Q4 : Bicara Agiska

7K 493 8
                                    


Akan ada misi baru di antara semua misiku, memperjuangkan kamu menjadi bagian hidupku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Akan ada misi baru di antara semua misiku, memperjuangkan kamu menjadi bagian hidupku.

Anggara Ghazi Al-Ahkam

____________________

Hampir saja jari wanita itu tertusuk jarum pentul. Pergerakannya memakai kerudung berubah jadi slow motion melihat seorang pria melakukan peregangan di balkon. Mata almon itu mengecil seiring dengan alis cokelatnya yang menyatu. Seringaian tercetak jahil dari bibir kecil berpoles lipcream nude. Langkahnya sengaja tanpa suara, satu tangan sudah siaga terangkat menuju leher pria itu.

"Gue tau, gak usah sok-sok ngagetin gue," ujar Ghazi tanpa menengok ke belakang.

Pundak Gia menurun seiring dengan hembusan nafas kekalahan. "Ck! Gak seru main sama orang yang punya indera ke enam!"

Ghazi sengaja membunyikan tulang-tulang jarinya di depan wajah Gia membuat wanita itu mendesis. "Bukan gue punya indera ke enam, tapi lu yang keseringan cekek leher gue dari belakang, Kak! Gak ada yang lebih kreatif dikit buat ngagetin."

"Hohoho ... terus gue harus cari ide cuma buat jailin lu gitu?"

"Ya kalau lu nyedian waktu, gak faedah juga sebenernya."

Bola mata hitam Gia bergerak ke atas, seolah mencari sesuatu di otaknya. Tak Ghazi sangka, kakaknya itu benar-benar memikirkan cara kejahilan. Lima menit, Ghazi hitung, akhirnya Gia berbinar-binar.

"Kayaknya lebih seru kalau gue tiba-tiba bedah kepala lu dari belakang!"

"PSIKOPAT!"

Gia tertawa keras. "Naluri gue sebagai ahli bedah sejak awal kan karena gue suka bau-bau psikopat—" Bibirnya terlipat manakala Ghazi menyelidik seakan ia penjahat kelas kakap.

"Ucap ulang sumpah dokter," titah Ghazi.

Satu tangan Gia terangkat. "Saya bersumpah, bahwa saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan peri kemanusiaan. Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan bersusila, sesuai dengan martabat pekerjaan saya."

Ghazi mengangguk-angguk dengan senyum menang. Jempolnya terangkat menabrak hidung bangir Gia. Kakaknya itu menggeram.

"Sejak kapan lu pulang, Bujang?"

"Jam dua malam."

Gia melengkungkan bibir ke bawah. "Tumben se-effort itu buat pulang?"

"Pertama, perintah Ayah. Kedua, gue lagi gak punya apapun buat dimakan di Barak Bujang. Ketiga, gue mau konsul sama Umma. Keempat, gue habis nganterin orang yang arah rumahnya gak jauh dari sini."

"Nganterin orang?" Gia menelisik. "Orang ... biasa atau orang ... spesial?"

Ghazi balas menelisik Gia. "Orang ... spesial, kenapa lu iri ya? Dokter Gia yang masih lajang sampai umur udah kayak Tante-Tante," ledeknya kemudian segera mengambil langkah cepat menghindari pukulan Gia.

QUADRANT : Menjadi Seperempat Bagian TakdirkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang