[6] Another Coincidence

900 103 10
                                    

Hari Senin yang biasanya normal-normal saja buat Cherry, tiba-tiba menjadi kelabu. Sejak pagi, Cherry tidak fokus bekerja. Berkali-kali anggota timnya bertanya mengenai contoh query yang tepat untuk menghasilkan statistik penjualan per kategori, tapi Cherry tidak mendengarkan. Setelah anggota timnya melambai-lambai di wajah Cherry, gadis itu langsung terkesiap.

"Eh, sori," katanya.

Anggota timnya mengangguk maklum. Dia lalu memberitahukan bahwa query yang dimaksud sudah disimpan dalam sistem yang biasa dipakai oleh tim data. Cherry mengangguk dan segera membalas, "Nanti gue kabarin lewat Slack kalau udah kelar gue periksa. Udah sana balik ke meja lo."

Setelah anggota tim pergi, Cherry membuka laci meja kerja. Ponselnya teronggok di sana, dengan layar menghadap permukaan laci. Cherry memiringkan kepala dan menggaruk pelipis kanannya dengan bingung. Dia mencebik sebal karena sebenarnya ingin membatalkan pertemuan dengan Media, tapi masih maju-mundur. Sejujurnya Cherry agak khawatir, karena takut plin-plan saat nanti mendengarkan Media. Sebenarnya ide "patungan" rumah sambil ditinggali bukan ide yang buruk. Hanya saja Cherry masih mempertimbangkannya, karena hal itu sepertinya masih agak tabu menurut kesadaran Cherry.

Ponsel Cherry bergetar di laci dan bergeser pelan. Sontak Cherry menoleh. Dia membalik ponsel dengan malas dan menemukan pesan dari Media.

Cher. Kantor lo di mana?

Cherry membalas cepat dan memberitahukan nama kantornya. Dia hanya menyuruh Media mencari alamat HappyShopping sendiri lewat situs peramban. Setelahnya, tak ada balasan lagi. Cherry langsung membalik ponselnya dan fokus bekerja sampai jam makan siang. Sampai jam pertemuan, Cherry akhirnya bisa fokus dan menyelesaikan beberapa pekerjaan yang tertunda. Sementara itu, Mbak Risa–agen perumahan tempo hari, terus mengejarnya dan bertanya terkait pembelian unit yang strategis dan satu-satunya seperti rumah di pucuk bukit, menghadap Sungai Cipandan.

***

Pulang kerja, Cherry langsung pamit tepat waktu dan menuju lift. Pasalnya lift saat jam pulang kerja selalu penuh, membuat Cherry malas kalau berimpitan dengan semua pekerja di gedung kantornya. Saat baru memasuki lift, bosnya yang hanya berbeda tiga tahun dengan Cherry, ikut masuk. Untungnya masih ada satu ruang kosong di lift yang nyaris tak mau turun itu karena kelebihan beban.

"Gue ikut, Cher. Buru-buru. Sori jadi dempet-dempet gini," kata Armand. Dia memposisikan diri di sisi kiri Cherry, sementara Cherry berada di pojok depan tombol lift itu.

Cherry hanya mengangguk pelan dan menggendong ransel modisnya di depan badan agar sekaligus melindungi diri. Dia terbiasa melakukan itu sebagai bentuk pertahanan diri, kalau-kalau di jalan pulang ke indekos ada orang iseng yang suka mencolek-colek dirinya.

Armand sendiri orangnya sopan, dia berdiri sedikit berjarak, tapi terasa tetap melindungi Cherry. Kalau saja hati Cherry tidak kebas dengan yang namanya perasaan cinta, pasti dia juga sudah naksir bosnya. Sayangnya hati Cherry agak membatu, entah sejak kapan.

"Habis ini ke mana, Cher?" bisik Armand, takut mengganggu pengguna lift lainnya.

Cherry menimbang-nimbang, apakah harus memberi tahu Armand soal rencananya? Kalau Armand tahu juga memangnya kenapa? Atau, Armand sedang mencari celah untuk mengajak Cherry kongko? Yah, gadis itu juga tak paham. Dia tak paham kode. Akhirnya dia hanya menjawab, "Mau ketemu teman."

"Oh, udah ada janji ya. Wah, padahal gue ada dua tiket nonton," balas Armand kecewa.

Bisa aja lo, Bos!

Lift bergerak kilat. Ketika sampai di bawah, semua pengguna menghambur keluar, langsung menuju gerbang menuju lobi yang harus tap kartu identitas karyawan mereka. Cherry mencari-cari kartunya dan mengobrak-abrik ransel. Tidak ketemu. "Alah, sialan," gerutunya. Dia menengok Armand. Lelaki itu masih menungguinya.

The Love InvestmentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang