Bagian 2

3 2 0
                                    

[Sekedar info: Jika ada tanda ini (') di awal teks dialog ataupun di akhirnya. Tandanya itu teks yang terucap di hati atau dipikirannya saja. Tapi juga di pakai untuk, kekehan kecil dllnnya. Yang berpotensi suaranya kecil.]

Syukur deh kalau
human paham..
lanjut keunn.. bacanya yeww!

~°°°~

Malam sudah menampakkan dirinya dan bintang mulai perlahan terlihat menghiasi langit yang mulai gelap. Tapi dua orang yang sedari tadi kabur, masih saja berlarian dari kejaran para prajurit kerajaan itu.

"Hah.. hah.. capek woi." Deruan nafas Rani yang terdengar tidak karuan. "Kapan nyampainya sih ini, perasaan dari tadi kita cuman lari, masuk hutan, lewati sungai, masuk hutan lagi. Kek gituh aja terus, sampai putus nih kaki gue!" Omelnya panjang lebar.

"Diam."

Satu kata yang membuat Rani berhenti mengomel dan menelan salivanya kasar.'Serem amat sih ni orang. Lagian nggak capek apa, lari terus tanpa tau arah tujuan sebenarnya mau kemana.' Ucapannya yang kedengaran sayup-sayup oleh orang di depannya.

Rani berusaha menyeimbangi langkah pria berjubah itu. Meski sebenarnya kaki yang ia pijak ini sudah tidak terasa kaki lagi.

Beberapa menit setelah itu Rani memberanikan diri bertanya, "masih lama lagikah?" Tidak ada jawaban sama sekali. Rani masih menunggu pria itu, bersuara dengan keadaan yang was-was. Karena takut di bentak lagi seperti tadi.

"Orang lagi bertanya juga. Setidaknya kau bisa jawab, atau tidak kau lepaskan saja tanganku ini. Sungguh ini sangat melelahkan bagiku." Pintanya yang langsung di turuti.

Pria berjubah berhenti dan menoleh "Bukannya kau Penyihir. Gunakanlah sihirmu untuk menemukan tempat yang aman." Ucap pria itu lalu meninggalkan Rani seorang diri.

Rani mencoba mengejarnya namun tidak bisa.

"TUNGGU WOI!" Teriaknya yang bergema cukup keras. Rani mendengus kesal "ch.. aneh, gue udah bicara sesopan mungkin sama dia. Malah nggak dapat respon apa-apa." Menjatuhkan dirinya untuk bersandar di sebuah pohon besar.

'Malah ngatain orang penyihir lagi. Emang gue seburuk rupa itu ya? sampai di bilang penyihir.' Sambil meraba wajahnya yang sudah di banjiri keringat.'Lagian penyihir hidungnya besar, kalau guekan minimalis.' Sambungnya lagi.

Menangkup wajahnya sebentar, "Tempat aneh. Ini tempat paling nggak gue inginkan di hidup gue." Rutuknya yang masih kesal, "dan sialnya, gue ngerasainnya sekarang."

Suara jangkrik dan hewan malam lainnya yang menemani kesunyian Rani, saat sendirian di hutan ini. Sedangkan Rani masih stay menyandar di sebuah pohon, entah apalah namanya ia juga tidak tau. Tidak ingin mencoba berjalan lagi, untuk bisa keluar dari sana. Karena kehabisan energi juga ye kan.

'Nyesal gue ngomong, hidup di hutan enak. Kenyataannya kek gini njirr..' keluhnya yang mulai lelah.

Udara dingin mulai membuat tubuh Rani kedinginan. Dan itu membuat Rani mencoba menghangatkan dirinya yang sudah mulai kedinginan.

"Gue pengen buat api. Tapi ntar keburu ada yang tau kalau gue ada disini." Pikirnya yang menimbang-nimbang keputusannya itu. "Secarakan gue jadi buronan si Raja angkuh tadi siang. Ch, sial" lanjutnya yang meratapi nasipnya.

Beberapa menit kemudian Rani tidak tahan lagi dengan udara dingin yang semakin di biarkan. Akan membuat ia mati kedinginan. Rani membuka tasnya dan meraba isi tasnya. Mencari korek api yang biasa ia simpan di kotak pensil.

Tanpa alasan yang jelas kenapa Rani membawa korek api ke sekolah. Rani termasuk tipe orang, apa yang ia lihat akan memasukkan apapun ke dalam tasnya. Ntah itu penting atau tidak, ia sangat menyukai jika tasnya itu tidak kosong.

"Nah, ketemu." Serunya senang.

Perlahan ia keluarkan dan segera mengumpulkan daun-daun yang ada di dekatnya untuk ia bakar terlebih dahulu. Sebelum ia mencari ranting-ranting pohon yang kering disekitarnya, saat sudah ada penerangan nanti.

Cisss

Koreknya menyala.

Saat hendak ia bakar ke daun tersebut. Tangan seseorang menahan pergerakan Rani, yang membuat dirinya menoleh "Siapa sih?!" tanyanya yang tersentak kaget.

"Ikut!"

Setelah itu Rani di gendong seperti karung beras yang biasa di angkat bapak-bapak pasar, habis itu di tarok di atas mobil pick up.

"LEPASIN GUE!" Teriak Rani memberontak.

Malah gendongan tersebut semakin erat dan langkah yang semula pelan menjadi lari begitu kencang. Rani pasrah saja jika nasip dirinya nanti, mati atau apalah itu. Terima saja lah woi! Sekilas itulah gambaran wajah Rani saat ini.

'Kalaupun gue mati, setidaknya gue udah pernah makan di restoran bintang lima.' Batinnya kembali bersuara dan kedengaran sangat miris. Bukan?

Memang kemaren malam Rani dan Kakaknya di undang makan malam di sebuah restoran bintang lima dan cukup terkenal juga di kota-kota besar. Undangan tersebut diberikan kepada Kakaknya Rani yaitu Naura Maulia Tusha. Sebagai karyawan terbaik di kantor tempat ia bekerja.

Maka dari itu, Naura mengajak adik satu-satunya untuk ikut bersamanya. Karena memang dialah keluarga yang di milikinya saat ini. Rani hanya tinggal berdua bersama sang Kakak. Mereka dulu tinggal di panti asuhan dan di besarkan di sana. Sampai Naura sudah lulus sekolah dan keluar dari panti karena batas umur yang mengharuskannya keluar.

Namun Rani sedih di tinggal sang Kakak dan tidak ingin berpisah jauh dengan Adik kecilnya. Naura memutuskan untuk membawa Rani juga ikut keluar dan tinggal di sebuah kontrakan yang ia tempati bersama Adiknya itu.

Dengan hasil tabungannya selama di pantilah mereka bisa hidup. Meski tidak banyak, namun cukuplah untuk kebutuhannya menjelang mendapaktan pekerjaan nanti. Itu berlangsung saat masa, Naura masih belum mendapatkan kerja tetap. Namun sekarang sudah berbuah manis. Ia sudah jadi karyawan tetap dan berpenghasilan yang lebih dari kata cukup. Serta sudah mampu membeli rumah kecil untuk dirinya dan Rani.

Skip lanjut ke awal tadi.

Rani merasa tubuhnya tidak lagi merasakan gerakan apapun. Tenang yang kini ia rasakan. 'Udah? Mati nih gue? apa ada hal aneh lagi, yang bakal muncul?' Membuka matanya perlahan. Yang pertama kali ia lihat adalah sebuah kastil yang berdiri kokoh tidak terlalu megah, namun terlihat sangat besar.

Tanpa sadar Rani melupakan ada orang lain juga yang ada di sebelahnya. Menatap dirinya tanpa ekspresi apapun. Karena wajahnya juga tertutup oleh jubah yang ia kenakan. Jadi Rani juga tidak tau, dia berwajah seperti apa saat ini.

"Ini surga? Masak gelap gini, nggak salahkan?" Tanya Rani melirik kesana kemari.

Mata Rani berhenti saat ia melihat pria berjubah tadi yang meninggalkannya di hutan, kembali lagi ia lihat. Rani tau bahwa dia adalah seorang Pria, karena tadi dirinya di gendong seperti bukan selayaknya manusia. Yakalik, wanita bisa gendong kayak gitu.

"Kau ada disini? bukannya kau pergi meninggalkanku tadi di hutan?" Tanyanya. "Atau jangan-jangan, kau yang mengendongku tadi. Iya kan?" Sambungnya kembali yang mencoba menerka-nerka.

Tidak ada jawaban. Rani di tinggal begitu saja oleh pria berjubah itu.'Ch. Nggak di jawab lagi nyet.' Katanya sambil bergerak mengikuti pria tadi, sambil berpikir hal jail untuk orang di depannya sekarang. Ia mendekat ke tubuh pria berjubah itu dan menarik secara paksa jubahnya agar kebuka.

Sritt

Setelah dibuka. Rani sangat terkejut bukan main. Membuka mulutnya tercengang, 'kenapa bisa..' jeritnya di hati.

Saat pria berjubah itu membalikkan badannya untuk melihat siapa yang berani menarik jubahnya ini secara paksa. Sehingga terlihatlah wujud yang sebenarnya.

'Sudah gue dugong, lo__

~°°°~


Tertanda
Rasib.

Story Rani [On Going]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon