1. kehangatan terakhir

34 11 7
                                    

Ketika kebersamaan mulai hangat, dunia serasa milik berdua tetapi tidak semua menyetujuinya. Perjalanan pulang dari bukit, kumpulan anak geng motor bernama Giganotosaurus mengalami musibah yang tak terduga.

"Lang! Awas depan ada mobil! Elang!!" teriak perempuan yang berhenti mendadak karena ada mobil dari arah berlawanan melaju cepat, mengambil arah dimana lelaki bernama Elang itu sedang mengecek kondisi rem yang kemarin sempat blong. Elang Pratama, sang ketua geng motor yang terkenal dengan sebutan Giganotosaurus.

Di belakang motor sport yang dikendarai oleh Elang, ada banyak anggota termasuk gadis yang tadi berteriak bernama Alura Carroline atau sering di panggil Aca menyaksikan kejadian itu.

"Astaghfirullah! Elang itu gimana! Lang! Aduh, gawat nih." teriak Gibran, selaku wakil ketua Giganotosaurus.

Tak berlangsung lama, cepat atau lambat. Perkiraan Elang sudah tidak bisa dielakkan. Takdirnya memang akan seperti ini. Setidaknya, ia harus menyelamatkan Alura--sahabatnya.

Brakk

(Wiu wiu wiu wiu...)

Semenjak kematian ketua geng motor Giganotosaurus, seluruh anggotanya sering melamun dan sulit untuk melupakan jasa dari sang ketua mereka---Elang Pratama. Ketua geng motor yang bijaksana, baik, dewasa dan selalu dinilai tulus oleh para anggotanya.

Geng yang beranggotakan 10 itu tidak termasuk Gibran dan Elang. Anggota yang biasanya sulit diatur oleh ketuanya kini menjadi penurut sejak Gibran yang mengambil alih. Karena harapan Giganotosaurus hanyalah ada pada Gibran satu satunya.

"Udah, Ca. Ikhlasin Elang. Dia udah tenang di alam sana. Jangan lo tangisin terus, dia udah pergi tiga tahun yang lalu loh." ucap Shiffa---teman satu tongkrongan Aca yang juga menjadi pacarnya Gibran.

Kini Aca sedang berada di pemakaman tempat peristirahatan Elang yang terakhir. Makam yang selalu tercium wangi.
"Gimana gue bisa ikhlas, Shif! Lo gak tau gimana rasanya jadi gue! Kenapa gak gue aja coba yang diposisi dia! Kasian, Shif. Dia lebih sakit dari gue." pekik Aca sambil menangis terisak-isak.

Kehilangan seseorang memang menyakitkan, begitu menurut Shifa. "Tapi lo harus tetap ikhlas. Lo gak boleh balas dendam sama pelakunya. Takdir itu gak pernah salah menempatkan seseorang. Kalo misal itu terjadi sama lo, mungkin malah gue yang paling sedih ditinggal sama lo. Ya gue tau, dia lebih pedih dari kita. Tapi sekarang dia udah disana, lo ikut senang kan kalo disana dia udah bahagia. Masih banyak yang ngebutuhin diri lo, Ca." tutur Shiffa sembari mengusap punggung Aca yang terus bergetar.

Di samping Shiffa juga ada Gibran. Lelaki itu memakai jaket kebanggaan Giganotosaurus. "Inget kata Elang, kita harus tetap baik. Gak boleh jadi jahat. Urusan balas perbuatan biar jadi urusan yang diatas. Dia gak pernah ngajarin kita buat tawuran atau jadi geng yang berandalan." ujar Gibran dengan nada datarnya.

"Dia juga gak pernah ngajarin kita buat sekali kali jahat." sahut Ajay---anggota inti Giganotosaurus.

"Ada saatnya kita melepas Elang buat tenang di alam sana. Sebelum kejadian itu, dia bilang ke gue. Lo akan jadi tanggung jawab kita, terutama tanggung jawab Gibran. Dia di kasih amanah sama almarhum buat tetap jagain lo." sambung Bian, anggota inti Giganotosaurus.

Aca terus menerus menyeka air matanya. Ia tahu jika Elang pernah melarang jika dirinya lebih dulu meninggalkan Aca, maka gadis itu tidak boleh sedih dan menangis berlarut-larut. "Gibran punya Shiffa, Bi!" ketus gadis itu sedikit meninggikan suaranya.

"Gue gak masalah buat berbagi sama lo, Ca. Asal lo bisa tenang dan ikhlasin Elang." ujar Shiffa sambil mendongak menatap Gibran yang ada di belakangnya.

Aca dan Shiffa berjongkok di samping makam Elang. Suasana hari kini sudah sore, "gue udah ikhlasin dia, Shif. Cuma gue masih kangen dia. Gue pengen ketemu sama dia, gue pengen peluk dia." ucapan gadis tersebut tak berhenti menginginkan kehadiran Elang. Atau jika tidak ada, ia juga tak menolak kalau bertemu dengan sosok yang sangat mirip dengan lelaki itu. Mungkin hanya sebuah khayalan semata. Aca tersenyum kecut menatap langit, menahan air matanya yang hampir mengalir lagi.

"Udah sore, ayo balik." perintah Gibran diangguki semuanya.

Anggota yang ke makam Elang hanya Gibran, Ajay, dan Bian. Selain mereka, anak anak sedang berada di markas untuk menyiapkan beberapa nasi kotak yang akan diberikan pada anak anak jalanan pada malam hari.

Giganotosaurus memang bukan geng motor yang berandalan. Mereka tidak pernah tawuran, malah justru sering ke panti asuhan setiap sebulan sekali. Anak anak yang kini diketuai oleh Gibran itu, selalu jadi topik pembicaraan para warga sekitar hingga pernah terkenal di berbagai kota.

"Ketua kami tidak pernah mengajarkan untuk balas dendam kepada siapapun. Ia juga mengajarkan kami untuk selalu berbuat baik, menghindari untuk berbuat menjadi orang jahat. Dari awal terbentuknya Giganotosaurus ini adalah untuk bersilaturahmi. Kami terbentuk untuk menjadi manusia manusia yang suka berbagi. Rutinitas kami setiap hari adalah sekolah. Nongkrong pun bila ada waktu yang tak mengganggu tugas sekolah. Setiap bulan kami selalu mendatangi dua panti asuhan yang salah satu dari tempat itu adalah tempat kelahiran ketua kami. Elang Pratama, ia jauh tak seperti hidup kami. Meskipun ia tidak memiliki siapa siapa disana selain kakak dan bibi nya, tetapi ia adalah bagian dari kami. Namanya selalu menjadi kenangan bagi kami semua. Dan tidak hanya itu, motornya mungkin sudah hancur. Tetapi jaket kebanggaan kami yang saat itu ia pakai sebelum kejadian, masih tetap wangi meskipun sudah tiga tahun tidak pernah dipakai. Sekian dari kami, Giganotosaurus abadi!"

~Giganotosaurus

Different people [END]Where stories live. Discover now