Prolog

932 65 4
                                    

Hallo guys! Kembali ke cerita aku yang ke empat! Mwhhe.

Seperti biasa jangan lupa tandai typo!

Happy reading ~

***

"Kami berdua memutuskan untuk berpisah, Flo. Maaf." Kedua pasangan paruh baya itu duduk di hadapan seorang gadis yang senantiasa mengeluarkan senyuman manisnya.

Wanita paruh baya itu menatap sinis gadis dihadapannya. "Benar-benar gila! Kau masih bisa tersenyum? Baguslah jadi tidak ada drama disini," ketusnya.

Gadis itu tidak membalas ucapan sang mama, justru dia malah cengengesan disana. Dia Flower Anindya Mahesa, atau kerap disebut Flo oleh semua orang. Gadis dengan kuncir dua itu hanya menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Sang papa menatap putri semata wayangnya itu sendu, entah kenapa Flo bisa sesantai itu, padahal seharusnya anaknya itu setidaknya kecewa bukan? Tapi ekspresi anak nya malah kebalikannya. Lihatlah senyuman yang biasa dia tampilkan itu.

"Flo, sebagai terakhir kalinya. Kau ingin apa? Kami akan menuruti mu," kata sang Papa. seketika senyuman manis Flo sedikit memudar, dia manatap Papa dan Mama nya secara bergantian.

Bisakah aku meminta kalian untuk tidak berpisah?

"Aku mau setelah kalian pisah, aku gak akan ikut salah satu dari kalian. Aku ingin tinggal sendiri saja!" Lain di kata lain di hati, sering sekali Flo seperti ini.

"Kau yakin?" Sang papa ragu untuk meninggalkan putrinya, bagaimana pun juga Flower masih membutuhkan pengawasan orang tua.

Flo mengangguk sambil tersenyum kecil. Sang Papa hanya bisa menghembuskan nafas kasar. "Papa kurang yakin Flo ...."

"Biarkan saja dia tinggal sendiri, toh tidak menjadi beban untuk kita bukan?" Ucapan sinis itu berasal dari Mamanya.

"Karina!" Bentakan sang Papa. Sedangkan Karina-mamanya hanya memasang tampang bodoamat.

Flo hanya menanggapi dengan senyuman dan melihat kedua orang tuanya dengan tatapan yang sulit di artikan. "Ya, yang di katakan Mama benar. Kalian akan hidup bahagia dengan kehidupan kalian masing-masing nanti. Dan aku tidak ingin menjadi beban untuk kalian," katanya.

"Flo! Jangan bicara seperti itu!" Imbuh sang Papa. Sedangkan Karina hanya diam meresapi setiap kata dari anaknya itu.

"Flo hanya ingin kalian bahagia, Flo tidak ingin yang lainnya."

Kedua orang tuanya diam, memandangi lamat putri mereka yang sedang tersenyum kearah mereka. Tidak ... Senyuman itu berbeda.

"Ah! Flo harus istirahat! Karena besok Flo sudah kau lomba basket! Flo pamit ya pa, ma!" Ya, Flower bisa bermain basket, bahkan sangat ahli di antara teman satu tim nya. Gadis dengan kuncir dua itu sudah berlari kecil menuju kamarnya. Kedua orang tua nya memandangi punggung itu, entah kenapa perasaan mereka tidak enak.

***

Flo membuka pintu kamar nya pelan, dan menutupnya. Hening tidak ada suara di kamar itu, keadaan di sana pun gelap karna lampu nya di matikan. Hanya ada cahaya rembulan yang sedang bersinar, pintu balkon kamar terbuka, dan gorden balkon kamar melayang-layang karna angin malam.

Senyuman yang sedari tadi dia tampilkan kini luntur seketika. Kakinya lemas dan terduduk di lantai sambil bersandar pada pintu. Tatapan yang ceria itu berganti menjadi tatapan yang kosong.

Flo mengusap wajahnya kasar, ternyata memakai topeng di luar bisa sesakit ini. Ia menangis dalam diam, ingin teriak pun percuma. Tidak ada yang bisa memahami nya kecuali dirunya sendiri. Tapi, terkadang Flo ingin di pahami.

FLOWER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang