🌷 EXTRA PART I || ARC 1

601 26 0
                                    


Satu tahun berlalu.

Kini Ruby sedang mendekap bayi mungil dalam gendongannya. Anak pertama hasil kerja kerasnya dengan Reja di malam yang penuh cinta.

Bayi itu berusia dua minggu.

Diberinya nama Orion Reo. Bayi yang sehat dan normal. Tak kekurangan sesuatu apapun. Walau melahirkannya tak mudah, tapi Ruby telah berjuang mempertaruhkan hidup dan mati demi membawanya lahir ke dunia.

"Anak Bundaa," gumam Ruby seraya memandangi putranya yang terlelap. Sesekali ia mengunyel-unyel pipi bayi itu karena terlalu menggemaskan.

Reja pulang.

Meletakkan tas kerja di sofa, lalu melepas jasnya juga. Ia segera menghampiri Ruby dan anaknya untuk mengobati rasa lelahnya.

Reja mengecup singkat kening Ruby, lalu beralih menciumi sang bayi yang terlelap dalam dekapan istrinya. Ruby memberikan Reo pada Reja, sementara dirinya akan pergi ke dapur menyiapkan makan malam.

Setelah menikah dan punya anak, Ruby sudah tak terlalu malas-malasan. Ia berusaha bersikap dewasa dan berperan sebagai istri serta ibu yang baik bagi keluarga kecilnya.

Dia mengurangi kebiasaan buruknya pelan-pelan, sampai akhirnya mulai terbiasa dengan kehidupan rumah tangga. Meski terkadang sesekali masih bersikap manja pada Reja karena naluri innerchild-nya tetap melekat.

Hidup mereka berjalan normal. Walau tidak tajir melintir bergelimang harta, setidaknya hidup mereka berkecukupan. Keuangan stabil, memiliki pekerjaan tetap, saling bahu-membahu dalam rumah tangga, dan saling bergantian merawat anak.

Ketika Reo kecil menangis karena kehausan di tengah malam, bukan hanya Ruby yang terbangun tapi juga Reja. Laki-laki itu bahkan menyuruh Ruby untuk tidur saja jika mengantuk. Soal Reo, biar dia saja yang mengurusnya.

Reja selalu mengalah dalam segala hal. Dia tak ingin Ruby kelelahan karena merawat Reo. Makanya dia selalu memaksakan diri walau lelah bekerja seharian.

Hingga suatu hari,

"Sayang, kamu kenapa?" Ruby bertanya khawatir.

tubuh Reja yang lelah sudah tak kuat menahan semuanya. Laki-laki itu tumbang, wajahnya pucat, bibirnya kering, matanya terpejam rapat.

Ruby panik, memanggil ambulans untuk datang. Di rumah sakit, Reja dinyatakan mengidap anemia, perlu dirawat untuk sementara waktu.

"Aku gapapa, kok. Ga usah khawatir, setelah istirahat sebentar aku bisa langsung pulang," kata Reja menenangkan, ketika Ruby memberikannya tatapan iba.

Istrinya menggeleng cepat. "Nggak, kamu harus dirawat di sini. Jangan maksain diri, aku ga mau kamu kenapa-kenapa. Ga usah banyak pikiran, urusan rumah biar aku yang tangani."

Reja mengembuskan nafasnya dan tersenyum lemah. Keadaannya benar-benar membuat Ruby khawatir sekaligus prihatin.

"Ja, lo gapapa? Apanya yang sakit?" Pintu ruang inap terbuka, Jean merangsek masuk sambil melancarkan pertanyaan. "Kan gue udah bilang supaya lo jangan terlalu maksain diri. Sekarang liat, lo beneran tumbang kan?"

Reja mendengus, "Lo masuk kamar orang ga ada sopan santunnya sama sekali, ya. Udah tau gue lagi sakit, malah main nyelonong aja!" protesnya.

Jean berdiri di sisi ranjang. Berkata, "Gue kan khawatir. Wajarlah kalo panik." Kemudian dia meletakkan sekeranjang buah yang dibawanya ke meja. "Makan buah yang banyak, supaya cepet sehat."

Reja bergumam tak jelas, lantas bilang makasih.

"Yang ikhlas dong bilangnya!" Jean memprotes.

"Makasih banyak untuk buahnya, Jean." Ruby yang menceletuk, mewakili Reja. Wajahnya tak menunjukkan ekspresi apapun.

ALAVENDERNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