14. I Tell Them The Truth

121 21 3
                                    

Sejak awal, Mala sudah menduga bahwa Galen akan menjadi pria bertipikal 'everyone crush' karena kepribadiannya yang tidak bertele-tele. Selain sifatnya bagus, tampang dan keahliannya dalam bela diri juga jadi faktor utama mengapa para gadis bisa saja antri andaikan pria itu mau jadi orang yang mencolok.

Bagaimana tidak jadi everyone crush, Mala bahkan bisa menjabarkan keunggulan-keunggulan Galen andai kata lelaki itu memiliki kekasih.

Pertama, Galen tampan. Kedua, Galen lebih banyak melakukan tindakan daripada bicara omong kosong. Ketiga, Galen jago bela diri—untuk keunggulan yang ini menambah karisma Galen sebagai pria. Keempat, Galen terlihat menghargai perempuan dan dipastikan memperlakukan perempuan dengan sangat baik. Kelima, karena Galen adalah seorang Galene Rajasa.

Tapi sayangnya, dengan segala keunggulan dan potensi yang Galen miliki, pria itu nampaknya tidak tertarik menjadi Don Juan sekolah makanya sering mendekam di kelas dan tidur selagi punya waktu keluar kelas. Paling-paling, Galen pergi ke kantin di jam makan siang saja untuk makan berdua dengan Saki di sudut kafetaria atau memangkas habis jam istirahat saat sedang mata pelajaran olahraga. Maka predikat 'hidden treasure' jauh lebih cocok untuknya.

Menemukan Galen sedang memasang jepit rambut pada perempuan lain kemudian melayangkan pujian singkat di balik kepribadian yang tak suka basa-basi jelas jadi sesuatu yang menghebohkan buat Mala. Bukan cuma Galen, tapi Hazel yang kelihatan syok dipasangkan jepitan pun membuat Mala tambah kelojotan.

"Kalian pacaran?!" Mala berlari kecil mendatangi Hazel dengan suara agak kencang. Galen yang belum pergi jauh sampai menoleh ke belakang mendengar celetukan tersebut.

"Sejak kapan lo di sana?!" tanya Hazel balik.

Mala mendelik, memajukan wajahnya beberapa inci hingga jarak antara wajahnya dengan wajah Hazel begitu dekat. "Kok muka lo panik gitu sih?"

"Backstreet ya?" imbuh Mala lagi. "Atau HTS? Habis ditembak? Diajak tunangan?"

"Bisa diem nggak, Mal?"

"Enggak." Mala menggeleng. Tangan lentiknya mengelus jepit rambut yang bertengger di kepala Hazel. "Lo cemburu nggak kalo gue elus jepitannya? Kalo cemburu gue minta maaf, tapi gue gemes banget, sumpah."

"Mala."

Mala mengalihkan pandangannya jadi menatap Hazel. "Iya, Zel?"

"Gue.nggak.pacaran." Hazel mengonfirmasi seluruh pertanyaan Mala dengan penuh penekanan.

"Berarti HTS?"

Sungguh, siapa yang mengajarkan Mala menjadi orang kepo keterlaluan seperti ini? Bawa orang itu ke hadapan Hazel, maka Hazel akan mengisap darahnya bak vampir jahat sampai ia mati.

Hazel membuang napas kasar mengamati wajah bersemangat sekaligus penasarannya Mala. "Nanti gue kasih tau, deh. Tunggu Sandra selesai."

«●○●○●»

Sandra mencomot bakso goreng yang dibawa Mala kemudian melahap habis makanan super garing tersebut, pandangannya tak lepas memerhatikan Hazel yang belum lama ini sudah menceritakan banyak hal pada mereka.

Di meja ada sekaleng coca cola, basreng, serta beberapa buku jurnal khusus ringkasan ulangan. Buku jurnal milik Hazel hanya terbuka lebar kendati tuannya tak kunjung membaca serapan ilmu yang ia tulis sendiri sepanjang malam, Hazel justru lebih memilih untuk mengurai puluhan rangkai kata pada Mala dan Sandra sembari melahap batagor hangatnya.

"Jadi lo sama Galen itu udah lebih dari chairmate?"

Hazel mengangguki pertanyaan Mala. "Kita satu divisi, satu Gili tugas, mama dan Bu Gina juga temen deket dulu. Jadi ya... Begitu lah, tiba-tiba akrab aja."

Kacang AlmondWhere stories live. Discover now