VIII

19 1 0
                                    

Sekejap tubuhnya menegang, kala menangkap siluet orang yang selalu ingin ia hindari. Ya, siapa lagi kalau bukan Raes. Dengan senyum bodoh yang selalu ditampilkannya, sukses membuat Zehra risih.

Gadis itu mendatangi meja Raes saat merasa ia dipanggil. Meski ia sedang kesal, ia harus bersikap profesional dan mengesampingkan perasaan pribadinya. Senyum terbaiknya ia pasang, "Mau pesan apa, Kak?"

Raes menyangga dagunya, "Pesen kamu aja, boleh?"

Sumpah demi apapun, ingin rasanya ia menerjunkan Raes dalam jurang berisi aliran lava panas.

"Maaf, jadi pesan apa, ya?"

"Pesan waktu kamu bentar aja, bisa?"

Zehra menyerah. Memang, untuk menghadapi makhluk yang satu ini, jika tidak dengan kekerasan, palingan dengan tendangan maut saja. Gadis itu sedikit menunduk guna menyamakan tingginya dengan telinga Raes.

"Lo kalo kesini mau ganggu waktu gue kerja, mending pergi sekarang juga, atau gue tendang boneka hello kitty lo!" ancam Zehra.

Raes melotot terkejut, namun sedetik kemudian rautnya kembali santai, "Gak akan bisa. Bonekanya, kan, di rumah aku, kamu gak bisa ngambil."

"Gue tinggal dateng ke rumah lo." Zehra kembali memperbaiki postur sikapnya. "gak lupa, kan, kalo gue mantan lo? Lagian Mama Jikna pasti ngizinin gue masuk."

Mendengar ucapan Zehra, Raes melotot tak terima. Apapun yang dilakukan gadis itu, asal jangan menyakiti belahan jiwanya. "Ck! Iya-iya. Yaudah, capuccino satu."

Zehra tersenyum mengejek, "Lakik kok mainnya hello kitty." Gadis itu meninggalkan Raes yang menahan kesal, karna rencana mencari maafnya gagal lagi dan malah mendapat ejekan. Memang suka hello kitty itu salah?!

Dalam hati, Zehra bersorak senang. Akhirnya perasaan dengkinya sedikit-demi sedikit dapat diatasi. Jujur saja ia juga tersiksa dengan perasaan dengki yang menyelimuti hatinya. Melakukan aktivitas saja rasanya sulit, karna rasa dendam dan sakit hati selalu teringat dikepalanya.

Gadis itu kembali muncul untuk menawarkan menu pada pengunjung yang baru datang. Sementara pesanan Raes diantarkan oleh waiters lain. Dalam waktu kerjanya, Zehra selalu merasa risih, sebab ditatap terus-menerus oleh Raes.

Ini sumpah, dia tidak ada kerjaan lain?!

Sampai waktu menunjukkan pukul 22.00, Raes tetap berada di tempat. Tak beranjak sedikitpun. Beberapa staf lain mencoba mengusirnya dengan halus karena sudah terlalu lama berada di sini. Namun, lelaki itu tetap saja tak beranjak dari tempat.

Zehra sudah menyelesaikan shift kerjanya. Setelah beberes untuk segera pulang, ia mengabsen dan keluar menuju pintu. Matanya menangkap siluet Raes yang tertidur pulas di atas meja pelanggan.

Gadis itu menghampirinya, lalu otaknya berpikir, apa Raes menunggunya hingga selesai? Gila!

Menatap mata lentik yang indah, hidung bak prosotan, dan proporsi wajahnya yang tak menampik kata tampan. Zehra segera tersadar, ia menggeleng kepala. Tak seharusnya ia memikirkannya lagi.

Ia tak sengaja melihat Nita hampir keluar. "Nit!" panggilnya.

Nita berhenti saat hendak membuka pintu, "Apa?" Ia mendekat menuju Zehra.

"Boleh bantu gue, gak? Ini dia dari tadi nungguin gue sampe ketiduran, tumpangin ke rumahnya, ya?"

Nita menatap Raes yang masih terpejam, "Pacar lo?"

Zehra langsung melotot tak terima, "Ngawur aja!"

Nita terkekeh melihat respon gadis itu. "Emang lo hapal alamat rumahnya?"

Zehra mengangguk. "Yaudah, bopong, gih! Gue siapin mobil dulu," kata Nita.

"Heh! Emang gue kuat bopong sendirian?! Bantuin kek!"

Nita cengengesan, "Oke-oke."

Kedua gadis itu membopong tubuh Raes yang lebih besar dari tubuh mereka dengan sempoyongan. Hingga sampai di ambang pintu mobil Nita, Zehra dengan sigap membukakannya.

Nyala mesin mobil langsung mengisi kesunyian di jalan itu. Roda mobil itu berputar meninggalkan kafetaria yang bertuliskan kata tutup di ambang pintunya.

***

Mobil Nita berhasil mendarat dengan selamat di rumah Raes, rumah bertingkat dua dengan gaya eropa itu. Nita menekan bel di samping pintu tiga kali, dan keluarlah Sang pemilik.

Di sana, Jikna dengan pakaian tidurnya berdiri, menatap terkejut anaknya yang dibopong dua gadis. "LOH ANAK GUE KENAPA INI?!"

Jikna melihat zebra dan langsung bertanya, "Eh, Zehra, ini Raes kenapa?"

"E-em ketiduran Tante, " jawab Zehra canggung. Tak mungkin satu tahun lebih tak bertemu dan ia memanggil Jikna 'ma'. Lagi pula, hubungannya dengan Raes sudah berakhir, ia pikir dengan itu juga hubungannya dengan Ibunda Raes berakhir.

"Ya ampun! Ni anak satu kalo tidur udah kayak mayat, susah dibangunin. Yaudah biar Mama panggilin Papanya."

"PAPA! PA! ANAKMU SEMAPOT!" teriakan menggelegar Jikna membuat tidur Raes terusik. Ia sadar, namun karena kantong matanya yang susah terbuka, ia memutuskan tidur lagi.

Zehra yang melihat itu menggerutu, "Udah melek malah tidur lagi!"

Beberapa waktu kemudian, Agra nampak datang dengan tergesa-gesa. "Ha? Kenapa bisa semapot?!" ucapnya linglung.

Jikna dengan kesal memberikan Raes kepada Agra, "Udah gak usah banyak tanya. Anakmu ini bawa ke kamarnya! Nyusahin aja kalo tidur!"

Agra memilih menurut, daripada harus kehilangan jatahnya, kan?

Nita dan Zehra berniat langsung pergi setelah berpamitan, namun Jikna mencegah Zehra pergi.

"Aduh, Sayang! Ini udah malem, kalo kalian kenapa-napa, gimana? Kalian nginep di sini aja, ya? Malem ini aja, " mohon Jikna.

Nita menyenggol Zehra mengkode menyetujui. Namun Zehra nampak menggeleng samar dan melotot. "Gak apa-apa, kok, Tan. Lagian masih jam 10, masih rame jalannya."

"Zehra, kamu kan udah lama gak ketemu sama Mama, gak kangen, ya? Nginep semalem di sini aja, ya? Semalem aja," mohon Jikna masih berusaha keras.

Seakan keadaan hanya memojokkan Zehra, Nita berinisiatif membantu, "Em, ekhem! Maaf, Tante, saya udah ditunggu keluarga di rumah. Saya duluan, permisi, " ucap Nita berpamitan. Gadis itu langsung ngacir tanpa menunggu Zehra terlebih dahulu.

"Tuh! Temen kamu udah duluan, nginep di sini dulu, ya?"

Dalam hatinya, Zehra mengumpati Nita, yang tega-teganya meninggalkannya dalam situasi seperti ini. Dengan sangat berat hati ia mengangguk menyetujui.

Dua perempuan itu pun masuk ke dalam rumah dua lantai itu.

Cafetaria story (End)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon