Chapter III

3 1 0
                                    

BENARKAH?

Paginya aku berusaha nampak biasa aja, walau Bunda sempat nanya aku makan sama siapa, "Kok, bekas tusuk sate banyak banget," katanyanya, "itu untuk 3 porsi biasanya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Paginya aku berusaha nampak biasa aja, walau Bunda sempat nanya aku makan sama siapa, "Kok, bekas tusuk sate banyak banget," katanyanya, "itu untuk 3 porsi biasanya."

Yang kujawab, "aku makan sendiri. Ditraktir sama orang."

Dan aku mulai sampai di kesimpulan kalau ini mungkin traktiran dari abangnya. Nanti deh pulang sekolah atau malamnya aku bilang makasih. 

"Baik banget yang ngasih, ya." Aku mengangguk setuju. "Calon mantu yang kasih?" tanya Bunda sambil berbisik. Tangannya masih sibuk menyiapkan makanan untuk sarapan. Aku menggeleng. "Lalu siapa?"

Aku mendorong pelan tubuh bunda yang berada terlalu dekat dariku. "Jangan pikirin itu. Mending Bunda cerita soal pertemuan tadi malam aja. Kayaknya seru banget tuh sampe jam 10 belum pulang, ya, nggak, Yah?" Aku mengedikkan kepala ke arah Ayah. Aku tahu mereka nge-date kemarin malam dan dengan nggak berperasaannya ninggalin anak cewek sendirian di rumah. Saking lepas tanggung jawab sampai suruh Kak Rey yang dari jauh pulang bentar cuma untuk nemenin aku. Aku memicingkan mata ke arah mereka. 

"Seru banget kayaknya sampe ninggalin anak cewek sendiri di rumah. Kalau di culik gimana?!" Kekesalanku aku tumpahkan juga akhirnya. 

"Kak Rey kan ada," jawab Ayah dengan enteng banget. 

"Iya! Tapi kasihan pulang cuma jagain aku."

"Siapa bilang?" Tiba-tiba Kak Rey datang dari arah belakang. Aku menatap bingung ke arahnya. "Hari ini libur, makanya pulang."

"Bukan karena aku yang ditinggal?" Kak Rey mengangguk.

"Ayah sama Bunda pergi karena Kakak bilang bakalan pulang sore hari. Kalau dia pulang kelamaan bukan salah kami, kan?" Ayah berujar dengan tampang anoyying yang minta di tabok. Aku menggerutu sambil memasukkan satu persatu sobekan roti ke mulut. 

"Dating-nya ke mana?" Masih dengan nada kesal. Jujur aku penasaran karena kalau Bunda yang nge-list pasti tempat yang bagus. 

"Nggak jauh," jawab Ayah. Ada jeda sedikit saat dia menyeruput kopinya. "Puncak. Bunda pengin stargazing katanya," lanjut Ayah. 

"Aku kira ke tempat yang hive gitu." Tempat yang nggak akan aku suka karena gelap banget. Beda sama Bunda yang maniak gelap. Bahkan kamarnya aja dekornya gelap semua, tapi menariknya saat lampu dimatiin akan ada banyak konstelasi dan milky way di langit-langit kamar. Cantik. Bunda nggak mau ketinggalan zaman. 

Kalau kamarku? Nggak ada yang istimewa kecuali tempatnya yang terang banget. Bahkan nggak ada rak buku menumpuk kayak kamar Bunda. Sekali lagi aku bilang, aku sama Bunda sangat bertolak belakang. Dia suka buku. Aku bertanya-tanya di mana letak menariknya buku? Lebih baik nonton film aja nggak, sih? 

*****

"Hai!" 

Aku melihat Vigo melambaikan tangan menunggu kedatanganku di gerbang. Kami janjian tadi pagi. Awalnya dia mau jemput, tapi karena ada Kak Rey di rumah dan sayang banget tenaga berharganya kalau nggak di pakai bukan? Sesekali antar jemput adek selagi bisa. Dia nggak mau sebenarnya, tapi aku maksa.

Di AntaraWhere stories live. Discover now