(1) Happines, I'm Comingg!

515 28 0
                                    

Tetesan merah menetes di kertas putih yang berisi ratusan coretan. Aisafa terhenyak sejenak, ia meraih tisu yang berada di atas nakas dan menyumbat sisa darah yang ada di hidungnya. Aisafa memejamkan matanya ketika pening yang melanda kepalanya kembali menyerang.

Ia melirik jam yang tergantung di dinding putih kamarnya. Kini jarum jam menunjuk pukul 02.05 WIB masih tersisa sejam kurang lima menit waktu istirahatnya. Ia dengan segera kembali mendudukkan dirinya pada kursi plastik yang telah menemaninya 2 tahun.

Walau pening yang menyerangnya sangat kuat tidak membuat ia berhenti untuk membolak-balikkan halaman buku dengan tebal halaman 356 lembar itu. Besok masih ada ulangan dan ia harus belajar kembali agar mendapatkan nilai sempurna.

Aisafa membuang tisu yang sudah hampir 90 persen berubah warna menjadi merah akibat darah di hidungnya yang tak berhenti mengalir. Ia meraih beberapa lembar lagi tisu  dan langsung menghapus noda darah yang sudah mengalir sampai bibirnya. Pening yang menyerang sudah merenggut setengah kesadarannya. Kepalanya berdenyut sakit. Dengan segera ia meraih kotak pil yang berada di laci mejanya. Ia menaburkan sekitar 7 pil sekaligus di telapak tangannya. Dan langsung menelannya tanpa air. Ia terjatuh di lantai ketika tenaganya menghilang.

"Hah, hah." Nafas Aisafa terengah-engah. Rasa pahit di tenggorokannya tidak sebanding dengan pening dan denyutan di kepala serta tubuhnya yang terasa seperti rohnya ditarik paksa keluar. Seluruh tubuhnya bergetar hebat, kesadarannya menipis sebelum sebuah cahaya terang menyelimutinya hangat.

________

Tubuh kurus ringkih yang sudah seperti mayat hidup, rambut kusut yang sudah seperti sarang lebah, ditambah muka kusam yang sudah tidak mandi selama 2 Minggu, begitulah setidaknya kondisi Valerie Hermione Claire De Trierweiler. Oh ia lupa bahwa gelar Trierweiler sudah terlepas dari namanya sejak 2 Minggu lalu ia dibuang dari sejarah keluarga kerajaan Inggrevada. Saat ini Valerie bukanlah seorang putri kerajaan yang tidak dianggap, melainkan hanyalah seorang rakyat jelata yang untuk makan saja harus mengemis terlebih dahulu pada orang-orang yang berlalu lalang.

Tubuh kurus kering yang sudah tidak makan selama 3 hari itu berjalan perlahan menuju arah air sungai yang mengalir. Setidaknya, rasa hausnya akan mereda setelah meminum air sungai yang jernih tersebut.

Akan tetapi sayang beribu sayang mungkin hanya sekitar 4 langkah lagi ia sampai namun kaki yang menjadi tumpuan sudah tidak kuat menahan beban. Energi kehidupannya tertarik sempurna, dan kesadaran yang sedari tadi dipertahankan akhirnya runtuh juga.

Dalam hati Valerie mengucapkan syukur dan terima kasih karena penderitaannya berakhir disini. Walau sungguh tidak rela, semasa hidup ia tidak pernah tahu apa itu yang namanya kebahagiaan. Sebelum jiwanya benar-benar melepas diri dari raga, ia berdoa pada sang kuasa agar ia didatangkan kebahagiaan yang tiada berujung dan semoga para manusia hina yang membuatnya seperti ini mendapat akhir yang sama seperti perbuatannya.

__________

Seperti tersengat aliran listrik bertegangan tinggi, Aisafa tersentak, kedua bola matanya terbuka lebar dan pemandangan aliran sungai berwarna biru jernih seperti di buku dongeng yang ia baca saat kecil langsung menyambutnya. Dengan perlahan ia bangun walau tubuhnya sungguh seperti tidak memiliki energi sekarang. Otak Aisafa mulai bekerja ketika menyadari bahwa ia bukan tengah berada di kamarnya.

Ia melihat sekeliling, didepannya terdapat hamparan sungai panjang jernih dengan hutan yang berada di belakang. Dan di belakang dirinya sendiri, berbagai orang berlalu lalang, dan tunggu, pakaian yang mereka gunakan terlihat seperti pakaian abad pertengahan. Dan apa itu? Cahaya berwarna biru yang mengalir dari tangan seorang yang tengah menyiram sebuah tanaman lalu air muncul dari tangan orang itu.

Happines, I'm Comingg!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang