Marah

677 18 3
                                    

Hellow hai.

Maaf ya kalau El udah lama ga up, jangan bosan-bosan ya nunggu El. Semakin banyak yang baca, vote dan komen, El pasti semangattt.

Oh ya, makasih juga buat 2k pembaca✨
Untuk ucapan terimakasih El up nih.

Happy Reading Guys!!!

***

Aku menyesal kenapa tidak memperlakukanmu dengan baik sejak awal.
--Vano--

***

Vano mengakui bahwa Hazel sangat manis. Sikap Hazel memang sering berubah-ubah. Tetapi Vano tidak akan marah karena mulai menyadari bahwa Ia nyaman dengan semua hal tentang Hazel.

Saat sedang asik memandang Hazel, ponsel Vano berdering. Sial, kenapa selalu saja ada yang mengganggu momen seperti ini.

Vano berdecak sebal saat tahu bahwa yang menelpon adalah sang sahabat. Benar-benar pengganggu, batin Vano.

Vano beranjak ke balkon untuk mengangkat panggilan Alden. Oh iya, Hari ini Vano ambil cuti tiga hari. Tidak masalah. Ia bosnya, jadi terserah dia. Apalagi ini adalah usaha untuk dekat dengan Hazel.

Bercanda. Selama 3 hari ke depan, Vano menyerahkan tugasnya kepada sekretaris dan juga assisten kepercayaannya. Juga untuk memeriksa dan mengawasi semua hal yang terjadi di kantor.

Vano juga melarang menelpon apabila tidak penting sekali.

Back to topik. Alden mengganggu sekali, Vano masih dendam pada Alden yang sok tahu tetang Hazel.

"Apa?" Tanya Vano ketus.

"Gue sama Bian dari kantor lo. Kata sekretaris lo, lo cuti. Ngapain jing?""

FYI, Alden adalah orang yang toxic bila sedang tidak dengan Hazel. Hal ini yang membuat Vano sebal pada cecunguk satu ini.

"Bukan urusan lo" Malas. Sebelum melihat Alden dan Hazel berpelukan. Respon Vano tidak seperti ini pada Alden.

"Lo kenapa anjg? Menstruasi lo? Atau ga dikasih jatah sama bini lo?" Bian menyahut dari seberang.

Alden dan Bian tidak tahu kalau istrinya Vano itu adalah Hazel, karena pada saat Vano menikah, Bian dan Alden tidak dapat hadir di karenakan Bian yang sedang melakukan perjalanan bisnis ke luar kota sedangkan Alden pulang ke kampung halamannya secara mendadak karena mendengar kabar bahwa ibunya sedang sakit.

Sedangkan Vano juga tidak berniat memperkenalkan Hazel kepada teman-temannya.

"Gue lagi sibuk, jangan ganggu. Pulang aja dari kantor gue, bye" dengan ekspresi malas Vano menutup panggilan telepon.

Alden menghela nafasnya lalu menatap Bian. "Dia honeymoon ya?"

"Kayaknya sih, tapi ya gue gatau juga" Bian menyahuti dengan pandangan fokus pada hp dan dengan rokok yang bertengger di jarinya.

***

Hazel melihat daftar rencana kencan yang sudah ia susun beberapa tahun lalu di note pada ponselnya.

Sebenarnya ada yang sudah ia lakukan dengan Alden, makanya Hazel mencoba menghapus poin yang sudah di lalui.

Oke, Hazel sedang menunggu Vano yang sedang di toilet. Sebenarnya Hazel sudah sangat lapar dan ingin memaki Vano yang lama sekali di toilet. Tapi ada dua titik rasa kasihan pada Vano.

"Vanoooo lama banget sihhh. Aku udah laparrrr" Hazel berteriak dengan bibir yang di manyunkan.

Vano yang sudah berada di hadapan Hazel pun terkekeh gemas dan mengacak-acak rambut Hazel.

"Aku lagi BM, jangan cari gara-gara" Hazel berkata dengan tampang datar. Siapa yang tak marah? Sudah menunggu lama eh malah rambutnya jadi berantakan.

*BM = Bad Mood*

"Maaf yaaa, yaudah ayuk kita jalan" Vano menarik lengan Hazel dengan jemari yang saling bertaut.

Saat ini, Vano memutuskan menaiki sepeda motor. Ini inisiatif Vano, biar kayak orang-orang, nanti Vano menaikkan laju kecepatan motornya, baru Hazel pasti peluk dari belakang. Uwwu kan?

Tetapi khayalan hanyalah sebuah khayalan.

"Kamu ajak aku naik motor?" Hazel hendak marah pada Vano.

"Kamu ga suka naik motor?" Vano menatap dengan was-was takut dimarahi.

"Gimana sih kamu? Anak kita udah 5 bulan, kamu malah ajak naik motor. Kamu ga mikirin kalau anak kita kenapa-kenapa nanti?" Hazel mengomeli Vano yang sudah meneguk salivanya. Gawat, Ia tak ingat pada hal ini.

"Apa kamu ga nganggap anak ini? Oh atau ini akal-akalan kamu supaya kami berdua tiada dan kamu bebas? Aku ga nyangka ya kamu i--" Ucapan Hazel terhenti saat bibir Vano melumat bibirnya dengan cepat.

Vano marah. Vano tidak ada niatan mencelakakan Hazel dan anak mereka. Vano tau bahwa mood Hazel naik turun, tapi Vano tidak suka mendengar perkataannya barusan.

Hazel mencoba mendorong dada Vano, tetapi tenaga Vano yang kuat mampu menahan tangan Hazel dan mencekal kedua tangan Hazel.

Vano ingin marah seperti saat Ia di kantor, mencampakkan seluruh kesalahan yang dibuat pegawai-pegawainya. Tetapi ini Hazel, tidak mungkin Vano tega memarahi Hazel. Apalagi Vano sudah sayang pada Hazel dan anaknya.

Beberapa saat kemudian Vano melepas tautan mereka dan menunjukkan ekspresi datar.

Hazel yang hendak marah terdiam, menyimpan seluruh kata yang ingin di keluarkannya tadi.

"Aku tidak mempunyai niat mencelakakan kamu maupun anak kita. Aku kecewa saat kamu menyimpulkan hal tersebut sedangkan aku hanya ingin memberikan kesan manis padamu. Harusnya kamu bicara baik-baik jika tak ingin. Bukannya mengatakan hal-hal yang tidak sebenarnya." Vano menatap Hazel lamat.

Vano sadar bahwa perbuatan kasar tidak akan menyelesaikan permasalahan mereka. Jadi Ia hanya mengungkapkan apa yang ada di pikirannya tanpa mengeluarkan kata-kata kasar.

"Aku kecewa sama kamu. Hari ini, sampai sini saja. Aku izin masuk ke dalam" Seusai menyelesaikan kalimat tersebut, Vano masuk kedalam rumah dengan wajah menahan emosi.

Hazel luruh ke bawah. Ini salahnya, harusnya tidak mengatakan hal seperti itu pada Vano. Padahal Vano hanya ingin membuat Hazel senang.

Mood Hazel benar-benar merusak suasana yang sudah bagus sebelumnya.

Bagaimana cara Hazel minta maaf pada Vano?

***

Belakangan ini El lagi sibuk jadi agak lama lah up nya.
Tetap tunggu aja ya. Seterusnya doain El bisa update rutin ya🙏

Hamil Diluar NikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang