File 2.1.11 - Have to Finish it Immediately

337 99 8
                                    

"Kamu beruntung aku menemukanmu tidur di UKS sebelum Guru Penjaga mengunci pintunya. Kalau telat, kamu bisa terkurung."

Watson mengabaikan omelan Jeremy. Dia ingat, dia ketiduran di bilik toilet. Bagaimana ceritanya dia bisa sampai di UKS? Watson kan tidak punya riwayat sleepwalking. Aneh. Mungkinkah Saho yang memindahkannya? Eh, kalau begitu Beautiful Boy itu tahu dong...

Watson meringis. Kalau aku menguping.

"Narkolepsi-mu makin hari makin parah deh, Watwat. Coba konsul ke Ayah Hellen."

"Sejak kapan namaku jadi 'Watwat'? Lagian, kita tidak punya waktu untuk hal tak penting. Kita harus menyelesaikan kasus Sasinmu lalu menemukan Raia. Btw, apa kamu sudah menyelesaikan bagian yang kuarahkan?"

"Oh iya, tempat paling jauh. Point Nemo."

Geplak! Satu jitakan melayang.

"Yang kusuruh itu dalam Moufrobi, bukan di semesta. Sekadar itu aku juga tahu." Karena Watson tidak sempat keliling Kota Moufrobi sibuk kasus dan sekolah, dia jadi buta map.

"Ehe! Aku cuma bercanda. Lokasinya adalah Distrik Bueifar. 2,530 kilometer dari sini."

Watson mengepalkan tangan. "Kalau begitu waktu kita sedikit. Ayo kembali ke klub."

"H-hah?!! Eh, woi, tungguin aku dong!"

-

Watson puas dengan hasil yang dibawa Grim dan Erika. Mereka berhasil mencatat nomor paspor Raia—lebih tepatnya si Grim menghafalnya di kepala. Yah, dia kan murid kakak Aiden. Tidak perlu diragukan skill-nya.

"Stern, giliranmu. Periksa paspornya."

"Serahkan padaku." Pemilik nama cekatan memainkan jemari di atas keyboard laptop. Loading sejenak. Wifi klub lumayan lancar.

"Apa yang ingin kamu lakukan dengan paspor Raia?" Grim bertanya, penasaran.

"Kita akan segera tahu." Soalnya Watson juga belum punya analisis tertentu. Lebih baik dia pastikan dulu baru mulai menyimpulkan.

"Aku sudah masuk, Watson... Hmm?" Hellen memicing. Tertulis di layar bahwa paspor Raia sudah mati alias belum diperpanjang. Perjalanan terakhirnya adalah tahun lalu tanggal 17, juni 2022, ke Belgia. Setelahnya Raia tidak lagi bepergian ke luar negara.

"Hm, itu aneh sekali." Erika menginterogasi Ibu Raia secara tidak langsung. Dia ingat, wanita itu aktif pulang-pergi dari Moufrobi karena pekerjaannya. Tapi beliau tidak mau memperpanjang paspor putrinya? 

Apa Watson tahu sesuatu? Jangan-jangan dia sudah menduga hal ini. Grim menoleh. Sherlock Pemurung itu entah sejak kapan menepi ke pojokan, membaca kembali catatan kecil tentang visi-misi Dewan Siswa.

Tuh kan! Reaksinya datar saja! Sesuai dugaan Grim, cowok itu sudah memperkirakannya.  Takkan Grim sia-siakan kesempatan emas berguru, eh, belajar ke Watson. Kapan lagi ya kan. Sebelum dia kembali ke kotanya.

Di sisi lain, Watson tidak sadar Grim menatap dirinya dengan binar mata antusias, asyik bergumul teori dalam benak. Benang merah kasus ini hampir sempurna terbentuk.

Tujuan Raia mendaftar jadi Ketua Konsil bukanlah mengincar singgasana Apol. Raia menginginkan beasiswa ke Jerman. Dia mau angkat kaki dari Moufrobi. Mungkin awalnya Raia berpikir dia bisa terbang ke Jerman tanpa harus menggunakan paspornya yang sudah tidak berlaku. Tapi setelah tahu itu tidak bisa, Raia pun bergegas pergi ke Distrik Bueifar.

Ada banyak pertanyaan yang datang dari teori Watson di atas. Satu, Raia kan bisa membujuk ibunya untuk memperpanjang paspor. Kenapa harus mengincar beasiswa coba. Dua, jika dia berhasil menjadi Ketua Konsil, dia akan baru mendapatkan beasiswa tersebut tahun depan. Apa Raia juga mengetahuinya makanya dia terburu-buru pergi ke Distrik Bueifar? Ketiga, yang paling penting, mengapa Raiana seolah-olah enggan bergantung ke ibunya.

