Prolog

63 9 5
                                    

Mawar Eva De Jongh as a Gaia Azalea

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mawar Eva De Jongh as a Gaia Azalea

* * *

"Mata lo ke mana? Kalau jalan lihat-lihat, dong!" 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mata lo ke mana? Kalau jalan lihat-lihat, dong!" 

Dalam bisingnya suara musik DJ yang memekik telinga tersebut, seorang gadis tampak marah-marah karena bajunya basah akibat tumpahan minuman. Dia berteriak dengan nyaring agar suaranya bisa didengar oleh lawannya saat ini. Bahkan, tangannya beberapa kali menunjuk dengan mata melotot penuh emosi. 

"Lo yang halangi jalan gue, sialan!" umpat lawannya tidak mau kalah. 

Gaia, gadis yang baru menginjak usia 16 tahun itu tidak terima. Bukannya mengakui kesalahan dan meminta maaf, seorang di depannya itu malah menudingnya dengan angkuh. Tentu saja, hal ini membuatnya semakin emosi. Tanpa berkata-kata lagi, dia segera menerjang lawannya dan menjambak rambutnya begitu saja. 

Perkelahian tidak dapat terelakkan lagi. Keributan itu memancing perhatian orang-orang yang menari di lantai dansa. Bukannya memisah, mereka malah bertepuk tangan dan bersorak riang seolah pertengkaran itu adalah sebuah tontonan. 

Laki-laki muda yang sejak tadi memperhatikan dari meja bartender mulai merasa jengah. Dia meninggalkan pekerjaannya, dan memanggil satu teman lainnya untuk membantu memisahkan keributan tersebut. 

"Dasar pantat monyet, enyah lo dari sini!" teriak Gaia ketika laki-laki muda itu menyeretnya menjauh dari lawannya. Dia berusaha berontak melepaskan diri, bahkan tangannya terulur ke depan berniat menggapai lawannya. Sungguh, dia masih tidak puas memberikan pelajaran tersebut. 

Gaia tidak bisa mendengar apa yang dikatakan lawannya. Selain suara musik yang semakin nyaring, dia juga semakin jauh dari tempat kejadian perkara. Seseorang menariknya paksa, sama sekali tak melepaskannya meskipun dia sudah meronta bahkan memberikan pukulan. 

"Lepasin gue, nggak! Lo apa-apaan, sih! Gue tuntut lo, ya karena udah berani nyeret-nyeret gue kayak kantong belanjaan!" teriak Gaia emosi. 

Namun, tetap saja laki-laki yang menggiringnya itu tidak merespons. Hal ini membuat Gaia merasa jengah, pada akhirnya dia nekat untuk menggigit tangan laki-laki itu. 

"Argh!" 

Usahanya berhasil, laki-laki itu berteriak kesakitan sambil memegangi tangan setelah melepaskan Gaia. Melihat itu membuat senyum kepuasan terbit di bibir Gaia. 

"Dasar sinting!" umpat laki-laki itu menatap Gaia kesal.  

Mata Gaia menyipit marah. "Lo yang nggak waras, ngapain nyeret gue keluar!" 

Tangan laki-laki itu bertolak pinggang, sikapnya angkuh di depan Gaia. "Karena lo buat keributan, makanya lo harus keluar dari sini." 

"Dih, kok nuduh! Bukan gue yang buat keributan, kenapa gue yang diusir!" teriak Gaia tidak terima. 

"Karena lo bertindak curang," kata cowok itu tersenyum misterius, "lo pikir gue nggak tahu kalau lo masuk pakai identitas palsu? Ngaku aja, lo belum cukup umur, kan buat masuk ke klub ini?" 

Deg! 

Jantung Gaia berdegup kencang diiringi matanya yang melebar. Tiba-tiba saja dia menjadi gugup dan salah tingkah. Gadis itu tersenyum meringis, sambil membuang pandangan ke arah lain. "Kayaknya lo salah orang, deh! Mana mungkin gue pakai identitas palsu?" 

Sedetik kemudian, laki-laki itu mengeluarkan telepon. Membuka galeri dan menunjukkan foto identitas milik Gaia. "Salah satu penjaga ngasih gue ini, dan dia bilang ini identitas lo." Matanya melirik Gaia dengan tajam. "Orang buta pun akan tahu, kalau orang di foto identitas ini bukan lo. Lo pikir bisa membodohi, karena lo dandan layaknya seorang dewasa?" 

'Sial!' 

Gaia mati kutu, tidak menyangka akan ada orang yang menyadari hal ini. Dia mengakui, dia mencuri identitas sepupunya agar bisa masuk ke klub malam. 

"Kalau emang kalian tahu dari awal, kenapa nggak larang gue buat masuk?" tanya Gaia kemudian penuh tuntutan. 

Laki-laki itu hanya tersenyum misterius. "Karena gue cuma mau lihat apa yang bakal lo lakuin," ucapnya, "pulang sana, kalau nggak gue bakal panggilin polisi dengan pengaduan anak di bawah umur yang menyelinap di klub!" 

Gaia cuma bisa tercengang, tatkala laki-laki itu menepuk kepalanya pelan bak anak anjing. Bahkan tanpa memberikan waktu bagi Gaia merespon, laki-laki itu berbalik begitu saja meninggalkannya. 

Dada Gaia bergemuruh dengan kemarahan yang sudah memuncak. Dia menendang dinding di dekatnya dengan kasar. Tapi setelahnya dia menyesal, karena kakinya terasa sakit. 

"Sialan!" umpat Gaia memaki dengan tangan bertolak pinggang. Dia menatap punggung laki-laki itu yang perlahan menghilang di balik belokan.

Karena tidak ingin mendapatkan masalah yang berhubungan dengan polisi, dia akhirnya memilih pergi dari klub malam tersebut meskipun dengan hati penuh emosi.

Karena tidak ingin mendapatkan masalah yang berhubungan dengan polisi, dia akhirnya memilih pergi dari klub malam tersebut meskipun dengan hati penuh emosi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Our Last Summer [PROSES TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang