BAB DUA

0 1 0
                                    

RUMY Jashery adalah tipikal serigala berbulu domba. Dia memiliki rambut hitam lurus yang rapi, disertai mata merah yang menenggelamkan. Ekspresinya selalu tenang dan senyumannya selalu mendamaikan. Akan tetapi, semua orang tahu kalau pemuda itu berjiwa liar.

Dia mengenakan celana boxer selutut dengan kemeja hitam yang tidak dikancing, mempertontonkan dada terbuka yang penuh bekas luka. Entah dari mana dia mendapatkannya. Di leher, masih melingkar kalung berbandul batu merah mengkilap yang dia curi dari Clarion.

"Jangan mau dimakan habis olehnya." Tyes meninggalkan kecupan di pipi Clarion sebelum pergi.

Orang-orang yang tadinya berada di sekitar langsung menjauh, membuat sudut yang masih agak ramai menjadi sepi.

"Kapan kau akan mengembalikan kalungku?" tanya Clarion. "Memalukan menyimpan barang mantanmu, tahu?"

Rumy duduk berdempetan dengannya, merangkul begitu saja. "Aku tidak pernah setuju untuk putus."

"Cukup," Clarion mencoba mendorongnya, "sudah kubilang aku tidak akan membocorkan rahasia kalian. Tidak ada untungnya juga buatku."

"Aku tidak mempermasalahkan hal itu. Tidak masalah meski kau mengatakannya pada seluruh dunia."

"Ya, benar. Orang-orang malah akan menganggapku gila, karena hal-hal seperti vampir itu tidak ada."

"Veganies—Sayang. Kami bukan Vampir."

"Terserah." Clarion memutar mata.

Dia bukannya orang tanpa pengalaman jika itu berhubungan dengan laki-laki. Namun, memang hanya Rumy yang membuatnya terus terlena tiap harinya. Sampai pada suatu malam pemuda itu ingin menggigit lehernya. Katanya untuk membuat Eren atau semacamnya—yang dia tidak paham.

Melihat reaksi keras Rumy saat ditolak, Clarion tahu itu bukan hal yang sederhana, jadi mereka putus. Dia memutuskan pria itu begitu saja, bahkan lupa bagaimana caranya kabur dari rumah pria itu.

Rumy sempat ingin mengamuk, tetapi dua temannya datang tepat waktu untuk menghentikan. Clarion yakin dua orang yang selalu bersamanya itu juga bukan manusia.

"Aku merindukanmu," bisik Rumy di telinganya.

Dalam satu dorongan geli, Clarion melepaskan diri dari mantannya itu. "Jangan buat aku jijik, tolong?"

Meninggalkan Mei yang masih bercumbu ria dengan pemuda asing berambut cokelat di tepi kolam, Clarion memasuki aula pesta, melewati tempat ramai itu sebelum menuju gerbang depan.

Emila menghentikannya di tengah jalan. "Hei—"

Clarion memberi tatapan bingung melihat pemuda usil yang baru akan menempelinya itu tiba-tiba menghentikan langkah.

"Kau balikan dengan Rumy?"

"Mana mungkin! Tidak—kenapa kau menanyakan itu?"

Emile memberikan senyum mencurigakan, memperhatikan Clarion dari atas ke bawah, seakan meniti gadis itu. "Bagaimana mengatakannya, ya? Aura ..., jika kuberitahu kau juga tidak akan mengerti. Lupakan saja. Ngomong-ngomong, kau mau ke mana?"

Clarion berdecak, tidak menjawab pertanyaan pemuda itu. Dia menghampiri taksi pesanannya dan berniat kembali ke asrama. Dia suka pesta jika tidak ada salah satu mantannya di sana.

Malam di Dresia tidak pernah menjadi malam yang tenang. Suara serigala yang tiba-tiba bersahutan saat melewati area yang agak rimbun adalah hal yang wajar. Di beberapa tempat, seperti ada banyak pasang mata yang menatap.

Kasus kematian di kota ini memang tinggi, tetapi kasus kanibalisme lebih tinggi lagi. Gigitan pada tubuh mayat yang baru ditemukan saat fajar tidak pernah meninggalkan berita.

VEGANIES: Dark ReunionМесто, где живут истории. Откройте их для себя