BAB SATU

1 1 0
                                    

"Kedua kembar itu menarik. Rambut pirang dan mata semerah darah."

.

TANAH basah, bau embun, dan bau besi bercampur di udara. Lucas diam memperhatian Luca yang tertidur pulas dalam pelukannya. Di antara keheningan hutan tempat mereka berada, sesekali suara lonceng di kaki Luca terdengar memecah keheningan saat gadis itu bergerak dalam tidurnya.

Mata Lucas menatap dingin pada beberapa mayat di hadapan, tergeletak mengenaskan dengan bagian tubuh berceceran di mana-mana; tidak lengkap. Dengan perlahan dan hati-hati Lucas menggendong Luca persis seperti menggendong anak bayi.

Dia berjalan menjauh dari sana, tidak ingin bau menyengat tersebut mengusik Luca dalam tidur nyenyaknya.

.

INI adalah Dresia; kota paling utara di Arodel.

Clarion Saylwester yang sudah hidup selama tujuh belas tahun di sini akhirnya memutuskan untuk pindah. Gadis bermata hitam sipit itu nantinya akan pergi ke luar negeri setelah lulus satu tahun lagi. Dia harus membereskan semua urusannya di kota penuh hutan ini sebelum ujian akhir bermunculan.

Sebagai kota yang sepanjang tahunnya bersuhu rendah, Dresia selalu penuh dengan hawa mistis. Sekte terlarang maupun makhluk-makhluk bukan manusia tidak akan pernah terlewatkan di berita pagi. Sebagian besar warganya percaya akan keberadaan mereka, yang membuat hal-hal tidak normal itu terus berkembang di masyarakat, bahkan menjadi buah bibir kota lainnya.

Ini adalah Dresia; kota tanpa hal normal.

.

CLARION mengikat rambut hitam lurusnya menjadi ekor kuda, berayun ke kanan dan ke kiri dalam setiap langkah. Di antara penduduk Dresia yang berambut cokelat dengan mata berbagai warna; penampilan satu warnanya selalu memikat siapa saja yang melihat. Dia adalah salah satu gadis populer di Unisa—SMA paling terkenal di Dresia.

Gadis itu pergi ke lokernya untuk menyimpan buku setelah bel pulang berbunyi.

"Mau ke mana kau malam ini?" Mei, teman akrabnya datang dalam satu gerakan. Parfum melatinya yang menyengat membuat Clarion hampir pingsan.

Gadis itu berjalan pergi dengan cepat, tetapi Mei terus mengikuti.

"Sumpah, aku akan mengirimimu satu box parfum ketimun besok." Gadis itu mencoba menghirup napas setipis mungkin.

Mei tertawa. Gingsulnya yang terlihat membuat penampilan gadis bertubuh ramping itu makin menarik. "Jangan. Kudengar bau ini bisa memikat immortal, tau."

"Oh," Clarion mencibir, "kau sadar kalau dirimu tidak cukup baik untuk memikat mereka apa adanya?"

"Jangan terlalu terus terang." Sambil berjalan, Mei sekali lagi menyemprotkan parfum keramatnya, membuat orang-orang di koridor mengumpat. "Aku bukan kau yang bisa disukai banyak pria tanpa melakukan apa-apa."

Clarion memutar mata.

"Mengaku saja. Seluruh Unisa juga tahu kalau banyak pria memujamu. Atau jangan-jangan kau sudah punya pawang lagi. Sakit sekali hati ini karena tidak diberitahu, padahal kupikir kita teman dekat."

Clarion mendengkus. "Aku tidak punya pacar."

"Kalau begitu kau harus mencari satu." Mei membuka ponselnya. "Kudengar Emile akan mengadakan pesta malam ini. Kau tidak akan sendirian saat prom, bukan?"

Mereka berhenti di pinggir lapangan.

"Kita baru saja naik kelas, jangan terlalu terburu-buru untuk prom. Lagi pula aku sudah punya rencana lain." Clarion mengedikkan bahu.

VEGANIES: Dark ReunionWhere stories live. Discover now