1

14 5 28
                                    

Itu adalah siang yang terik di pukul satu siang, anak-anak sekolah sibuk dengan mata pelajaran mereka masing-masing, begitupula kelas XI-MIPA 1 yang saat ini sedang berada di tengah mata pelajaran olahraga.

Itu Lara yang sedang memegang bola di pinggir lapangan dan hanya menatapnya untuk beberapa menit, mengabaikan teman sekelas yang sibuk bermain bola voli. Pikirannya pergi entah ke mana, tidak mampu mendengar tawaan para siswi yang melemparinya bebatuan kecil.

"Lara!" Ia mendongak, menatap Pak Jingga, si guru olahraga yang baru saja memanggilnya. Ia berlari kecil, masih memegang bola di tangannya.

"Tolong bereskan peralatan olahraga ini terus simpan di gudang," suruh Pak Jingga. "Nessa! Sini bantu Lara!"

Siswi lain berjalan menghampiri, berwajah masam dan mengangguk. Entah malas karena harus membereskan peralatan olahraga atau malas karena harus berurusan dengan Lara. Keduanya lalu mengambil satu-persatu bola voli yang berserakan, juga mengambil peralatan lain dan membawanya di tangan mereka dengan sedikit kesusahan. Nessa berjalan lebih dulu, bawaannya lebih sedikit dibandingkan Lara yang tangannya penuh bola.

Lara hanya menatap datar Nessa dari belakang, sudah biasa, batinnya. Ia berjalan santai, mengikuti Nessa dari belakang menuju gudang olahraga.

Letak gudang cukup jauh dari lapangan utama tempat biasa siswa olahraga. Letaknya ada di bagian belakang wilayah sekolah yang jarang dikunjungi siapapun, cukup seram jika pergi ke sana hanya berdua dengan sesama siswa.

Lara menghela napas, bulu kuduknya berdiri entah kenapa.

"Buka gudangnya," perintah Nessa. Lara diam menatap, lalu mengangkat sedikit bola-bola di tangannya, memberi isyarat bahwa ia tidak bisa melakukan itu karena bawaannya penuh.

Nessa mendengus dan meraih gagang pintu gudang.

Gudang sekolah cukup besar, begitupula pintunya, jadi perlu sedikit tenaga lebih untuk membuka pintunya yang agak berat dan macet. Lara mendorong dengan punggungnya, hanya untuk menjatuhkan bola di tangannya ketika matanya menangkap sebuah tubuh tergantung berayun di tengah gudang.

*

Daerah belakang sekolah, letak gudang berada kini ramai dipenuhi banyak orang. Sebagian dari mereka berseragam polisi. Beberapa guru juga ada di sana, ditanya-tanyai oleh para polisi. Wajah Sebagian besar guru terlihat horor, ekspresi ketakutan terlihat di sana ketika mereka berhasil mengintip tubuh yang masih tergantung dan belum diturunkan.

Nessa diamankan di ruang kesehatan, pingsan setelah berlari menuju ruang guru untuk melaporkan apa yang ia lihat. Beberapa polisi menunggu ditemani oleh perawat sekolah.

Lain hal dengan Nessa, Lara duduk di pinggir keramaian dengan sebuah handuk di punggungnya dan segelas air minum di tangannya. Tatapannya memandang lurus ke arah keramaian, satu orang polisi berdiri di sampingnya. Mereka menunggu polisi yang lain untuk memberi pertanyaan sebab Lara hanya menggerakkan tangannya saat ditanya sebelumnya.

Dua orang polisi dengan pakaian yang lebih santai datang menghampiri. Seorang pria dan seorang wanita. Lara menaikkan alis, detektif polisi? Baru tahu kalau ternyata ada juga yang namanya detektif polisi di wilayah tempatnya tinggal.

"Lara Eva Jayandra?" Lara mengangguk dan menaruh gelasnya di atas kursi tempat ia duduk. Handuk di punggungnya terjatuh, diambil oleh polisi yang berada di sampingnya.

"Kami punya beberapa hal untuk ditanyakan."

Ketiganya lalu mengasingkan diri ke sebuah ruangan, tidak tahu pasti itu ruangan apa, mungkin kelas yang tidak terpakai, hendak dijadikan tempat interogasi sementara sebelum ia dibawa ke kantor polisi untuk interogasi lebih lanjut.

