🌷 ARC 1 : TRANSMIGRASI

510 31 0
                                    


Meskipun Gisel berhasil melewati masa-masa kritisnya, tetapi gadis itu masih saja memejamkan matanya rapat. Laksana Snow White yang tertidur lelap setelah memakan apel beracun.

Reja selalu setia menungguinya.

Tanggal 13 Mei pun akhirnya terlewat. Pagi bersambut, membawa harapan baru bagi setiap orang.

Jemari Gisel yang digenggam Reja bergerak perlahan, membuat Reja terjaga dari tidurnya. Cowok itu antusias, menyangka Gisel sudah sadar.

Namun, nyatanya tidak.

Gadis itu tetap tak sadarkan diri, tetapi mulutnya mengigau sesuatu yang mampu membuat jantung Reja serasa ingin bergeser dari tempat.

"Makasih, Eja. Eja emang hebat. Aku tunggu di dunia nyata, ya."

Kedua mata Reja berbinar, pupilnya membesar. Jantungnya berdebar tak karuan, matanya pun kian berembun.

Memang singkat dan terdengar parau, tapi itu saja sudah cukup untuk membuat kegelisahan dan kekhawatiran dalam diri Reja menguap tak bersisa.

Satu hal yang Reja pahami kini.

Dia berhasil.

Misinya menyelamatkan Ruby berhasil!

Barulah saat itu, kedua kelopak mata Gisel yang terpejam selama berjam-jam mulai terbuka perlahan. Reja segera menekan bel di belakang ranjang, memanggil dokter dan perawat datang.

"Om, Tante, Gisel udah sadar." Reja juga mengabarkan pada Griffin dan orangtuanya.

Mereka bahagia mendengar kabar itu. Tak terkecuali para inti Trevor.

Dengan ini, tugas Reja selesai.

Ia kembali ke markas, untuk mengucapkan terimakasih banyak pada teman-temannya yang dengan baik hati memberikan bantuan.

Di rooftop itu, Reja dan kelima inti Trevor duduk di pinggir beton, memandang langit pagi yang begitu cerah seperti suasana hati mereka.

"Mm, Ja. Dunia nyata itu ... kayak apa, sih?" Cukup lama diam, akhirnya Felix menceletuk penasaran. Masih dengan tatapan mata yang lurus tertuju pada langit.

Reja tersenyum, menjawab, "Dunia nyata itu bisa dilihat dari dua sudut pandang. Sama aja, sih, kayak dunia fiksi ini. Bedanya, dunia nyata lebih kejam. Lo pasti ga akan tahan."

Perkataan Reja menimbulkan ketertarikan bagi mereka berlima untuk menatapnya.

"Bagi orang yang bahagia, dunia nyata itu indah. Tapi, buruk bagi orang yang sengsara," tambah Reja.

"Kita boleh ikut, ga?" Ran memiringkan kepalanya, bertanya.

Reja terkekeh. "Jangan, lebih enak tinggal di dunia kalian sendiri. Liat aja, kalian punya latarbelakang bagus, kemampuan luar biasa, dan peran yang keren. Jadi, masih kurang apa lagi?"

Kalimat Reja itu, akan mereka anggap sebagai pujian.

"Bentar lagi, ketika gue tutup mata, berarti waktu gue udah abis. Sebelum itu terjadi, gue mau ngucapin makasih banyak sekali lagi buat kalian, karena bersedia bantuin gue," ucap Reja tulus dari lubuk hatinya.

Mereka mengangguk serempak, "Kita juga seneng bantuin lo, Ja."

Nicko bersidekap tangan, melirik Reja ragu-ragu. "Soal kesepakatan lo sama Rei, isinya apaan, Ja?" tanyanya.

Reja menatapnya, memberikan senyuman tak berdosa, lantas menjawab, "Rahasia."

Nicko mendengus dibuatnya, hendak bertanya lagi, tapi Reja sudah keburu memejamkan mata dan rubuh ke belakang. Membuat mereka semua kaget.

ALAVENDERWhere stories live. Discover now