16. Lelah

1.4K 221 14
                                    

Boleh banget ngasih tahu kalau ada typo.

Selamat membaca.









"Sekarang jelaskan sama mama!" Alma menggoyangkan lengan putrinya dengan keras. Terus memaksa gadis yang menangis itu bicara. Bahkan dia melupakan jika bentakannya pasti didengar tetangga sebelah rumah.

Hatinya hancur. Dia merasa menjadi ibu akibat tindakan Sasa yang sama sekali tak pernah terpikirkan olehnya. Rasanya dia sudah berulang kali mengingatkan sang putri tentang berbuat baik pada sesama, lalu kenapa dirinya bisa kecolongan seperti ini?

"Sasa! Jawab mama!" teriak Alma memecah heningnya malam. Lalu badannya ambruk, bersimpuh di lantai yang dingin dengan tangan tetap berada di lengan sang putri.

"Al, cukup!" Bian yang baru saja masuk rumah sesudah memarkirkan mobil membelalak menyaksikan pemandangan di depannya. Dengan jelas dia melihat Alma mencengkeram kedua lengan Sasa dan menggoyangkannya dengan keras. Sementara sang putri berkali-kali menggeleng, tapi tidak mengucapkan satu patah kata pun.

Tak tahan melihat apa yang terjadi, dia menarik lengan Alma hingga wanita itu berdiri. Selanjutnya memosisikan diri di tengah-tengah ibu dan anak tersebut, mencegah Alma menyakiti anak mereka. Bukan hanya tidak mau Sasa disakiti, tapi juga dia tak mau Alma menyesal nantinya begitu sadar apa yang telah dilakukan. "Aku bawa Sasa ke rumah."

"Sasa tetap di sini!"

Bian tersentak. Lantas mengerjap beberapa kali, masih tak menyangka Alma membentaknya seperti itu. Hal yang sontak mengingatkannya pada masa-masa pernikahan mereka di ujung tanduk, dikala setiap hari dia harus mendengar suara keras Alma. "Aku akan membawa Sasa ke sini kalau kamu sudah tenang."

Menggendong gadis berusia sepuluh tahun yang tak kecil lagi untuk diperlakukan seperti anak kecil, Bian pergi meninggalkan mantan istrinya sendirian. Keinginan kuat untuk membawa perempuan yang terduduk di lantai sambil menangis itu dalam pelukan tentu saja ada. Namun, dia tak mau membuat masalah baru sebab tahu Alma membenci hal itu.

Perjalanan yang memakan waktu sebentar tersebut nyatanya bisa menyebabkan Sasa tertidur pulas. Bahkan tak terusik sama sekali kala Bian memindahkannya ke kamar, sepertinya kejadian tadi menguras habis tenaga Sasa.

Merebahkan diri di samping sang putri, Bian mengusap pelan rambut hitam bergelombang demi menenangkan sang pemilik yang tampak mengernyitkan dahi. Setelah memastikan Sasa kembali lelap, dia terlentang menatap langit-langit kamar dengan pikiran berkecamuk.

Semua masih belum jelas, dan rasa penasaran ini sungguh menggangunya. Semoga saja besok Alma bisa diajak berbicara sebab dia tak tahu harus membuat alasan apalagi jika sang ayah bertanya. Ya, tadi ketika memasuki rumah ternyata ayahnya masih bersantai di ruang tengah hingga terpaksa dirinya berkata Alma banyak pekerjaan. Untung saja alibi itu bisa diterima, coba kalau tadi yang dia hadapi adalah ibunya pasti tak akan melepaskannya begitu saja.

Tengah malam dan dia masih belum memejamkan mata sedetik pun. Ditambah beberapa kali Sasa gusar dalam tidur, semakin membuat dia tak bisa tidur. Ditengah tangannya yang mengelus kepala sang putri penuh kasih sayang suara dering ponsel merebut atensinya.

Meraih benda yang terletak di atas nakas samping tempat tidur, dia langsung mengangkatnya begitu melihat nama Alma yang terpampang di layar ponsel. Bahkan tak perlu berpikir kenapa perempuan itu menghubunginya. "Ada apa?" tanyanya setelah menjawab salam yang diucapkan dengan lirih seolah mantan istrinya tak punya tenaga untuk sekedar bersuara. "Al?"

"Aku di depan."

"Eh? Kamu ngomong apa? Yang jelas!" Rasa khawatir menyebabkan Bian tanpa sengaja menaikkan suara. "Alma!"

MENGULANG KISAHWhere stories live. Discover now