Q22 : Tamu Kehormatan

5.5K 456 21
                                    

Seburuk apapun peran seorang Ibu, yang membawa seorang manusia ada di dunia tetaplah darinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seburuk apapun peran seorang Ibu, yang membawa seorang manusia ada di dunia tetaplah darinya.

____________________

"Sekarang gak bisa lagi jalan di belakang Abang." Tangan kirinya terbuka, menawarkan genggaman.

Lima detik, Giska masih diam tak berkutik.

Dihitung sampai sepuluh, tangannya belum terbalas, gadis itu masih bergeming.

"Adek ini gak bisa kalau ditawarin, harus langsung dieksekusi!" Ghazi mengambil tangan Giska biar melingkar di lengannya. Senyumnya menyiratkan kemenangan.

"Siapa yang nurunin Abang sifat pemaksa?" kesal Giska.

"Jelas Bapak Yusuf Al-Ahkam. Kerasa juga kan sama Adek?" Alis Ghazi sekejap naik.

"Jangan panggil Adek lah!"

Ghazi mengernyit. "Agiska ... berhenti marah-marah."

"Ada alasannya! Abang inget gak waktu pertama kita ketemu Abang panggil saya apa? Setiap kali Abang sebut saya itu, saya selalu kebawa kesana! Jangan tanya lanjutannya, pertemuan pertama kita terlalu bikin saya sakit hati!"

Hembusan nafas Ghazi gusar. Memorinya kembali terbang pada saat penangkapan Ibunya Giska. Ia memang berhasil menaklukan putri Dinda Juwita menjadi istrinya, tapi tidak dengan luka batinnya.

"Abang harus berusaha lebih keras jadi obat buat kamu." Pergerakan tangan kanannya menuju kening Giska tak sampai, istrinya itu segera memundurkan kepala. "Abang paham, kamu masih kaku Abang sentuh. Tapi harus kamu tau, mulai hari ini gampang caranya kalau kamu mau dapat pahala. Cukup dengan gak tolak Abang pegang. Pahala Abang dan kamu jadi lebih banyak kalau kita rajin kontak fisik. Tapi bukan KDRT." Ghazi tertawa pelan.

Nampaknya Giska tak tertarik sama sekali. Mata besar gadis itu tak menyabit. Hanya sebatas mata yang mampu Ghazi lihat. Bahkan saat berganti pakaian ia tak sedikitpun melihat wajah penuh Giska. Paham betul itu bagian dari syarat istrinya, memang Giska ini selalu mampu menguji kesabaran Ghazi. Ia tersenyum, antara miris dan bahagia.

"Abang udah sah jadi suami kamu pun, masih susah ngejangkau kamu, Adek ..." gumamnya.

Masih mampu Giska dengar, tapi dirinya tak ada daya untuk ambil peduli.

Aroma harum bunga hidup dari aula masjid mulai sampai ke penciuman mereka. Dapat Ghazi lihat pasukan memakai PDU dan baret sama dengannya sudah siap posisi dengan pedang mereka. Terbiasa menjadi salah satu bagian prajurit di sana, hari ini ia mampu keluar dan menjadi mempelai pria.

"Kamu ngebayangin apa? Ngeliatin Abang sampai begitu?" Ghazi kikuk.

Telunjuk Giska mengarah ke bawah. "Ter ... in ... jak! Gimana mau jalan?" sengitnya.

QUADRANT : Menjadi Seperempat Bagian TakdirkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang