Chapter 26 : Berdiskusi

472 55 3
                                    

JAM KOS itu kompensasi bagi murid, seperti itulah gambaran senangnya para murid Manajemen kelas Sheila jika guru mendadak rapat.

Jika teman-temannya memutuskan untuk menonton pertandingan basket antar kelas yang sedang ada jam olahraga, Sheila memutuskan untuk berdiam diri di kelas sembari menatap laptop. Gadis itu tengah menyelesaikan naskah novelnya untuk hari ini sebelum ia publikasikan disalah satu aplikasi malam nanti.

Memijit kepala pelan karena terlalu fokus, Sheila menatap outline naskahnya yang sudah hancur berantakan. Sheila memang seringkali merubah alur cerita dari outline yang sudah ia buat, dan itu sedikit membuatnya pusing akan revisi di mana-mana. Outline itu adalah garis besar ide penulis yang sudah direncanakan sejak awal. Namun, satu dari banyak kekurangan yang Sheila sadari, ia sering kali tidak fokus dan konsisten dalam mengatur waktu untuk menulis.

Sedang fokus mengetik, Sheila mendongak saat melihat tangan yang terulur di meja. Gadis itu menatap kertas yang baru saja seseorang simpan. Seketika, Sheila mengingat sesuatu.

"Surat kemarin, gue lupa kembalikan."

Mengerti kertas apa itu, Sheila mengambil surat yang Razka maksud. "Terima kasih, ya," ucap Sheila, membuat Razka mengangguk. Ini adalah surat yang membuat heboh satu kelas karena menyangkut pautkan namanya.

"Oh, iya, Razka." Sheila memanggil kembali.

Menoleh, Razka menatap Sheila. "Iya?"

"Kamu satu kelompok dengan saya buat persentasikan materi Kewirausahaan, kan? Saya bingung kita harus memasarkan produk apa, kamu ada ide tidak?" tanya Sheila, pelan.

Sedikit terdiam dengan apa yang ia dengar, Razka menggaruk keningnya sebentar. Benar, juga, Razka melupakan hal itu. Padahal, pembagian kelompok sudah ia dapatkan malam tadi via grup kelasnya. Praktik ujian harus ia lakukan bahkan sebelum ujian sekolah terlaksana.

"Bagaimana kalau kita diskusikan sekarang? Lo gak keberatan, kan?" tanya Razka, menatap Sheila.

Sempat menolehkan kepala ke arah kiri dan kanannya untuk melihat sekitar, Sheila kemudian mengangguk. "Boleh."

Tersenyum dan segera duduk di bangku pinggir meja Sheila, Razka termenung saat melihat banyaknya buku yang tertata rapi. Lantas, pemuda itu beralih menatap Sheila yang sibuk merapikan pensil serta balpoin yang berceceran.

"Maaf, ya, berantakan."

"Kok minta maaf?" tanya Razka terkekeh. Pemuda itu kemudian bangkit untuk mengambil bukunya yang tersimpan di laci meja. Tak lupa, Razka memastikan dulu pintu kelas agar tidak tertutup, ini pasti membuat Sheila sedikit tidak nyaman karena harus berdua dengannya di kelas.

Kembali duduk saat Sheila sudah siap dengan bukunya, Razka langsung mendapat opini yang Sheila utarakan.

"Karena minggu kemarin Pak Adam pernah bilang kita harus memasarkan produk makanan ringan atau benda yang sekiranya cukup dengan modal yang kita punya. Saya belum kepikiran sampai saat ini harus memasarkan apa, terlintas kemarin di kepala saya tentang makanan itu hanya tentang frozen food,"

"Frozen food buatan sendiri atau reseller, La? Kalau reseller itu artinya kita harus cari supplier yang benar-benar sesuai," ucap Razka. Membuat Sheila terdiam sambil menangkup tangan.

"Tapi kalau kita milih reseller, resiko yang kita ambil cukup banyak, Raz. Kamu tahu sendiri apa yang dipaparkan Pak Adam kemarin tentang resiko dalam penjualan," balas Sheila. Membuat Razka membaca apa saja yang dicatatnya minggu kemarin.

"Kita cuma dua orang? Apa enggak sebaiknya kita minta keringanan untuk penambahan anggota jadi empat atau tiga? Pemasaran enggak se-simple yang ada di materi, kita harus cukup relasi untuk saat ini, diruang lingkup sekolah," tambah Sheila.

SHEIRAZ PLAN ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang