BERTEMU PELANGI

566 18 1
                                    

"Besok kita semua akan pergi kerumah Pelangi." Kata Moondy begitu dia sampai rumah setelah seharian meninggalkanku sendirian dirumah.

"Ada apa ?" Tanyaku.

"Ayah Pelangi memintaku kesana untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatanku dulu pada Pelangi. Mereka memintaku menjelaskan dan meminta maaf atas segala kesalahanku di depan keluarga besar kita." Lanjutnya.

"Mereka juga memintamu kesana. Aku harap kamu masih mau mendukungku untuk meminta maaf dan menjelaskan semua pada Pelangi dan keluarganya." Katanya sambil melangkah ke kamar mandi tanpa melihatku sedikitpun.

Aku terdiam. Rasanya semakin sakit hatiku. Moondy sudah tak sehangat dulu lagi. Panggilan sayang darinya tak pernah kudengar lagi. Hari-harinya hanya penuh nama Pelangi dan anaknya. Moondy bahkan tak pernah bertanya bagaimana keadaanku, apakah aku sudah makan, apakah aku baik-baik saja, apakah aku butuh sesuatu. Moondy semakin cuek kepadaku.

"Sayang .... Bisakah aku menceritakan sesuatu kepadamu ?" Tanyaku.

"Ada apa Lan ?"

Lan ? Panggilannya meruntuhkan hatiku, seolah aku benar-benar sungguh tak berarti di matanya. Lagi-lagi panggilan sayang itu tak kudengar lagi dari bibirnya.

"Aku ....... "

"Moondy ...... !" Panggil mama Moondy dari luar.

"Ya Ma ?" Sahutnya.

''Keluar sebentar !" Perintah mamanya dari balik pintu kamar.

"Bentar ya, aku keluar dulu. Nanti aja ceritanya." Moondy meninggalkanku keluar kamar.

Dulu dia tak pernah mengabaikanku. Sesibuk apapun dia, Moondy selalu memiliki waktu untuk mendengar semua cerita dan keluh kesahku. Tapi kini bahkan sebentar saja dia tidak ada waktu untukku. Padahal hari ini aku sungguh terpuruk akibat perkataan kak Starla yang cukup menyalahkan dan merendahkan aku.

Aku tak bisa mendengar apa saja yang mereka bicarakan, sepertinya memang mereka sengaja berbicara menjauh dan pelan agar tak terdengar olehku. Aku berusaha menunggu Moondy, satu jam dua jam namun dia tak kunjung masuk kamar. Hatiku mulai kembali terasa sesak, apalagi saat masuk kamar dia langsung ke kamar mandi, lalu berbaring di sebelahku tanpa menyentuhku sedikitpun, tidurpun dia membelakangiku.

****

Hari ini kami semua berangkat ke rumah Pelangi. Selama perjalanan suasana begitu tegang, tak ada sepatah katapun keluar dari mulut kami. Aku seperti orang asing disini. Moondy hanya diam dan fokus dengan kemudi mobilnya. Tak berapa lama kami sampai di rumah Pelangi. Begitu memasuki rumah Pelangi kami disambut oleh kedua orang tua Pelangi. Tangis haru mengiringi pertemuan kami. Mataku mengeliling rumah mencari keberadaan Pelangi yang tak juga muncul padahal disini semua orang sedang menangis. Tapi mataku tiba-tiba tertuju pada sosok mungil yang berdiri di balik pintu, dia adalah Pelangi. Mata kami bertemu, aku bisa melihat iris mata berwarna coklat itu juga berkabut penuh dengan air mata. Dia yang aku cari selama ini, dia yang aku rindukan. Jika bisa aku ingin berjalan mendatanginya, aku ingin memeluk dan meminta maaf padanya atas segala kesalahanku selama ini. Namun keterbatasanku membuat aku hanya bisa diam mematung sampai Pelangi menyeka air matanya dan keluar menemui kami. Dia juga mendatangiku dan memberi salam padaku. Penampilannya berubah, benar kata Moondy, dia semakin dewasa dan cantik.

Papa murka mendengar segala cerita yang keluar dari mulut Moondy tentang apa saja yang terjadi selama pernikahan kami bertiga, bahkan dia memukul Moondy hingga tersungkur ke lantai. Baik aku dan Pelangi sama-sama terdiam tak mampu berkata apa-apa. Aku memberi isyarat memohon pada Pelangi agar dia menolong Moondy, tapi Pelangi malah mengalihkan pandangannya dariku dan pergi meninggalkan kami semua.

"Ngi .... " Panggilku pada Pelangi saat semua keluarga Moondy sudah pulang. Moondy mendorong kursi rodaku mendatangi Pelangi yang sedang menggendong putrinya di halaman belakang rumah.

"Aku minta maaf ya Ngi." Kataku sambil meraih tangan kiri Pelangi.

"Tolong jangan bercerai dari Moondy. Biarkan aku saja yang bercerai dari Moondy. Maaf jika aku sudah membuatmu kecewa, sakit hati, dan marah. Tapi sejujurnya aku tidak bermaksud seperti itu." Kataku sambil berlinang air mata.

