BAB 1

1.8K 573 51
                                    

Aku berbaring di lantai penjara. Ruangan berukuran 4x5 meter ini sekarang berisi 25 orang. Ada yang tidur di atas dan ada yang di bawah. Bayangkan, kadang untuk bernafas saja terasa sulit. Meski tak selamanya padat. Pernah kami hanya 12 napi dalam satu ruangan. Awalnya sulit bagiku untuk beradaptasi. Meski sudah pernah mendengar cerita tentang keadaan penjara sebelumnya. Beberapa tetanggaku yang bekerja sebagai tukang copet atau maling, kerap harus tinggal di sini setelah tertangkap basah. Jadi setidaknya aku mendapat gambaran tentang sesuatu yang akan kualami.

Tidak mudah untuk bertahan hidup dalam penjara. Saat pertama masuk ke sini—seperti yang lain— aku mendapatkan plonco, begitu istilah mereka. Setiap orang dalam sel berhak menamparku satu persatu sebagai salam perkenalan. Jangan tanya bagaimana rasa sakitnya. Belum lagi pukulan yang kudapat dari sipir. Terutama karena tidak pernah ada yang mengunjungi. Sehingga tidak punya uang untuk membayar setoran pada senior. Namun, semua tidak membuatku langsung lemah. Lama-kelamaan aku menghadapi mereka dengan kepala tegak, karena kulihat itu adalah satu-satunya cara untuk bertahan.

Bukan mau sok jagoan. Aku masuk kemari atas dakwaan pembunuhan berencana. Mereka tidak tahu bahwa sebelum melakukan itu, aku sudah lebih dulu membunuh seluruh perasaanku. Menghilangkan rasa kasihan serta bersalah. Awalnya aku hanya diam ketika satu persatu dari mereka menyakiti fisikku secara sengaja. Aku tidak mau mencari musuh di sini. Suatu kali salah seorang penghuni dengan sengaja menginjak kakiku saat lewat pada malam hari. Awalnya aku diam, hanya kutatap matanya yang terlihat melirikku dengan sinis. Kutunggu hingga tiga kali. Begitu dia melakukan ke-tiga kali dengan cepat kutendang selangkangannya. Ia berteriak keras membuat seisi ruangan terbangun. Akibatnya aku dipukuli sampai babak belur. Tidak hanya mereka, tapi juga para petugas penjara. Namun, saat kembali ke ruangan tidak ada lagi yang dengan sengaja berani melakukan itu. Di sini, kalau tidak punya uang, maka menolak ditindas adalah satu-satunya cara untuk bertahan. Aku hanya berkata satu hal pada mereka semua saat kembali ke sel.

"Aku sudah membunuh dua orang. Merencanakannya dalam dua minggu. Ibuku meninggal karena gantung diri dan adikku dibunuh setelah diperkosa kemudian dimutilasi. Aku tidak pernah takut untuk tinggal seumur hidup di sini, atau bahkan dihukum mati. Karena di luar pun tidak ada yang akan menunggu. Apalagi jika hanya berhadapan dengan orang yang tidak menyayangi nyawanya. Kalau mau jadi raja silakan, tapi jangan menggangguku."

Setelah itu, satu persatu dari mereka mulai menerima kehadiranku. Membagi makanan, rokok dan juga oleh-oleh lain dari keluarga mereka. Meski penjara bukan tempat yang nyaman, tapi bagiku tidak masalah tinggal di sini. Setidaknya aku masih bisa makan tiga kali sehari dan punya tempat tinggal. Pemikiran itu muncul sejak tahun kedua. Pada awalnya dulu, aku sering menangis dan berharap bisa menyusul ibu dan Leah. Namun, semakin kemari aku semakin sadar bahwa berada di sini ada keuntungannya juga. Aku tidak punya keluarga, lalu untuk apa tinggal di luar sana? Aku hanya tamat SMU, bagaimana seorang mantan napi harus mencari pekerjaan nanti? Meski kadang ada rasa sedih saat hari kunjungan. Mendengar teman satu sel bercerita bahwa keluarga mereka datang sambil membagikan makanan dan oleh-oleh.

Ada juga kelompok keagamaan yang sering datang kemari. Satu-satunya hal yang bisa memuaskan keingintahuanku tentang dunia luar. Menguping cerita-cerita mereka saat melakukan kunjungan. Selebihnya tempat ini tidaklah layak untuk didatangi. Orang akan lebih tertarik untuk mengunjungi panti sosial. Di sini kami adalah orang yang benar-benar terbuang. Sampah masyarakat! Siapa yang mau berdekatan dengan pembunuh, perampok, bandar narkoba dan pekerjaan buruk lainnya?

Kadang kalau ada uang, aku akan jajan di kantin penjara. Uangnya dari mana? Ada saja yang memintaku untuk memijat atau menyuruh ini dan itu. Dunia di dalam penjara memang sempit. Namun, bukan dalam arti sebenarnya. Ada banyak kerajaan kecil di sini. Di mana para pemimpinnya akan memiliki anggota sendiri. Kasta tertinggi dalam penjara adalah kaum koruptor. Sel mereka jauh lebih nyaman dan tidak perlu terlalu berdesakan. Tahanan politik menempati urutan kedua, meski sempit mereka memiliki ruangan yang nyaman.

KAMU TIDAK PERNAH TAHU /TERSEDIA DI PLAYBOOKWhere stories live. Discover now