Bab 47 | Kelulusan

1K 154 20
                                    

* * *

Beberapa bulan kemudian. Shabira, Naina, Keisya, Azka dan Satria akan menghadiri acara wisuda SMA mereka yang bertepatan di hari ini. Bukannya merasa senang karena telah menyelesaikan pendidikan SMA nya mereka cenderung hanya menyikapi acara wisuda itu dengan penuh kesedihan.

"Ra?" tanya Satria duduk di samping Shabira karena memang tempat duduk mereka bersampingan.

"Satria, kita wisudaan cuma berlima padahal janjianmya kita mau sampai akhir berdelapan," lirih Shabira dengan muka murungnya.

Satria diam. Iya, seharusnya mereka berdelapan sama seperti saat mereka daftar di SMA yang sama dan menduduki kelas yang sama. "Lo kangen masa-masa kita berdelapan, ya?" tanya Satria karena sejujurnya Satria juga merasakan hal yang sama.

"Iya, gua kangen." Satria menatap ke depan di saat kepala sekolah sedang memberikan sambutannya.

"Ra, tanpa kita sadari bahwa segala kenangan kita itu berada di sekolah tapi nyatanya rasa sakit juga kita dapatnya di sekolah karena kita termakan janji oleh orang-orang yang terpaksa menyingkari janji. Reihan gak mungkin mau ingkar janji jika bukan garis Tuhan yang meminta kembali, Reihan gak mungkin tega ninggalin Reva sama Babynya, sangat tidak mungkin. Hanya saja memang semua ada masanya, sama seperti masa kita selesai di tempat ini," tukas Satria dengan tulus.

Kedua mata Shabira berkaca-kaca. Merasa sangat sedih jika setiap masa mereka akan berhenti di sini. Kedepannya mereka akan menghadapi kisah hidup yang baru dengan jalan nya masing-masing.

"Satria.."

"Iya, Ra?"

"Gua percaya Mahesa gak mungkin ingkar janji sama gua, dia pasti pulang dan nyamperin gua lagi," ucap Shabira menatap Satria yang nyatanya tidak melihat ke arahnya.

Satria mengangguk pelan. "Gua juga percaya sama janji Mahesa, tapi nyatanya kita gak diperbolehkan banyak berharap. Kita hanya bisa menunggu keajaiban dari yang di atas, Ra. Lo juga pasti tahu seberapa kerasnya Mahesa berusaha untuk tetap hidup," balas Satria.

"Kangen, Satria. Gua kangen segala tentang kita. Kita yang pernah main hujan di lapangan utama terus Kei nangis karena jatuh ditambah karena di ceng-cengin Azka. Gua kangen kita kumpul di kafe favorit kita semua, gua kangen liburan bareng kalian semua tentang kalian gua kangen," lirih Shabira sudah lelah menyimpan rasa rindunya sendiri tanpa Shabira ketahui Satria jauh lebih kangen.

"Gua juga kangen, Ra. Sangat kangen. Gua kangen seperti apa yang lo ucapin barusan, kita semua suka hujan dan vibes setelah hujan adalah favorit semua orang. Gua harap kita bisa bermain hujan lagi suatu saat nanti, walau nyatanya Reihan hanya bisa melihat kita dari jauh," balas Satria mengadahkan kepalanya. Ingatan tentang mereka terlintas begitu saja.

"Satria, gua takut gak bisa nemuin orang-orang yang seperti kalian."

"Jangan pernah takut dengan apa yang belum terjadi, lo hanya takut sama apa yang ada di pikiran buruk lo."

"Tapi, Satria. Seharusnya kita berfoto berdelapan nanti," gumam Shabira.

Satria mengusap punggung Shabira pelan. "Sepulang dari sini kita ke makam Reihan, setelah itu kita jenguk Reva sama Babynya. Oke?" Shabira menganggukan kepalanya.

Hari ini mereka benar-benar harus melepas masa SMA mereka dengan penuh kesakitan setelah kehilangan Reihan dan kepergian Mahesa ke Jerman belum lagi Reva yang memutuskan untuk menikah dengan Aznel. Ya, Aznel lah yang siap menjadi Papah dari anak yang sedang Reva kandung.

* * *

Jerman.

Adrian memijat tekuk Mahesa dengan pelan. Hari ini sudah kesekian kalinya Mahesa memuntahkan isi perutnya. Efek kemoterafi benar-benar membuat Mahesa teriksa fisik dan batin.

Garis Semesta | ENDDonde viven las historias. Descúbrelo ahora