, kemana perginya kijang-kijang itu?" Keluh Gilang, seingatnya hutan ini dulu banyak dihuni oleh kijang-kijang yang gemuk, namun kini setelah dari pagi dia tak kunjung mendapatkan buruan.

Saat tengah beristirahat tiba-tiba saja hidungnya mencium bau sesuatu. Dan cihhh, diapun meludah, dia mencium bau tak sedap.

"Aneh, bau apa ini? Apa disini ada bangkai binatang?" Gilang segera bangkit lalu mencari-cari disekitarnya apakah ada bangkai hewan, namun hasilnya nihil.

Bau bangkai itu semakin menyengat, bahkan perutnya mulai memual ingin muntah. Saat itulah tiba-tiba terdengar suara menegur.

"Tahan mualmu itu saudara. Gunakan cairan di dalam tabung ini untuk hilangkan bau. Usapkan di hidungmu" suara seorang perempuan.

Satu tabung kecil setengah jengkal melayang, Gilang menangkapnya, segera saja penutup tabung tadi dibuka dan cairan teramat harum di dalamnya dioleskan di hidungnya, sumpah dia benar-benar sudah tak tahan akan bau bangkai itu. Setelah selesai barulah Gilang pandangi siapa yang memberikannya tabung tadi.

Kini dihadapannya tegak tiga orang, dua normal namun satu berpenampilan aneh. Salah seorang diantaranya ternyata gadis berwajah cantik sekali, mau tak mau Gilang memuji kecantikan itu dan membandingkannya dengan sosok Mayang. Dua kecantikan yang sepadan. Gilang alihkan pandangan pada Kandito, pria hitam manis berpakaian coklat, lalu makhluk berpakaian mumi, dan tubuh itu dipenuhi oleh lalat pula. Dengan sekali melihatnya Gilang dapat menebak bau bangkai itu pasti dari makhluk satu itu.

"Siapa kalian?" Tanya Gilang, seraya lemparkan tabung  pengharum, Candrika cepat menangkapnya dengan lihai, melihat gerakan menangkap Candrika Gilang sadar kalau si gadis berkepandaian tinggi. Apalagi di punggungnya bertengger sebilah pedang belum lagi sehelai selendang ungu terikat di pinggangnya laksana sebuah sabuk. Kandito sendiri cuek sembari bersiul-siul kecil. Sedangkan Pangeran Bangkai menatap lekat sosok Gilang.

"Tak ada salahnya kau mengenal kami, aku Candrika Dewi, lalu kedua orang ini adalah kakak seperguruan ku, yang ini Kandito, lalu sebelahnya lagi Pradipto" Candrika bergantian menunjuk Kandito dan Pradipto.

"Kakakmu yang satu itu belum mandikah? Banyak sekali lalat di bungkusan tubuhnya, sudah seperti bangkai" Gilang yang memang usil dan suka asal bunyi langsung bicara tanpa timbang rasa.

Wajah Candrika dan Kandito berubah seketika. Sedangkan Pradipto yang dihina cuma sipitkan mata memandang pada Gilang.

"Kurang ajar! Sekali lagi kau hina kakakku, ku tampar mulutmu!" Sewot Candrika yang tak suka kakak seperguruannya dihina.

"Galak sekali kau nona" celetuk Gilang.

"Tentu saja! Bukankah kau sudah kuberi ramuan pemusnah bau, kenapa masih saja protes akan keadaan kakakku, benar-benar tidak sopan!" damprat Candrika.

Gilang tersenyum, "gadis ini lebih galak dari Mayang" batinnya.
"Sabar nona manis, aku tak bermaksud menghina. Lalu sepertinya kalian sengaja menemuiku disini?"

Candrika segera mengangguk.
"Aku ingin bicara padamu"

"Silahkan, sambil ngopi berdua juga boleh" goda Gilang sambil senyum-senyum dan kedipkan mata.

"Kau!" Geram Kandito, dia mulai cemburu, karena sejatinya Kandito menyimpan rasa pada adik seperguruannya itu.

Candrika berdecih jengkel tapi dia berucap pula.
"Ku dengar kau mencari-cari keberadaan Raja Bandit?"

CINTA DAN PEDANG ( DARAH CINTA TERLARANG) [TAMAT]Where stories live. Discover now