"Aku tau aku salah, aku lebih memonopoli Moondy daripada kamu. Tapi sekarang aku sadar Ngi. Aku sudah menerima karmanya. Aku tidak bisa hamil. Aku tidak bisa memiliki keturunan, Moondy tidak pantas mendampingiku. Dia lebih baik bersama dengan kamu." Lanjutku.

"Sayang jangan bicara seperti itu. " Moondy menyentuh bahuku. Hangat sekali, aku merasa sedikit lebih baik ketika Moondy kembali memanggilku dengan kata sayang.

"Kalau mas Moondy benar-benar mencintaimu dia akan menerimamu apa adanya dengan kekurangan dan kelebihan kamu." Jawab Pelangi. Tutur kata yang dulu lembut itu kini berubah menjadi tegas dan penuh penekanan.

"Aku ikut prihatin atas apa yang menimpamu Bulan, mungkin ini ujian dari Allah. Moondy tetap milikmu. Aku tidak akan mengambilnya seperti dulu. Aku bisa merawat dan membesarkan anakku sendiri tanpa bantuan mas Moondy atau siapapun. Sekarang untukku yang terpenting adalah secepatnya urus surat perceraian kita mas." Pintanya.

"Ngi, tolong . Kasih kesempatan Moondy sekali lagi. Kamu bisa kembali bersama Moondy, biar aku yang pergi." Kataku memohon.

"Belum cukupkah kalian berdua menyakitiku ? Dulu kalian berdua jahat kepadaku dan sekarang saat kalian tau aku punya anak dari mas Moondy dan musibah yang terjadi pada Bulan kalian memintaku untuk bersama kalian lagi ? Jahat sekali kalian ! Tidak taukah kalian berdua sudah cukup menyakitiku. Bukan hanya hatiku. Tapi fisikku juga sakit. Ingatlah penyiksaan yang kalian lakukan padaku di malam itu. Sakitnya bahkan masih terasa sampai saat ini!" Kata Pelangi sambil sedikit berteriak dengan penuh penekanan.

Aku kaget Pelangi bisa berbicara sekeras itu. Hingga kedua orang tua Pelangi datang dan mengusir kami. Begitu besarkah rasa kecewamu pada kami Ngi ?

****

Aku duduk didepan cermin. Aku melihat kondisiku saat ini. Sungguh tak terawat. Pantas saja Pelangi melihatku penuh keheranan. Aku bahkan berbeda dengan Bulan yang dulu. Yang selalu menomor satukan penampilanku. Tak pernah terlewatkan untuk merawat tubuh dan wajahku. Rambutku selalu rapi dalam setiap kesempatan, wangi parfum selalu semerbak dari tubuhku, tapi kini aku tak berguna lagi, rambutku tak tertata lagi, tubuhku kurus tak terawat, tak ada lagi riasan di wajahku. Berbeda dengan Pelangi. Kini dia semakin cantik. Keanggunan terpancar dari wajahnya, apalagi sekarang dibalut dengan hijab yang dikenakannya, menambah kecantikan alami Pelangi.

"Pelangi cantik ya sekarang ?" Tanyaku pada Moondy yang sedang tiduran di ranjang. Sejak kepulangan kami dari rumah Pelangi tadi, hubungan kami bertambah menjadi semakin renggang.

"Iya, bahkan lebih cantik dari dulu." Jawabnya sambil tersenyum.

Kulihat wajahnya dari cermin. Moondy tampak lebih sumringah, apalagi setelah Pelangi mengijinkannya bertemu dengan Cilla.

"Balutan hijab sederhananya semakin menambah aura kecantikannya Lan." Lanjutnya.

Entah kenapa hatiku sakit mendengar beribu pujian yang Moondy berikan pada Pelangi.

"Aku akan rujuk kembali dengan Pelangi, apapun akan aku lakukan untuk bisa bersatu kembali bersama Pelangi dan Cilla." Ucap Moondy yakin.

"Kamu mencintainya ?"

"Sangat !" Jawab Moondy penuh kepastian. Dan batinku terpecah belah mendengar keyakinannya.

"Aku sangat mencintai Pelangi. Aku menyesal menyakitinya. Sudah dari dulu aku mencintainya, hanya aku bingung, apa yang harus aku lakukan. Aku cemburu saat dia bersama laki-laki lain yang bukan aku. Tapi aku terlalu gengsi untuk mengakuinya. Tapi sekarang aku tidak akan gengsi lagi. Aku tidak mau jika harus kehilangan dia."

Kini aku merasa seperti sampah. Kini aku merasa sudah tidak dibutuhkan lagi oleh Moondy. Aku merasa Moondy sudah bukan Moondy yang kukenal dulu. Aku tidak tau perubahan Moondy padaku ini apakah karena aku sudah tak secantik dulu, karena aku tak bisa memiliki anak dari Moondy, ataukah karena memang sebenarnya Pelangi adalah jodoh Moondy? Dan kehadiranku hanyalah benalu dalam rumah tangga mereka dulu?

****

orang ketiga Where stories live. Discover now