4

1.2K 431 18
                                    

Aku kembali sibuk dengan pekerjaan rutin, sementara Mama tetap di rumah. Akhir bulan, tiba-tiba aku mendapat telepon dari Mbak Retno. Mengabarkan kalau Mama tiba-tiba muntah-muntah terus dan mereka sedang dalam perjalanan ke rumah sakit. Panik, aku segera menyusul. Saat bertemu dokter, sebuah kabar buruk tiba-tiba kembali menghampiri. Mama harus menjalani serangkaian pemeriksaan laboratorium. Kupejamkan mata dan berusaha agar tetap kuat.

"Lakukan yang terbaik, dok." Hanya itu yang bisa kukatakan.

"Kalau begitu kita persiapkan, ya. Silakan mengurus admistrasi."

Aku kembali ke ruangan dengan lunglai, kondisi Mama terlihat lemah. Kugenggam jemarinya yang pucat dan kurus. Kucium berulangkali. Mencoba mencari kekuatan baru untuk menghadapi kenyataan yang berat ini.

"Kita pulang saja, Na. Di sini hanya akan menghabiskan uang nanti." ujar Mama dengan suara lemah.

"Nggak apa-apa, yang penting Mama sembuh."

"Kamu butuh uang untuk hidup. Perjalananmu masih panjang jangan pikirkan mama."

"Aku ingin Mama sehat, supaya kita bisa bareng-bareng terus. Aku ingin ada yang menemani. Aku nggak mau sendirian." Bantahku.

"Tidak semua orang harus bersama orang tua terus sampai tua. Apa yang bisa kamu harapkan dari Mama. Mama cuma jadi parasit buat kamu sekarang." balas Mama dengan nafas tersengal. Sepertinya ia memang sangat kesulitan bernafas.

"Ma, nggak boleh ngomong begitu. Ada Mama saja aku sudah senang. Ingat, aku sendirian nggak punya siapa-siapa selain Mama."

Mama kemudian menangis saat menatap mataku. Tangannya kini mengelus rambutku.

"Tapi mama capek kalau harus melakukan pemeriksaan lagi. Apalagi endoskopi. Sudahlah, kita pulang saja. Penyakit mama sudah banyak. Biarkan mama tenang, mending istirahat di rumah."

Aku masih terus berusaha membujuk Mama. Namun, kali ini ia bersikeras tidak mau lagi melakukan pemeriksaan dengan alasan sakit. Akhirnya aku berkata.

"Aku janji, ini yang terakhir. Setelah ini, kita nggak akan ke rumah sakit lagi. Mama sayang aku, kan?"

Mama akhirnya menyetujui. Aku meminta Mbak Retno untuk menemani sementara aku harus mengurus admistrasi. Meski sedikit ragu karena keengganan Mama. Kukuatkan hati menuju ruangan nurse station untuk menandatangani beberapa berkas. Selesai semua barulah kembali ke kamar.

"Mbak Kana pulang saja dulu biar saya yang jaga. Masih ada orang yang kerja di rumah."

"Kalau begitu kita gantian nanti malam, ya."

"Iya, mbak. Nanti saya naik ojek aja pulangnya."

Aku mengangguk setuju. Beruntung kami memiliki pembantu rumah tangga yang setia. Mumpung Mama masih tidur jadi aku tidak merasa perlu membangunkannya untuk pamit. Kuselesaikan beberapa pekerjaan di rumah, lalu langsung ke mal. Dan ternyata ada banyak pesanan yang sudah menunggu. Kukerjakan hingga selesai tepat saat mal tutup. Tanpa mandi aku kembali ke rumah sakit. Kuminta Rahmat untuk menjemput Mbak Retno.

***

Pagi ini, cuaca terlihat cerah. Aku bangun ketika Suster masuk ke ruangan meminta Mama bersiap. Segera kubasuh tubuh Mama agar lebih segar. Karena masih puasa, aku tidak memberi sarapan. Selesai mengurus Mama aku segera mandi. Ternyata Retno sudah datang. Dengan malas kusantap sarapan yang dibawa dari rumah. Kemudian kuiringi langkah para suster yang mendorong Mama. Kami menunggu di luar. Cukup lama sampai akhirnya selesai. Kini gantian Mbak Retno yang menemani Mama di rumah sakit. Aku kembali harus menyelesaikan pekerjaan. Mengantar bunga-bunga yang kemarin sudah dirangkai. Meski sedih, tapi tidak mungkin menghindar dari pekerjaan. Karyawan harus gajian, dan kami butuh makan.

KAMU TIDAK PERNAH TAHU /TERSEDIA DI PLAYBOOKOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz