Sudah Biasa

9 2 0
                                    

Terima kasih sudah mampir^^

Happy reading ^^

***

"Hoamm aduh dingin banget," keluh seorang pemuda yang baru saja terbangun akibat udara dingin yang menusuk tulangnya, sambil terus menggosokkan kedua telapak tangan dan memeluk dirinya sendiri, berharap dapat mengurangi sedikit rasa dingin itu meskipun nihil.

Setelah beberapa waktu untuk mengumpulkan nyawanya pemuda tersebut melihat jam yang terpasang di dinding kamarnya, menunjukkan pukul 04.45. Tanpa basa-basi pemuda itu langsung bergegas membersihkan kamarnya yang terbilang sederhana, bahkan sangat sederhana.

Terlihat dari ukuran kamar yang tidak terlalu luas, hanya cukup untuk dia mengistirahatkan diri dari seluruh aktivitasnya seharian. Di kamar ini juga hanya tersedia satu karpet tipis sebagai alas untuk dia tidur, satu bantal yang telah menipis, dan seonggok sarung usang untuk selimut yang berfungsi menghangatkan tubuhnya dikala dingin melanda. Tapi tetap saja hawa dingin dapat menembus sarung usang tersebut. Lemari kayu yang sudah peyot untuk dia menyimpan baju-bajunya yang tak lain dan tak bukan adalah bekas dari para saudaranya.

Setelah merasa cukup, pemuda tersebut bergegas mengambil wudhu dan menunaikan kewajibannya sebagai seorang hamba, tak lupa berdoa agar hari ini lebih baik dari hari kemarin. Lalu bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah dengan penuh semangat.

Tepat pukul 05.55 pemuda itu keluar dari kamar dan berjalan ke arah dapur untuk sarapan dan membuat bekal untuk dirinya sendiri.

"Eh den Gio, selamat pagi den. Den Gio mau sarapan apa? Biar bibi bikinin," sapa seorang wanita paruh baya dengan senyum manis menyambut tuan mudanya, wanita itu merupakan asisten rumah tangga di sini, yang sering dipanggil bi Minah.

"Pagi juga bi, Gio mau nasi goreng aja deh bi, Gio kangen sama nasi goreng buatan bibi," jawab pemuda itu tak lupa membalas senyuman dari bi Minah.

Algio Ditama, seorang pemuda yang berusia 16 tahun. Gio, begitu orang-orang memanggilnya anak ketiga dari lima bersaudara. Anak dari pasangan Tirta Ditama dan Serlina Puspita.

"Ok siap den, apa sih yang gak buat aden ganteng ini," balas bi Minah dengan jenaka.

"Hehehe bibi bisa aja, oh iya bi ada yang bisa Gio bantu gak bi? Gio bosen bi kalau cuma nunggu bibi di meja makan," tanya Gio, sebenarnya alasan itu tidak sepenuhnya salah. Karena memang benar Gio akan merasa bosan kalau hanya menunggu nasi goreng bi Minah, ditambah dia cukup takut untuk bertemu dengan ayahnya yang sudah pasti sekarang menjadi orang pertama yang sampai di meja makan.

Bukan apa-apa, hanya saja Gio masih belum sanggup untuk kembali bertatap muka dengan ayahnya setelah kejadian tadi malam. Aneh memang rasanya takut pada ayah kandung sendiri, tetapi itulah yang Gio rasakan. Bayang-bayang ayahnya yang memukulinya tanpa belas kasihan tadi malam masih terngiang-ngiang diingatan Gio.

Bi Minah yang mengetahui alasan sebenarnya hanya diam, karena ialah yang membuatkan teh untuk tuan besarnya itu tadi. Dengan helaan nafas pelan bi Minah mengiyakan saja permintaan Gio tadi, dengan menginstrupsikan Gio cukup mengaduk-aduk nasi goreng yang sudah ia beri bumbu.

Selang beberapa waktu nasi goreng tersebut matang, dengan segera bi Minah yang dibantu Gio langsung menghidangkan nasi goreng di mangkuk dan membawanya ke meja makan. Di sana sudah hadir seluruh penghuni rumah, termasuk Gio yang baru saja bergabung setelah meletakkan mangkuk berisikan nasi goreng.

"Wah wah wah, apanih bi? Roma-romanya enak nih," seru seorang pemuda yang merupakan putra bungsu di keluarga Ditama. Namanya Kiandra Ditama.

"Iya nih bi dari kamar aromanya udah kecium, beuh bikin cacing-cacing di perut meronta-ronta tau bi," ucap pemuda lain melebih-lebihi. Pemuda tersebut adalah kembatan dari Kiandra, anak keempat dari lima bersaudara. Namanya Sebastian Ditama.

AlgioWhere stories live. Discover now