🦊2. Tentang obat

132 12 0
                                    

🎶Ku terbangun lagi
Di antara sepi
Hanya pikiran yang ramai
Mengutuki diri
Tak bisa kembali
'Tuk mengubah alur kisah
Ketika mereka meminta tawa
Ternyata rela tak semudah kata
Tak perlu khawatir, ku hanya terluka
Terbiasa 'tuk pura-pura tertawa
Namun bolehkah s'kali saja ku menangis?
Sebelum kembali membohongi diri🎶

********************

Walau kejadian semalam masih membuatnya sedih, namun pagi ini ia harus tetap semangat. Rav tidak mengizinkan dirinya untuk berlarut-larut dalam kesedihan, karena hidup masih berlanjut. Pagi ini Rav sudah sampai dikampusnya. Ia mencoba membuat raut wajahnya sesantai mungkin, mencoba bersikap sewajarnya seolah-olah tidak ada yang membuatnya sedih semalam. Namun tetap saja lebam dipipinya itu tidak bisa disembunyikan.

"Pipi lu kenapa bro? Ditampar bunda lu lagi?" Tanya Harraz saat Rav baru saja duduk di kursinya.

"Bunda cuma nampar gw sekali kok, dan gak sampai biru gini, Selebihnya gw yang nampar sendiri hahaha." Jawab Rav.

"Gw nggak mau ya Rav liat lo nyakitin diri lo sendiri kaya gini" Ucap Harraz menegaskan.

"Bukannya lebih baik gitu Raz?" Rav balik bertanya.

"Lebih baik apanya paijo, ga ada sejarahnya menyakiti diri sendiri itu lebih baik" Harraz sedikit memarahi Rav, karena Harraz tidak ingin melihat sahabatnya tersakiti seperti ini.

"Gw ngelakuin ini bukan tanpa alasan Raz. Maksud gw tuh supaya ada perbandingan rasa sakit. Supaya ada rasa sakit yang melebihi rasa sakit ditampar bunda. Dengan begitu tamparan bunda ga akan terasa sakit buat gw. Paham kan?" Ungkap Rav

Harraz hanya bergeming, mencerna kalimat yang barusan diucapkan Rav.

"Ga gitu konsepnya Rav, kalo lu mau luka lu ga terasa sakit, ya lu cari obatnya, kita obatin pelan - pelan. Bukan malah ditambah luka baru."

"Lo ga akan sembuh kalo gitu caranya." Sambung Harraz

"Assalamualaikum" Anaya berucap salam sembari berjalan memasuki kelas, membuat obrolan Rav dan Harraz terjeda.

"Waalaikumussalam" Jawab Rav, dan Harraz bersamaan.
Tak lama kemudian datang lah Jacky, dan Naren.

"Pipi lu kenapa Rav?" Tanya Jacky yang baru saja meletakkan tas nya di kursi.

"Mata lu juga keliatan sembab Rav" Sambung Naren.

"Gw ga kenapa napa brodi, nih gw senyum nihhhh" Rav tersenyum konyol, dengan memperlihatkan gigi kelincinya.
Namun Naren dan Jacky tak percaya bahwa sahabatnya baik - baik saja.

Naren pun mendekati wajah Rav, dan menyentuh pipi Rav yang terlihat memar.
"Sshhhh" Rav meringis.
"Bohong kan lo Samsul? Nggak kenapa napa kok kesakitan" Tutur Jacky

"Siape Samsul?" Tanya Rav pada Jacky.

"Terus siapa nama lu?" Sahut Jacky sambil terkekeh.

"Anjir lo" Jawab Rav Spontan.

"Lu nggak akan bisa nyembunyiin kesedihan lo dari kita Rav" Batin Harraz.

Anaya yang diam - diam memperhatikan wajah Rav, merasa kasihan melihat mata sembab dan memar dipipinya"

"Kok gw jadi pengen bantuin dia ya, kasian juga gw liat mukanya kusut begitu. Tapi gimana caranya ya gw bisa nolongin dia? Kalo tiba - tiba nanya kan gengsi" Batin Anaya seakan tahu apa yang dirasakan Rav.

"Rav, tugas kelompok dari pak nicky udah?" Anaya berbasa - basi kepada Rav, untuk memperhatikan memar di pipi Rav dengan jelas.

"Bagian gw si udah gw kerjain nay, kayanya tinggal bagian si Leo deh" Jawab Rav.

Luka Anak Kedua (RENJUN, WINWIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang