01. Unfamiliar Face

800 103 34
                                    

“Apa tidurmu nyenyak, Tuan Jeon?”

Hangat melingkupi punggung polos sang pemuda saat tubuh tanpa sehelai benang seorang wanita memeluk dari belakang. Semerbak aroma parfum membaur bersama lembab embun yang mengintip di balik jendela. Seolah mengaburkan kilasan memori intim semalam di mana dua tubuh dan kulit penuh peluh bergumul dalam panasnya bercinta.

No morning kiss,” suara bass menginterupsi tindakan lawan bicaranya yang refleks melepas pelukan. “Aku ada kelas pagi ini. Lebih baik kau segera bergegas pulang.”

“Jika aku tidak mau?”

“Itu bukan urusanku.”

“Jeon Wonwoo, ayolah ... bukankah kau yang meminta lebih dulu? Aku sampai bolos kerja hanya untuk menjadi orang pertama yang menyambut kepulanganmu. Kau serius membuangku?”

Tidak ada sepatah kata pun keluar dari bibir sang pemuda, bahkan untuk menenangkan emosi sang wanita yang menatap kesal ketika potongan pakaian yang tercecer di lantai dikembalikan padanya. Pemuda itu serius mengusirnya, tanpa rasa belas kasih menyulut rokok seusai membuka jendela sepenuhnya.

“Baiklah, aku mengerti. Aku akan segera pergi tapi jangan salahkan aku jika suatu hari nanti kau akan menyesal karena membuangku seperti ini.”

“....”

“Sekarang aku percaya gosip murahan itu,” sang wanita kembali berbisik setelah berpakaian lengkap. “Rupanya tidak mudah menembus pertahanan seorang Jeon Wonwoo. Tembok yang kau pasang terlalu tinggi dan tebal, bahkan setelah apa yang kita lakukan semalam, bagimu hal itu tak berarti apa-apa di esok harinya. Omong-omong, aku korbanmu yang ke berapa?”

“Aku tidak pernah menghitungnya.”

Sang wanita tersenyum getir, begitupun sang pemuda yang masih fokus dengan rokok memilih tidak menanggapi patah hati sepihak atas sikap dingin yang sudah diperbuatnya. Diam yang terjadi sepersekian detik setidaknya membuat suasana menjadi lebih tenang. Buktinya wanita cantik itu berjalan mendekati sang pemuda, kembali memeluk dan mendaratkan kecup di atas bahu.

“Tatto baru, huh? Aku pikir kau tidak tertarik dengan hal semacam itu.”

Jeon Wonwoo, nama pemuda itu, hanya merespons dengan lirikan tipis di ujung mata. Tatto yang didapatkan sepekan sebelum masa wajib militernya selesai. Bisa dibilang memang hal baru karena sedari kecil Wonwoo tidak pernah melakukan hal yang bertentangan dengan nasehat orang tua.

Ah, kecuali meniduri banyak wanita dan berakhir asing setelahnya.

Entah sejak kapan Wonwoo menyadari jika dunia dewasa yang menantinya akan membawa pada status bajingan karena tidak satu atau dua wanita yang memuja berakhir dimanfaatkan demi kepentingan belaka.

Wonwoo always win.

Di atas segala kehebatan yang ada di dunia, Wonwoo menjadi salah satu yang terlahir beruntung diberkahi paket lengkap berisi ketampanan, kepintaran, dan kelebihan. Tanpa celah, Wonwoo selalu di atas dan tak terkalahkan. Segala hal ada dalam genggaman tangan.

---

Tidak ada yang berubah setelah absennya Wonwoo selama 21 bulan menunaikan tugas sebagai warga negara. Seoul masih menjadi kota paling ramai dan padat, begitupun lingkungan kampus dan teman satu program studi di departemen yang sama saat menyambut kepulangannya.

Meski Wonwoo dikenal dingin dan tak banyak bicara, orang terdekat yang memahami karakternya merasa nyaman untuk berteman. Seperti siang itu seusai mengejar beberapa mata kuliah yang tertinggal, Wonwoo dikerubungi Soonyoung, Woozi, dan Jun. Kerinduan tak bisa dihindari, mengingat di antara pertemanan mereka yang berwarga negara Korea, Wonwoo-lah orang pertama yang mendaftar wajib militer di awal perkuliahan.

call on meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang