File 2.3.7 - How to Make Luminol

308 94 7
                                    

N. B. Sudah bosan dengan medis, psikologi, hukum, mari bermain sedikit dengan kimia. 

***HAPPY READING***

Apa yang sedang Michelle saksikan saat ini?

Yaps! Perang dingin antara Watson dan Angra. Yang satu menatap tajam seperti leopard. Satunya memasang ekspresi batu es. Mereka sudah seperti itu selama lima belas menit.

"Miss Anjalni bukan pelakunya, Inspektur."

"Bukti yang kamu bawa tidak cukup untuk membebaskan Anjalni Adine dari tuduhan."

Watson menyunggingkan senyuman miring, melipat tangan ke dada. "Anda bilang begitu, padahal anda diam-diam mencurigai hal lain."

"Apa maksudmu, huh?" dengus Angra.

"Kotak penutup pada kamera cctv di atas meja dan laptop dengan label kepolisian dalam keadaan terbuka, itu membuktikan setelah membawa Miss Anjalni ke ruang BK, tempat ini, anda meragukan sesuatu dan memutuskan menonton ulang rekaman video dengan mata membelek. Petugas Ingil yang tidak tega anda kehausan, membelikan sekaleng soda dingin. Tapi karena terlalu fokus, anda tidak sempat meminumnya sehingga tetesan dari luar kaleng membasahi meja. Apa saya salah, hmm?"

Cenayang! Ingil menoleh ke Angra. Seperti dugaannya, pria itu dipenuhi dengan tanda jengkel dan urat-urat yang bertimbulan di leher. Semua yang disampaikan Watson benar.

"Suatu saat nanti, aku akan mencongkel mata menjengkelkanmu itu." Angra mendesis sebal.

Halah. Bilang saja sudah tidak bisa mengelak. Watson bersedekap. "Jadi, apa yang anda dapatkan dari menonton rekaman itu?"

Ingil menyikut pinggang Angra yang malah diam membatu. "Sudahlah, Inspektur, turunkan gengsi anda dong. Kan tidak adil menangkap orang yang tak bersalah. Lagi pula ya..." Beralih menatap ke Anjalni yang menyimak dengan tenang. "Entah kenapa saya merasa wanita itu punya rahasia penting. Kita harus bekerjasama dengan Watson."

Bagus, Opsir Ingil. Watson menganggukkan kepala. Teruslah membujuk polisi keras kepala itu. Dia penasaran, setinggi apa harga diri Angra.

"Apa kamu bosan menjadi polisi, huh? Di mana letak mukamu minta tolong ke bocah—Duk!"

Gemas dengan gengsi Angra yang setinggi langit, Ingil pun mendorongnya, berdiri di depan Watson sambil cengengesan. "Kamu benar, Nak Watson. Kami mencurigakan sesuatu. Dilihat dari video rekaman, sepertinya ada pergerakan tak wajar yang dilakukan korban dan tersangka."

Mereka pun melewati Angra yang meringis kesakitan. Biarkan saja dia. Kan polisi perkasa. Dorongan sepelan itu takkan membunuhnya.

Ingil pun memutar rekaman. "Coretan darah di dinding sudah ada sebelum Akinlana dan Anjalni debat di depan pintu. Saat mereka bertengkar, samar terlihat korban terus memegang kepalanya tanpa jangka waktu menggunakan tangan kiri." Dia menekan pause di momen Anjalni menikam korban "Perhatikan cara tusukannya, Watson. Tubuh Anjalni seakan terhuyung ke depan."

Miss Adine digerakkan oleh pelaku sebenarnya. Watson memejamkan mata, mengeluarkan panah dan piala kaca akrilik yang ditemukan Michelle. "Jika anda mempertanyakan apakah Akinlana ditusuk dahulu atau dipukul, jawabannya adalah opsi kedua. Aku sudah mengumpulkan buktinya."

"Di mana kamu mendapatkannya?" cetus Angra.

Ara-ara, lihatlah pria itu. Watson pikir Angra tidak mendengarkan rupanya dia penasaran juga. "Michelle yang akan menjelaskannya nanti."

"Ya..." Kepala Michelle tertoleh. "Ya? Kok aku?"

"Ada yang harus kuurus." Watson melangkah ke tempat Anjalni, mengumpulkan kepingan puzzle teka-teki. "Miss, apa yang Miss lakukan terakhir kali sebelum terbangun di kantor kepsek?"

Detective Moufrobi : There is Only One Main Character Where stories live. Discover now