1. The Beginning 🥂

1.9K 133 14
                                    

Gween Calista, menarik ujung dress merah yang menurut wanita itu terlalu mengekspos paha atasnya. Apalagi dengan balutan ketat serta belahan rendah pada bagian dadanya membuat perempuan itu merasa benar-benar telah sempurna menjadi bitch yang tak mempunyai harga diri lagi.

Sempat terpikirkan oleh wanita itu untuk mengurungkan niat dan berlari menjauh dari pintu kecoklatan yang siap membawanya pada kubangan neraka. Tapi, raut hancur sang mama serta wajah pucat sang adik yang terbaring di rumah sakit membuat Gween kembali membulatkan tekadnya.

Ia pasti bisa. Toh Mami Flo bilang, pria ini adalah seorang impoten yang tak akan mampu untuk merenggut keperawanan Gween. Yah, semoga saja pria itu belum sembuh dari sakitnya. Setidaknya itulah doa yang dirafalkan gadis berumur dua puluh enam tahun itu sejak tadi.

Tangan Gween terangkat dan memberi ketukan pelan yang langsung disambut oleh orang yang berada di dalam sana.

"You're late." Suara yang menyapa indera pendengaran Gween itu terdengar begitu berat dan sexy, selaras dengan penampilannya yang begitu panas dengan bulir air yang mengalir liar di dada telanjangnya. Gween tebak pria itu baru saja selesai mandi.

Perempuan itu berusaha untuk membasahi tenggorokannya yang tiba-tiba terasa kering. "Maaf, Pak. Jalanan macet," jawabnya beralasan, karena sebenarnya ia sudah berdiri selama setengah jam di depan pintu kamar hotel yang dipesan oleh pria itu.

Tak ada sahutan dari laki-laki bernama Jero Axford yang kini membuka lebar pintu, seolah memerintahkan Gween untuk masuk tanpa perlu repot-repot mengeluarkan suara.

"Take off your dress," ucapnya mengejutkan Gween.

"Excuse me?"  Gween berusaha untuk memastikan lagi.

"Aku tidak suka berbasa-basi."

Wanita itu meneguk saliva dengan kasar, badannya lemas dan kepalanya terasa berputar-putar. Sialan, padahal sudah berhari-hari ia menguatkan diri setelah mengambil keputusan ini, berusaha untuk tetap tenang dan bahkan beberapa kali memperaktekkan cara bersikap sebagai wanita penggoda.

"Aku tidak butuh patung. Jika kamu tidak bisa, silahkan keluar!" ujarnya lugas.

Kaki Gween ingin berlari, tapi logikanya tetap mengharuskan dia berdiri di sini dan melakukan tugasnya hingga selesai.

Wanita itu menarik resleting kecil yang bersembunyi di balik punggungnya, lalu menurunkan tali gaun merah itu dengan tangan yang bergetar halus. Menyisakan bra dan g-string berwarna hitam yang membuat Gween terlihat sangat memikat.

Jero melengkungkan sudut bibir sebelum menjatuhkan diri ke atas kasur dan menjadikan kedua lengannya sebagai bantalan kepala.

"Show me your skills."

"Ap ... apa?"

Jero mendengkus dan menatap Gween tajam. "Jangan membuang waktuku dengan kebodohanmu. Kamu tak mungkin datang tanpa tahu apa tigasmu!"

Gween menarik napas dalam-dalam. "Beri saya sedikit waktu," pintanya pelan.

Jero memperhatikan wanita itu sejenak sebelum memberi isyarat setuju lewat gerak wajahnya.

Hal itu tak disia-siakan Gween yang langsung melangkah ke kamar mandi dan langsung menghembuskan napasnya panjang saat ia berdiri di depan westafel dan melihat wajahnya yang berkeringat meski ruangan ber-AC.

"Tarik napas, Gween. Tarik napas," ucapnya memberi afirmasi pada diri sendiri. "Kamu bisa! Kamu pasti bisa! Semua ini demi Mama dan Geisya," ucapnya bergumam, berusaha menggali lagi semangat yang sudah hampir mati.

Meski belum sepenuhnya tenang, Gween memutuskan untuk keluar dari sana sebelum Jero murka dan menyeretka ke atas ranjang.

Perlahan wanita itu mendekati ranjang dan berhenti tepat di samping Jero yang memejamkan mata dengan dahi berkerut dalam.

I Order YouWhere stories live. Discover now