01 ; Een Gedroomd Evenement.

31 14 61
                                    

SEVEN berdiri menghadap gedung yang bila dilihat melalui eksterior gedung tersebut jelas sebuah galeri seni lantaran tampak logo De'I Gallery terpanjang di bagian sisi atas gedung. Satu menit telah berlalu dan Seven akan tetap pada posisi jikalau seseorang tak bertegur sapa dengan laki-laki ini.

"Seven, ya?"

Seven tersentak. Ia lalu mengangguk. "Pak Sam?" tanya Seven balik, memastikan.

"Astaga. Saya pikir kamu gak akan hadir ke acara ini. Karena kata asisten saya, butuh lima kali kirim undangan padamu sampai benar-benar dibalas." Samuel tergelak. Seven turut tertawa, kalem. Omong-omong ia adalah Samuel De'I Wiratama, sang owner dari De'I Gallery. Asal mula Samuel mengenal Seven kala ia menghadiri pameran tunggal Seven di Amsterdam tahun lalu.

"Maaf, Pak Sam. Saya memang sulit dihubungi. Laman email saya penuh notifikasi, beruntung undangan Pak Sam terlihat saat saya lagi santai." Eksplikasi Seven dibalas anggukan paham oleh Samuel di sela suara tawa.

"Iya, iya, saya mengerti kok. Oh ya, makasih udah menyempatkan waktu buat hadir ke acara peresmian galeri seni saya, Ven." Tangan Samuel terangkat menepuk pundak Seven sebanyak tiga kali.

"Selamat atas peresmian De'I Gallery setelah beroperasi selama dua tahun, Pak Sam." Seven mengulas senyum. "Semoga pula acara ini berjalan lancar."

Samuel memanggut. "Amin. Gimana? Masa kita diem aja di sini? Ayo?" bentangan tangan Samuel memberikan isyarat pada Seven untuk segera memasuki gedung baru De'I Gallery.

•••

Pukul 18:00. Lobi De'I Gallery dipadati oleh begitu banyak tamu, wartawan, komisaris, pengunjung serta kerabat dekat Samuel duduk di masing-masing tempat kala menanti kehadiran pidato pembukaan acara dari sang pemilik galeri seni yakni Samuel De'I Wiratama. Jenjang kamera rekam serta foto milik wartawan terpampang berbaris rapih paling depan sebagai media dokumentasi.

Seven mencari tempat area para tamu undangan yang pantas ia duduki ketika tak sengaja ia melihat namanya tertera pada kertas yang menempel di salah satu meja kosong paling ujung deretan kerabat Samuel. Kendati ragu sebab merasa aneh lantaran Samuel menempatkan Seven di antara jejer kerabat atau dikenal keluarga Samuel, Seven memilih duduk di meja tanda namanya tersebut.

Indra penglihat Seven melirik salah satu meja kosong persis berada di sebelah kanan. Meja itu tak ditandai nama, hanya kosong. Acuh tak acuh. Seven berhipotesis meja itu sebagai pembatas Seven sebagai kerabat tanpa darah dari keluarga asli Samuel. Terdengar agak miris, namun hakikatnya memang begitu.

Cukup lama hingga kedatangan Samuel serentak menghadirkan bunyi jepretan kamera mendominasi ruangan. Seven mendongak, melihat Samuel berdiri gagah di podium. Samuel tersenyum sumringah ke hadapan awak media, tamu, serta para pengunjung seraya melambaikan tangan.

"Halo," Samuel memulaikan pidato. "Pertama-tama saya ucapkan terimakasih kepada para hadirin sekalian yang telah menghadiri acara pembukaan resmi galeri seni De'I Gallery. Kehadiran para tamu sungguh merupakan pangkal keistimewaan bagi kelangsungan acara agar lebih terkesan meriah dan ... " sejenak penjedaan. "Legendaris." Samuel tertawa diikuti oleh para hadirin.

"Atas acara ini saya harap De'I Gallery berkembang lebih pesat dari 2 tahun lalu yang hanya beroperasi sebagai galeri seni kosong tanpa koleksi, jujur, saya sedih bila mengingat kembali galeri seni saya kosong melompong," Samuel tersenyum tipis. "Oh—tentu saja rasa terimakasih besar kepada pemerintah dan komisaris pilihan setempat yang telah berkontribusi untuk mendukung De'I Gallery berkembang menjadi galeri atau museum besar."

AN ART GALLERY Where stories live. Discover now