S2. Bab 36

722 14 0
                                    

"Sial." Mulut Reina bergumam.

Ray tersenyum dan menaikkan kedua bahunya lalu tersenyum. Seakan mengatakan 'Ya, ini aku.' dengan tubuhnya. "Kau pindah ke daerah sini?"  Tanya Ray. Reina menggeleng, "tidak. Aku tinggal di komplek lain. Aku kesini karena aku menyukai kopi dari kafe ini." Jawabnya dengan senyum penuh kebohongan.

Ray mengangguk paham sambil menyeruput kopi di tangannya. "Mmm... Aku sedang disini. Kamu juga." Kata Ray sambil mengangkat kedua alisnya dan tersenyum. "Jadi... kopi?"

"Uh.. Ya, tentu." Kata Reina, melayangkan senyuman singkat lalu mempersilahkan dirinya untuk masuk kedalam kafe ketika Ray membukakan pintu kafe yang selama ini ternyata berdiri di sebelah mereka.

Ketika Reina sudah memiliki kopi di tangannya, Ray mulai membicarakan tentang kehidupannya ketika Reina tidak ada. Katanya ia telah berhenti bekerja di dunia game dan ia sedang beristirahat sambil memikirkan langkah hidup selanjutnya untuknya. Ia sama sekali tidak pernah melayangkan pertanyaan tentang mengapa Reina menghilang atau berhenti bekerja dengan Red Rabbit. Bahkan, ia tidak bertanya tentang apapun mengenai hidup Reina.

"Aku sekarang mengadopsi kucing." Kata Ray.

"Oh?"

"Ya. Namanya Jeruk."

Reina tergelak. "Apa karena warnanya seperti buah jeruk?"

"Ya! Haha." Jawab Ray sambil memperlihatkan foto kucing yang ia ambil lewat handphone-nya. "Kau tahu, semenjak kamu pergi tanpa kabar, aku selalu menceritakan keadaanku pada Jeruk seakan dia adalah kamu." Kata Ray dengan nada yang ia buat sedatar mungkin.

Reina menengadah dari layar handphone Ray untuk menatap wajah pria itu. Ia menatap wajah Ray yang tak memunculkan raut wajah apapun. Seakan kalimat yang dilontarkannya tadi seakan bukan kalimat paling sedih yang Reina pernah dengarkan.

Seakan Ray tak sedang secara tersirat mengatakan kalau ia merindukan keberadaan Reina di sekitarnya.

"Oh Ray..." Suara Reina melembut selagi tangannya mengelus lengan atas Ray. Reina tidak tahu harus berbuat seperti apa saat ini. Ia hanya bisa mengasihani situasi mereka berdua dan tersenyum simpul pada Ray.

"Kamu juga mengganti nomormu." Lanjut Ray. "Dan aku tahu kamu tidak pernah mengecek pesan di e-mailmu. Aku sudah berusaha menghubungimu." Kata Ray dengan senyuman lemah. Nada lelah mencetak kata-kata Ray. Ia sedang memperlihatkan kalau dirinya  sedang berada di posisi yang tidak menyenangkan di hadapan Reina.

"Apa.. ada yang telah terjadi?" Tanya Reina. Ray mendongak untuk menatap langit-langit lalu menggelengkan kepalanya. "Aku hanya merasa sedih saat itu kamu tidak mengabariku tentang keputusanmu yang tiba-tiba itu. Kamu tidak pernah cerita tentang apa yang terjadi dan sampai sekarang aku tidak tahu apa yang terjadi saat itu padamu."

Reina melayangkan senyumnya. "Dan senyum itu." Kata Ray. "Aku tidak pernah memahami maksud dari senyum itu."

"Aku hanya tersenyum." Jawab Reina. "Tidak. Kamu tidak sedang tersenyum. Kamu sedang menyembunyikan semuanya dariku." Kata Ray sambil menyandarkan tubuhnya ke punggung bangku dan melipat kedua tangannya di atas meja. "Aku tida-" Reina menghela napasnya dengan kasar, "Aku hanya tersenyum." Kata Reina lagi. "Mengapa kamu selalu begini?"

Ray menelan kembali kekesalannya dan mengurungkan keinginannya untuk berbicara. "Aku tidak melakukan apa-apa. Kamu yang daritadi berusaha mengelak."

Reina kembali tersenyum tanpa mengatakan apapun. Tapi sebelum ia bisa membalas Ray, pria itu berdiri dan menatap rendah kepada Reina. "Aku sangat menyesal sudah mengenalmu." Katanya sebelum beranjak dan pergi.

Pada saat itu Reina tak merasakan apa-apa lagi. Ia tidak merasa ia perlu menahan Ray dan mengatakan kata maaf dalam seribu bahasa.

Jadi ia diam menatap Ray yang berjalan menjauh dan keluar dari kafe. Untuk apa pula ia menghentikan Ray? Untuk meminta maaf atas segala kekhawatiran yang dihadirkan Reina pada pikiran Ray selama gadis itu berada di sekitarnya? Apa Ray bahkan ingin mendengar Reina untuk berdehem tanpa berdecak kesal dan langsung pergi? Reina yakin tidak. Jadi ia biarkan saja Ray pergi. Entah ia akan bertemu dengan Ray lagi di hari esok.

Love To HateWhere stories live. Discover now