Watson mengusap wajah. Sepertinya benar Ibu Raia yang seperti itu membuatnya tidak nyaman dan lari dari rumah. Tapi motifnya itu lho yang bikin Watson bingung. Kenapa bisa tali-menali dengan Hasby. Belum lagi Watson tidak mengerti alasan Raia ke Bueifar yang tercatat kota paling jauh di Moufrobi.

Raia seakan ingin kabur dari sesuatu.

"Bagaimana sekarang, Dan?" Saat ini sudah mau jam sembilan malam. Apa mereka akan menginap sekolah atau tidak, keputusannya harus Watson yang menentukan.

Betapa menyebalkan. Watson kekurangan informasi karena tidak ada Dextra yang bisa diandalkan untuk hacking. Hufft, mungkin sebaiknya mereka lanjutkan besok saja. Toh, PBM kan dimatikan sampai pensi berakhir.

"Teman-teman, aku rasa sampai di sini dulu."

-

Watson lupa kalau rumahnya kosong sebab Beaufort dan Noelle ke Inggris bersama anak-anak mereka. Yang artinya...

... Si Detektif Muram sendirian di rumah pemberian pamannya itu. Dia benar-benar lupa sesaat. Pikirannya bertumpuk dengan segudang masalah yang datang di hari sama.

Tentang Raia dan Hasby. Tentang Saho yang punya warna mata mirip dengan Watson. Si Michelle, saudara palsu. Argh! Banyaknya!

"Tapi... siapa Shepherd sebenarnya? Kenapa dia pakai softlens merah muda?" Masa sih Saho mau menutupi warna bola matanya. Apa yang salah sih dari kelereng biru langit.

Lalu gadis asing yang menyudutkan Saho... Humuh, humuh, humuh. Ekspresi tembok Watson berubah serius. Tampaknya Saho juga punya kasus menarik seperti yang lain.

Gedebuk!

Watson terkesiap. Dia mempercepat langkah. Bunyi barang jatuh itu berasal dari halaman rumahnya. Ada pencuri? Tangannya bergerak mengambil taser di ransel. Dalam hitungan—

"Kenapa aku selalu tidak beruntung? Huhu. Mengangkat kardus saja payah."  Tapi suara menyedihkan ini menghentikan kecurigaan Watson. Dia kenal dengan spektrum suara ini.

Detektif Muram itu menengok. "Petugas Nalan? Apa yang anda lakukan di sini?"

Nama lengkapnya telah terkonfirmasi Nalan Hanantara, 35 tahun, dari Divisi Pengolahan Data. Polisi bernasib sial yang gegabah. Saat Watson pulang dari New York setelah terapi suaranya yang hilang gara-gara si brengsek  CL, dia menyelinap ke kapal menggunakan kartu ID Nalan. Selengkapnya baca saja di S2.

Terakhir kali Watson bertemu Nalan, etto, di mana ya? Watson mengelus dagu. Pas kasus Gariri tidak sih? Sherlock Pemurung itu juga kurang ingat. Apalagi Nalan cuman muncul sesekali di hadapan Klub Detektif Madoka.

"A-ah, Watson! Kamu sudah pulang rupanya. Saya pikir kamu menginap di sekolah."

Watson melirik tumpukan kardus yang tengah diangkut Nalan ke teras rumahnya. "Ngapain anda di sini, Petugas? Kotak-kotak apa ini?"

"B-begini," Nalan menyerahkan sepucuk surat ke Watson. "Pamanmu meminta tolong pada saya untuk mengawasimu selagi dia pergi ke Inggris. Saya diperbolehkan tinggal di sini."

Kedua kalinya Beaufort menyembunyikan fakta dia punya teman (kenalan) di Moufrobi. Pertama dia bestian dengan Chalawan ayah King, kini dia berteman sama Nalan? Watson tak mengerti pikiran pria dewasa. Maksudnya dalam konteks: bagaimana kumpulan pria dewasa menjalin hubungan pertemanan.

Apa pun itu, yang jelas bukan seperti Watson dan Jeremy—musuh hari ini, teman besok hari.

Watson memandangi Nalan yang mengerjap polos dari atas sampai bawah. Tatapan x-ray yang memonten penampilan lawan bicaranya.

Rambut hitam legam yang acak-acakan. Kacamata konyol. Hidung mancung dengan garis wajah tegas. Belum lagi dia sepertinya mempunyai lesung pipi. Kulit putih, berarti dia ras kaukasia. Tinggi sekitar 174 sentimeter. Tubuhnya berisi, pasti rajin olahraga. Sherlock Pemuram itu bisa melihat lekukan ototnya.

Watson diam-diam menyeringai misterius. Nalan memang punya nasib tak bujur, namun jelas dia berpengalaman dalam hal berkelahi.

Aku bisa memanfaatkan orang ini. (*)





Detective Moufrobi : There is Only One Main Character Where stories live. Discover now