Lara menarik kursi dengan pelan dan duduk di atasnya, menatap datar dua detektif polisi yang saling pandang satu sama lain.

"Kami mengerti Bahasa isyarat," ujar si detektif polisi wanita. Lara mengangguk.

Si detektif polisi pria tersenyum tipis, mengambil sebuah kartu tanda pengenal dari saku dalam jasnya dan menaruhnya di meja.

Rangga Radiman. Lara mengangguk lagi.

Si detektif polisi wanita ikut menaruh kartu tanda pengenalnya di atas meja.

Diva Daisha Diatmika. Sekali lagi Lara mengangguk sebelum bertanya.

"apakah aku perlu menjelaskannya dari awal?"

Rangga tertegun sejenak, mengerutkan kening pada bagaimana Lara bersikap tenang dan berwajah datar di kondisi seperti saat ini.

"Tolong jelaskan dari awal kamu melihat jasad korban," pinta Diva, mengeluarkan sebuah note kecil.

"Pak Jingga memintaku dan Nessa menyimpan peralatan olahraga sekitar pukul satu lewat sepuluh menit. Nessa yang melihatnya lebih dulu saat membuka pintunya, ia jatuh duduk dan segera berlari. Aku pikir itu hampir pukul setengah dua saat Nessa pergi ke ruang guru."

"kamu memperhatikan jam dengan teliti?"

"Perlu waktu lebih dari sepuluh menit hanya untuk ke gudang?"

Lara menatap kedua detektif polisi secara bergantian, bingung hendak menjawab yang mana terlebih dahulu sebelum ia menggerakkan tangannya lagi.

"Aku terbiasa memperhatikan jam tanganku." Ia menatap Diva setelahnya. "Lapangan olahraga ada di sisi lain wilayah sekolah, Nessa memilih untuk memutar jalan karena tidak mau melewati wilayah kakak kelas."

Keduanya mengangguk.

"Apa yang kamu lakukan saat Nessa berlari ke ruang guru?"

Lara langsung menjawab. "Terdiam, mulanya aku mengira itu hanya boneka sebelum aku sadar kalau itu wajah yang kukenal."

Rangga mengerutkan kening dan membalik dokumen biodata siswa. "Kamu mengenal korban?"

"Bisa dibilang."

Rangga mengerutkan kening lebih dalam. "Bagaimana hubunganmu dengan korban?"

"Agak rumit, aku tidak tahu cara mengatakannya dengan baik."

"Kalian mantan teman?"

Lara menggeleng.

"Musuh?"

"Mungkin."

Diva menarik napas, memutuskan untuk menanyakan hal tersebut kepada sumber lain.

"Bisa jelaskan apa yang kamu lihat pertama kali?"

"Aku melihat Nessa jatuh terduduk dan berlari, lalu melihat sesuatu tergantung di tengah gudang, setelahnya aku sadar kalau itu adalah seseorang yang aku kenal. Gudang tidak rapi dan tidak begitu berantakan, tapi aku ingat beberapa barang berada di tempat yang berbeda saat aku mengambil peralatan voli beberapa hari yang lalu untuk disimpan sementara di pinggir lapangan."

"Kapan kamu melakukan itu?"

"Tiga atau empat hari yang lalu."

"Bisa jelaskan apa yang berubah dari letak barang-barangnya?"

"Tidak banyak, Seingatku matras biasanya ditumpuk di sisi dinding, tapi tadi salah satunya ada di bawah. Beberapa kaleng cat ada di rak yang berbeda dan pemukul baseball tidak berada di keranjang."

"Mungkin karena ada yang memindahkannya?"

"Mungkin."

Mereka sejenak terdiam.

"Apakah akan diputuskan kalau ia bunuh diri?"

"Kemungkinan besar begitu."

Diva lalu bangkit berdiri, disusul oleh Rangga. "Terima kasih untuk waktunya, kami akan memanggilmu untuk pertanyaan lebih lanjut di kantor polisi, mohon kesediaannya." Lalu berjalan menuju pintu sebelum Lara dengan tiba-tiba menahan ujung blazer Diva.

"Itu bukan bunuh diri."

Lara Eva JayandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang