17. Cigarette

38 6 22
                                    

____________

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

____________

Terkadang, menjadi diri sendiri itu sulit. Bahkan manusia sering berganti karakter tiap hari sampai ke menit melalui dari apa yang telah mereka lewati di masa lalu. Itulah mengapa hidup adalah pilihan, mereka dipaksa memilih untuk tetap hidup secara konsisten dengan karakter lahir mereka, atau berkembang menjadi lebih baik atau bahkan sebaliknya.

Takdir memang sudah digariskan, tapi manusia-lah yang harus memilih tetap bertahan atau pergi. Menjadi baik atau jahat. Menjadi yang paling rajin atau menunda segalanya. Manusialah yang memilih arahnya. Ibarat sebuah permainan dalam aplikasi, jalannya sudah disiapkan, tapi sang pemainlah yang akan memilih rute mana yang akan mereka lalui.

Manusia pasti berubah. Bahkan waktu tak pernah berada di detik yang sama. Selalu ada pilihan di sana, untuk menjadi tetap, atau menjadi berbeda.

Hansa tak memilih. Mungkin nanti akan, tapi tak yakin. Pemuda itu tak menjadi dirinya sendiri, pula tak sedang berpura-pura. Ia hanya tengah menghindar dari apa yang akan menyakitinya, tapi tidak juga.

Entah kenapa saat berita kecelakaan itu muncul, Hansa malah berlari dari kamarnya dan menuruni tangga secara tergesa. Harusnya ia tetap diam, harusnya Hansa berubah menjadi tak peduli. Perasaanya mendorongnya begitu kuat membuat Hansa harus bergegas menghampiri, dan pemuda itu memilih untuk mengikuti hasratnya.

"Mau ke mana kamu jam segini?"

Suara bass Ayahnya di ruang tamu menginterupsi Hansa, meski pun hanya satu detik kakinya berhenti, Hansa tetap melanjutkan langkahnya kembali.

Satriaga Aryasatya. Pria tua dengan rambut hampir memutih semua itu menilik anak bungsunya yang tak menjawab pertanyaan. "Gema Hansa! Liat jam! Mau ke mana kamu jam segini?"

Pintu utama terbuka, membuat Hansa benar-benar menghentikan langkahnya. Menampilkan sosok perempuan cantik lebih pendek dari Hansa dengan senyuman menawan, rambut coklat panjangnya tergerai lurus benar-benar definisi anak perempuan baik-baik seperti namanya. Nada Ashana Aryasatya. Kakak kandung beda ibu dari Hansa.

"Mau ke mana lo jam segini? Ayah manggil tuh," ucap Shana sembari melirik Satria dengan wajah yang tengah menahan amarah.

Hansa berusaha menutup bibirnya serapat mungkin untuk tak menjawab pertanyaan apa pun yang terlontar dari keluarganya. Pemuda itu bergeser, hendak berusaha keluar dari rumah besarnya.

"Atau jangan-jangan," desis Shana sembari menatap Hansa lekat-lekat. Berhasil membuat adiknya berhenti. "Lo mau ketemu nyokap lo?" Shana menutup mulutnya dengan telapak tangannya, namun jelas sekali gadis itu tengah menahan tawa. Seperti tengah meledek Hansa.

FANTASYWhere stories live. Discover now