8 | Bersama-sama Mencari Petunjuk

1K 103 0
                                    

Setelah mampir sejenak untuk shalat maghrib di masjid terdekat di wilayah yang mereka datangi, mereka akhirnya tiba di rumah yang selama ini ditempati oleh Faisal. Rumah tersebut sangat gelap dan tampak tidak lagi dihuni oleh laki-laki itu. Keadaan rumah itu terlihat mencekam, padahal di sekelilingnya sangat terang yang berasal dari lampu-lampu rumah tetangga terdekat.


"Ayo, sebaiknya kita bergegas masuk ke sana dan mencari petunjuk soal keberadaan Faisal," ajak Rasyid.

Mereka semua pun segera membuka pagar rumah itu dan melangkah menuju ke halaman yang cukup luas. Ziva, Hani, dan Tari menarik nafas selama beberapa saat ketika menyadari bahwa ada yang aneh dengan tempat yang mereka pijak.

"Wah ... di halaman ini banyak sekali air, ya, rupanya. Apakah Faisal adalah salah satu bagian dari keluarga duyung, sehingga halaman rumahnya penuh sekali dengan air tergenang?" celetuk Mika, selalu sekonyol biasanya.

Yang lainnya--yang pada awalnya sedang diliputi rasa tegang di tengah kegelapan--mendadak segera menahan tawa akibat mendengar celetukan Mika. Hani pun langsung berkacak pinggang sambil menatap sengit ke arah Mika, meski pada saat itu tidak bisa dipungkiri bahwa dirinya pun ingin sekali tertawa.

"Mik ... kalau Faisal adalah bagian dari keluarga duyung, maka dia seharusnya tidak tinggal di daratan melainkan di lautan. Kalau kamu lihat air menggenangi halaman rumah sampai seperti ini, artinya yang punya rumah itu jorok dan tidak memperhatikan drainase di rumahnya sendiri. Paham, 'kan?" tanya Hani, sambil mulai menggebuk-gebuk punggung Mika dengan penuh keikhlasan.

Mika pun langsung meringis kesakitan setelah menerima gebukan dahsyat dari tangan Hani. Alwan pun segera menyelamatkannya secepat mungkin, sebelum Hani benar-benar menjadikan Mika sebagai pengganti samsak.

"Hei ... di sini ada tangga yang tampaknya mengarah ke pintu depan rumah ini," Tari memberi tahu yang lainnya.

Semua orang kini berjalan mendekat ke arah tempat di mana Tari berada. Mereka masih berjalan dengan sangat hati-hati di tengah genangan air pada halaman rumah itu. Mewaspadai adanya lubang yang tidak terlihat pada permukaan tanah, serta mewaspadai agar tidak perlu ada yang terpeleset ketika melangkah. Raja kini memimpin di depan, sementara Rasyid menjaga semua orang di bagian paling belakang. Senter di tangan mereka masing-masing masih dinyalakan untuk menerangi keadaan sekitar yang sangat gelap.

KRIIIEEETTTT!!!

Suara pintu rumah itu cukup bergema ketika baru saja dibuka oleh Raja. Keadaan cukup gelap karena tidak ada lampu yang bisa menyala di rumah itu. Rusli menyenter ke arah tempat kWh meter milik PLN seharusnya berada. Namun ternyata di tempat itu terlihat sudah tidak ada kWh meter yang dicari.

"Sepertinya pihak PLN punya dendam kesumat pada Faisal. Pegawainya sampai mencabut kWh meter beserta kabelnya yang tertanam di dinding," ujar Alwan, sambil menunjukkan apa yang sedang dilihatnya saat itu.

"Mungkin itu adalah akibat Faisal terlalu sering menunggak tagihan listrik di rumah ini, dan ketika ditagih dia malah marah-marah pada petugas PLN yang datang. Makanya kWh meternya sampai dicabut bersama dengan kabel yang tertanam di dinding," tanggap Rusli.

"Hm ... bayar dukun untuk main teluh bisa, giliran disuruh bayar tagihan listrik enggak bisa. Agak lain memang manusia yang satu itu," sinis Hani, sangat tajam.

Alwan, Rasyid, Mika, dan Raja kini menatap ke arah Hani yang sudah melangkah duluan menyusul Ziva dan Tari ke dalam rumah itu. Keempat pria itu dengan kompak menggeleng-gelengkan kepala mereka.

"Hani terkadang mulutnya tokcer sekali, ya, kalau sudah mengeluarkan kalimat-kalimat yang bernada menyindir atau bernada sinis. Kapan kira-kira dia punya waktu untuk mengasah keterampilan mulutnya itu? Padahal dia setiap hari bekerja bersama kita, loh," heran Mika.

"Apa bedanya sama mulutmu, Mik? Kalau mulut Hani hobi mengeluarkan kesinisan, mulutmu juga hobi mengeluarkan kalimat-kalimat yang membuat kami jengkel. Kira-kira, kapan kamu punya waktu untuk mengasah keterampilan mulutmu itu? Padahal setiap hari kamu bekerja bersama kami, loh," balas Rasyid.

"Eh? Kok jadi aku lagi yang kena serangan, sih? Kenapa bukan Hani yang kamu serang, Ras? Kok malah jadi aku yang kembali terpojok?" Mika tampak tak habis pikir.

"Eh ... aku teringat sesuatu," Alwan mendadak menepuk pundak Rasyid dan Mika.

"Apa? Kamu ingat apa, Al?" Rasyid tampak antusias.

"Kenapa Ziva tidak berusaha untuk membuat wajahnya terlihat tidak cantik seperti yang dilakukannya kepada Tari, saat menghadapi kelakuan Almarhum Dokter Zafran?" tanya Alwan. "Padahal sebenarnya dia pasti bisa membuat Faisal ...."

"Sudah pernah Ziva mencoba hal itu, Al," potong Mika dengan cepat. "Tapi sayangnya hal itu tidak berguna sama sekali di hadapan Faisal. Entah kenapa hal itu bisa tidak berguna ketika Ziva gunakan terhadap Faisal. Mungkin itu adalah refleksi akibat laki-laki itu terlalu terobsesi kepada Ziva."

Ziva meminta semua orang berkumpul tepat di tengah rumah itu. Rusli pun ikut mendekat karena ingin tahu tentang rencana yang mungkin akan Ziva cetuskan. Ia sudah sering mendengar dari Federick, bahwa Ziva adalah orang yang paling didengar di dalam timnya. Hingga akhirnya ia cukup penasaran dengan bagaimana kinerja Ziva ketika menghadapi sesuatu di tempat yang asing.

"Rumah ini terdiri dari dua lantai, jadi sebaiknya kita membagi diri menjadi dua kelompok. Kelompok pertama akan ada di bagian bawah dan memeriksa seluruh bagian yang ada di lantai bawah ini. Kelompok kedua akan ada di bagian atas dan memeriksa seluruh bagian yang ada di lantai atas itu. Sekarang silakan putuskan, bagi yang ingin menjadi bagian kelompok pertama ataupun kelompok kedua," ujar Ziva, memberikan kesempatan untuk memilih.

"Oh? Kita boleh menentukan sendiri? Tumben ... biasanya kelompok ditentukan oleh salah satu dari kita," Mika tampak sedikit kaget.

"Karena saat ini kita harus mencari petunjuk di tengah kegelapan, maka dari itulah aku memberikan kesempatan pada kalian semua untuk memilih ingin ikut kelompok mana. Ya ... supaya jangan ada yang saling menyalahkan jika mendadak ada yang muncul secara tidak terduga," jelas Ziva.

"Ah ... ternyata kami boleh memilih karena suasana kali ini sangat gelap dan mencekam, ya? Oke ... pokoknya aku akan ikut satu kelompok dengan Suamimu. Aku enggak mau tahu!" tegas Mika, yang kemudian segera merangkul Raja.

"Biar apa? Biar kalau ada yang muncul mendadak, aku langsung bisa kamu jadikan tameng, hah?" tebak Raja.

"Hush! Kali ini kamu jangan satu kelompok denganku, Mik. Yang boleh satu kelompok denganku adalah orang-orang yang tidak akan membuat aku susah di tengah kegelapan," larang Rasyid.

"Hush! Aku juga enggak mau satu kelompok denganmu, Ras. Kamu enggak bisa kujadikan tameng kalau ada yang muncul mendadak," balas Mika.

"Astaghfirullah ... kalian kok bisa-bisanya bertingkah konyol disaat sedang bekerja," heran Rusli.

"Maklumi saja, Pak Rusli. Sahabat-sahabat saya ini memang tidak pernah bisa serius," jelas Hani, agar Rusli benar-benar bisa paham.

Setelah membagi kelompok, semua orang pun mulai menyebar ke berbagai penjuru di rumah itu. Satu persatu tempat mereka datangi dan periksa, namun sayangnya tidak ada sama sekali petunjuk yang bisa ditemukan di rumah itu. Ziva dan Raja benar-benar putus asa saat tidak ada satu pun petunjuk yang bisa mereka gunakan untuk menemukan keberadaan Faisal. Tari, Mika, dan Alwan pun kembali mencoba meyakinkan mereka berdua untuk tetap tenang, meski saat ini Faisal kemungkinan masih akan menyerang mereka lagi. Rasyid tidak ada bersama mereka, dan Hani jelas menyadari hal itu sehingga membuatnya mencoba mencari keberadaan Rasyid. Ia meneleponnya, dan Rasyid pun mengangkat teleponnya tak lama kemudian.

"Bagaimana, Ras? Apa kamu menemukan sesuatu?" tanya Hani.

"Ada satu tempat lagi ternyata di rumah ini, Han. Tolong minta pada Raja, Mika, dan Al untuk menyusulku ke bagian samping rumah ini," jawab Rasyid, yang saat itu sedang menyenter ke arah sebuah pintu kayu tua.

* * *

TELUH BONEKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang