Jangan panggil kakak !

133 13 1
                                    

Junod dan Fatimah dengan khusyuk mengikuti setiap sesi acada pengajian malam itu, sampai pada acara inti mereka masih tetap duduk anteng di bangku masing-masing yang sudah di sediakan.

Dan yang pasti ada sekat pembatas antara bangku para lelaki dan para perempuan. Agar menghindari hal yang tak etis di kalangan pondok pesantren tersebut.

Junod duduk di samping kanan Bara, sedangkan Dimas ada di samping kirinya. Orang itu seperti sengaja ingin mendekati Junod, belum tahu saja bagaimana es kutub kalau terkena sesuatu yang panas ya. Bisa buat orang celaka.

Kepeleset misalnya !

"Aku masih nggak percaya, Fatimah udah ada calon suami !" Suara Dimas terdengar lirih di samping Junod, namun jelas masih terdengar jelas di telinga sih kutub Utara.

Junod melirik tanpa minat, tak berniat juga untuk menanggapi orang yang jelas dirinya anggap tak penting itu.

"Dan aku juga tak yakin, kamu lelaki yang tepat dan baik untuk Fatimah.. dia gadis baik-baik yang cocok nya hanya untuk lelaki yang baik-baik pula !" Dimas berucap lagi, padahal Junod sudah tak menanggapi.

Namun Junod jadi menoleh dengan tatapan datar nya, karena ucapan tak penting dari Dimas.

"Orang baik tidak butuh di akui dirinya baik.. cukup orang lain yang bisa menilai, bahwa orang itu cukup baik dan layak di sebut baik !" Dimas sampai butuh mengerjabkan matanya sekali, karena ucapan Junod.

Antara tepat, namun butuh di ajak muter dulu otaknya. Agar sampai tujuan tanpa tersesat.

"Intinya, Fatimah nggak mungkin dengan rela begitu saja di jodohkan dengan orang seperti kamu.. aku lebih layak jadi pendamping nya !" Akhirnya perkataan itu keluar juga.

Junod tersenyum miring, dirinya sejak awal sudah menduga. Jika lelaki tak penting di sampingnya ini memiliki perasaan pada gadis kecilnya.

Ingin sekali Junod mengatakan sebenarnya, bahwa sejak awal Fatimah lah yang sudah tergila-gila pada ketampanan nya kan. Namun Junod tak akan pernah mengatakan kebenaran itu, karena jelas itu akan merendahkan Marwah Fatimah sebagai seorang wanita Solehah dan terdidik kuat ilmu agama nya.

"Sayangnya, Fatimah tak menyukai orang yang terpaut lebuh tua jauh darinya.. dia lebih suka pemuda yang masih fresh !" Kata Junod santai, dengan kembali menatap depan panggung.

"Apa kamu bilang ?" Dimas sampai menyentak bahu Junod sedikit kasar, agar mau menghadap padanya, "Maksud kamu, aku ini tua ?" Tanya Dimas tak terima.

"Bukan saya yang bilang, itu keluar dari mulut anda sendiri loh ya !" Ucap Junod jadi terkesan sangat formal.

"Kurang ajar !" Dimas sudah akan bangkit, saat Bara yang ada di samping kanan Junod lebih dulu berdiri.

"Dim, bisa kita bicara sebentar ?" Kata Bara dengan tatapan yang sulit di artikan.

Dimas jadi gelagapan sendiri, "I-iya A' !".

"Junod, kamu juga ya.. kita bicarakan ini diluar" Bara ternyata juga meminta Junod untuk keluar terlebih dahulu.

Junod tak menjawab, namun dirinya mengangguk dan berdiri mengikuti langkah Bara yang lebih dulu berlalu.

Akhirnya Junod, Dimas dan Bara berlalu pergi dari tenda, menuju keluar sedikit menjauh dari kerumunan.

"Ada apa ini sebenernya ? Aku perhatikan sedari tadi kalian debat dengan suara lirih, namun cukup mengganggu orang lain !" Kata Bara to the points.

Dimas yang tanya tak mau mengangguk kepalanya, sedari tadi dirinya hanya menunduk. Karena merasa malu, Bara tahu akan perdebatan tadi. Padahal sedari awal bertemu dengan keluarga Fatimah, Dimas selalu terlihat santun dan baik tutur katanya.

Putih abu-abu ( Junod & Gadisnya)Where stories live. Discover now