9 | Somaja Bimbaka

84 27 0
                                    

9th part of ; Somaja Bimbaka

due copyright © @.199scoffee

📰📰📰

SUASANA ruang ujian kali ini, benar-benar sangat memuakkan, bahkan untuk sekedar bertahan hingga menit ke sepuluh saja, Kala rasanya tak kuat lagi.

Angkatan empat puluh tiga berada di Gedung Serba Guna, bangunan A bercorakkan merah dan emas. Sedangkan angakatan empat puluh empat berada di Gedung Aula bangunan B, dengan corak merah dan silver.

Semua menunggu dengan cemas. Bunyi hentakkan kaki, gesekan kertas, pukulan pena serta suara hafalan, menjadi satu, menambah kesumpek-an dan menganggu ketenangan. Kelas sebelas IPA tiga, yang berada di jejeran ketiga, sibuk berkutat dengan rumus-rumus dan video-video pembelajaran. Tak terkecuali, Luci.

Luci menoleh kearah Kala yang berada di enam kursi setelahnya, sibuk berkutat dengan handphone. Tak ambil lama, Luci langsung merogoh benda pipih miliknya dan mengirim pesan singkat.

Kala mengernyit saat melihat notifikasi pesan dari Luci. Ia membuka dan langsung menoleh kearah Luci yang sudah cemas.

"Padahal bisa ngomong langsung." gumam Kala.

Saat hendak berdiri dari kursinya, ia mendengar suara gesekan mic yang sedikit memekakkan telinga. Dilihatnya, seorang wanita dengan balutan dress merah, high heels warna senada, sapu tangan putih dan bando kain ala anak tahun 19-an, naik ke atas podium, yang berada di depan lautan siswa-siswi Sma Nusa Bangsa.

Kala kembali duduk, begitupun dengan beberapa siswa yang sebelumnya membuat lingkaran, untuk sekedar bertukar pikiran.

Tatapan wanita itu tegas, melihat ke seluruh sisi ruangan dengan seksama. Tubuh wanita itu ramping, paras cantik, rambut tertata sempurna, sangat tidak masuk akal jika seseorang berkata, Ia sudah berkepala tiga.

Ya, dia Shima Bianda, head master lima tahun belakangan juga head master yang membawa nama Sma Nusa Bangsa melesat hingga ke seluruh penjuru Benua Kuning.

Shima tersenyum, ia mendekatkan bibirnya ke arah mic, guna berbicara kepada siswa-siswi angkatan empat puluh tiga.

"Selamat pagi, i miei studenti,"

Shima berbicara dengan nada yang halus, tetapi menghanyutkan.

"No one answer? Kalian terlalu gugup atau terlalu bersemangat untuk ujian kali ini?" ia tertawa, menyela ucapannya dengan tawa yang berkesan- entahlah.

Ia mengesampingkan surai panjang berwarna coklat, yang terlihat sangat terawat.

"Pasti sekarang, didalam diri kalian penuh pertanyaan. Kenapa disatukan? Kenapa ujian mendadak? Dan hal lainnya,"

"Tapi bukan itu yang harus kalian tanyakan saat ini. Yang harus kalian tanyakan adalah,"

"Apakah saya mampu melewati ini?" Shima tersenyum.

"Ah, kalian pasti tidak berpikir begitu kan? Mulai sekarang tanyakan itu pada diri kalian sendiri."

Seorang siswa berkacamata hitam besar dan tebal, yang berada dijejeran terdepan, mengangkat tangan.

"Berapa persen siswa yang bisa keterima, bu?" tanyanya.

Shima menoleh ke arah kiri dan melihat siswa itu, "Persen? Tidak berarti disini. Bisa jadi diantara kalian, hanya satu orang atau dua orang. Atau mungkin bisa semuanya? Saya tidak tahu." jawabnya.

PAWN : Bidak TikusWhere stories live. Discover now