19 - Harapan Dikabulkan Dengan Instan

120 25 0
                                    

"H-Hey. Tapi kau sudah bertekad u-untuk tidak menyerah begitu saja, s-sebelum kau mendapatkan apa yang pantas k-kau dapatkan. Keinginanmu untuk menikah dan dicintai sepenuh hati oleh s-suamimu. Kau b-berjanji untuk setidaknya bertahan, sampai impian konyolmu itu terlaksana. Jadi kumohon, j-jangan menyerah. Tidak ada yang mustahil di dunia ini. Mungkin bagi kita ada, tapi tidak ... jika bagi Tuhan."

Keira terkekeh lagi, masih dengan kekehan lirih dan getir. "K-kau! B-bukankah kau selalu mengejekku, karena menganggap i-impian yang aku jadikan s-sebagai pacuan untuk bertahan hidup itu, a-adalah mimpi terkonyol yang pernah k-kau dengar? Kenapa t-tiba-tiba mendukungku?"

Di sebrang sana, Sarah pun ikut terkekeh getir. "Karena setelah kau mengatakan ... bahwa kau bahkan sama sekali tidak akan m-merasa keberatan, jika pun kau mendapatkan seorang suami psikopat dan pembunuh berdarah dingin, saat itu aku mengerti ... kau hanya ingin dicintai. Kau hanya ingin memiliki seseorang yang mengutamakan kebahagaiaanmu dibandingkan dengan apa pun d-di dunia ini. Kau hanya ingin ada seseorang yang berkata padamu, bahwa semuanya akan baik-baik saja, meskipun kenyataannya, keadaanmu sangat-sangat kacau. Kau ingin ada seseorang yang mendukungmu, di saat kau benar-benar terpuruk. Aku mengerti itu, Keira. Jadi kumohon, jangan menyerahkan hidupmu pada penyakit sialan itu. Kau bisa melaluinya, hemmm?"

Keira berdecih, pelan. Masih setia ditemani air mata dan isak tangis yang mulai menyapa. "Kau konyol sekali. Kau dapat kata-kata menggelikan seperti itu dari mana, ha? Apa kau menghapalnya dari sosial media?"

"Keiraaaa ...."

"Tidak bisa, Sarah," lirih Keira perih. Ia memejamkan pelupuk matanya sesaat, membiarkan air mata semakin deras berderai dari sana. "Kenyataan bahwa bibi'ku sendiri menjualku tanpa menunjukan rasa bersalah atau belas kasih, membuatku menyadari ... bahwasannya tidak akan ada yang mampu mencintai dan menyayangi diriku sebesar kedua orangtuaku dan juga nenek'ku. T-tidak ada point berarti bagiku saat ini untuk tetap bertahan di dunia yang kejam ini, Sarah. Aku ingin menemui mereka. M-mereka yang mencintai dan menyayangiku lebih dari apa pun."

"Lalu bagaimana denganku? Apa kau akan pergi meninggalkanku begitu saja?"

Keira tersenyum. "Kau tidak sendirian, Sarah. Ada Andrew. Dia sangat mencintaimu. Aku tahu, dia selalu merasa kesal setiap kau memilih untuk memprioritaskanku dibandingkan dengannya. Aku tidak ingin terus menerus menjadi benalu dalam kehidupanmu. Kau juga berhak memperjuangkan kebahagiaanmu sendiri. Jadi kumohon ... jangan membuatku memaksakan keadaan dan memaksa Tuhan untuk memberiku waktu untuk hidup lebih lama, saat Dia sendiri sudah menungguku untuk kembali pada-Nya dalam waktu dekat."

"Jadi itu alasan, kenapa kau sampai menghentikan pengobatanmu?"

Keira terkekeh getir lagi seraya menundukan pandangan. "Kau sudah tahu rupanya." Menggigit bibir bawahnya yang gemetar cukup kuat, ia kemudian mengangguk. "Hemmm. Anggap saja begitu."

Sarah di sebrang sana membuang napas kasar. "Dengar, Nona Keira Nelson ... aku tidak akan membiarkanmu menyerah begitu saja. Kau kira Tuhan sudah menunggumu untuk kembali pada-Nya? Fuck that shit! Aku tidak akan membiarkanmu pergi sebelum kau mendapatkan apa yang seharusnya kau dapatkan di dunia ini. Jadi sampai saat itu, kau harus tetap hidup. Kau mengerti?!"

Keira tersenyum lembut, mendengar sang sahabat meneriaki dirinya sambil menangis dan memintanya untuk tetap bertahan, sungguh mampu membuat hatinya menghangat.

Setidaknya ... masih ada Sarah yang perduli padanya dan menyayanginya dengan setulus hati, meskipun ia tahu ... terkadang ia menjadi penghambat bagi kebahagiaan sahabatnya itu.

"Baiklah. Kalau begitu ... aku akan bertahan. Aku akan memaksa Tuhan untuk membagi umurmu denganku. Tapi setidaknya ... kau harus mengabulkan satu keinginanku untuk itu," tutur Keira, penuh kesungguhan.

"Apa?!"

Keira terkekeh, menyadari jika sepertinya saat ini Sarah tengah benar-benar marah padanya. "Terima ajakan Andrew untuk menikah. Jadikan dia prioritas utamamu, karena aku tahu ... Andrew sangat mencintaimu. Aku sangat menyetujui hubungan kalian."

"Ke-Keira, tapi k-kau tahu ... Andrew ada-" "Apa? Bahwa dia adalah mantan kekasihku? Lalu apa salahnya dengan itu?" Keira memotong perkataan Sarah.

"Apa kau tahu, jika setelah malam itu, bi Stella menghilang?"

Mendengkus pelan sambil tersenyum miring meremehkan, Keira memutar bola matanya jengah. "Lagi. Kau selalu saja mengalihkan pembicaraan setiap kali aku membahas hubunganmu dengan Andrew."

Sarah berdehem kikuk. "Dengar. Andrew adalah mantan kekasihmu. Aku bahkan tidak memiliki hubungan dekat dengannya. Kami hanya berteman biasa saja."

"Terserah. Kau pikir aku tidak tahu, jika kau dan Andrew sama-sama memiliki perasaan lebih? Andrew bahkan dengan gamblangnya mengatakan, bahwa dia ingin menikahimu. Aku tidak ingin tahu lagi, pokoknya kau tidak boleh menutup-nutupi perasaanmu lagi, hanya karena kau merasa tidak enak padaku. Kau mengerti?"

Keira menyeka seluruh air mata yang masih menggenang di wajah dengan telapak tangan mungilnya. Ia tersenyum. "Aku akan meminta ijin pada Tuan E untuk menemuimu nanti. Sekarang aku harus pergi."

Gadis cantik itu bahkan tidak menunggu Sarah di sebrang sambungan sana untuk memberi respon pada setiap kalimat yang ia lontarkan dan langsung memutuskan sambungan panggilan suara tersebut begitu saja.

Keira menatap layar ponsel yang ia genggam di atas pangkuan dengan tatapan nanar. "Bi Stella menghilang? Apa maksudnya itu?"

Tak dapat dipungkiri, satu kalimat yang Sarah jadikan untuk mengalihkan pembicaraan itu, ternyata sukses membuat Keira merasa penasaran.

Gadis itu kemudian membangkitkan diri dari duduknya, lalu berjalan menuju ke arah pintu kamarnya dan ke luar dari sana.

Satu hal yang sama sekali tidak Keira ketahui, bahwa di tempat lain, sepanjang waktu ... selama dirinya berada di dalam kamar megah yang Ethan siapkan untuknya tersebut ... seseorang bisa melihat apa yang ia lakukan dan mendengar apa yang ia bicarakan.

Ethan Stewart. Vampir tampan yang saat ini berada di dalam mobil - duduk tenang di kursi penumpang yang tampak begitu mewah itu, menatap layar televisi besar yang ada di hadapannya dengan tatapan dingin, beraura gelap dan mengintimidasi.

Salah satu tangannya ia angkat, menyentuh lembut airpod yang bertengger di salah satu daun telinganya. "Pak Choi?"

"Iya Tuan?" Seseorang yang Ethan panggil pak Choi, menjawab perkataan Ethan, berkomunikasi melaui airpod yang Vampir tampan itu kenakan.

"Siapkan gedung dan segala hal yang diperlukan untuk melaksakanan sebuah pernikahan," titah Ethan, penuh tuntutan dan mengintimidasi.

"P-pernikahan? Pernikahan untuk siapa, Tuan?"

"Aku ingin dalam waktu tiga hari, segalanya sudah siap. Jika kau memerlukan nama pengantin untuk kau daftarkan, maka Ethan Stewart dan Keira Nelson adalah nama mereka. Dan jika kau memerlukan berkas-berkas penting lainnya, kau bisa memintanya pada Gerald. Kau mengerti?"

"M-maksud Tuan? Tuan Ethan St-Stewart?"

Ethan tersenyum sinis. "Apa kau mengenal orang lain yang bernama Ethan Stewart selain diriku?"

"T-tidak. Ti-tidak, Tuan. Baik. A-akan segera saya s-siapkan segalanya."

Tbc ....

Through Your Veins | CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang