O1. Keluarga

19 1 0
                                    

Enam sepeda tengah terparkir di halaman depan sebuah rumah bercat putih. Pagar hitamnya sedikit terbuka memperlihatkan bagian belakang salah satu sepeda yang mencuat keluar. Garasi yang tak luas menjadi penyebabnya.

Di dalam rumah yang tak besar itu, seorang wanita tengah duduk di sebuah ruang tamu, berkumpul bersama 6 anak laki-laki dan 1 orang pria yang sebaya dengannya. Ia tampak memberikan sebuah buku catatan kecil kepada anak-anak yang sedang berkumpul di rumahnya.

"Ini sepertinya diary punya Kei. Saya sudah baca sedikit tapi hanya mengerti sedikit. Kalian lebih banyak menghabiskan waktu bersama, mungkin kalian akan lebih tahu," ucap Mama Kei seraya melukiskan senyum tegar.

Fadhil mengangguk, menginisiasikan kepada Marcus untuk membacanya. Sedangkan dirinya mencoba berbicara dengan Mama Kei.

"Tante, kalau boleh saya tahu, hal apa yang Tante nggak mengerti dari diary Kei?" Fadhil berkata dengan hati-hati.

"Kalau Tante nggak salah baca, tadi tertulis kalau Kei udah nggak punya masa depan. Tante bener-bener bingung karena keluarga kita tuh lagi baik-baik aja. Bahkan soal perkuliahan pun Tante sudah siapkan."

Fadhil mengangguk memahami. Sejujurnya ia juga tidak tahu menahu alasan daripada perbuatan Kei. Ia masih sangat terpukul atas kehilangannya.

Tiba-tiba suara Marcus menyahut, "Eh? Kak, Kei pernah bilang dia dibully?" Ia menatap Fadhil lekat. Semua pandangan sontak mengarah padanya.

Fadhil mengernyitkan dahi lalu menggeleng. "Seorang Kei? Dibully? Kita tahu Kei selalu melakukan skakmat ke orang yang mengganggu kita. Dia pasti bisa melakukan hal yang sama ke pembully itu. Nggak mungkin Kei menyerah karena masalah itu."

"Tapi disini ada, Kak." Marcus memperlihatkan salah satu halaman di diary tersebut. Benar, tertulis disana.

Aku tidak tahan dengan cemoohan mereka

Fadhil sontak terkejut. Mengapa sahabatnya itu tidak pernah bercerita? Apa Kei tidak percaya padanya? Ia termenung sesaat.

Tiba-tiba suara berat dari seorang pria yang diketahui adalah Papa Kei memecahkan lamunan Fadhil. "Sudah, sudah. Jangan terlalu dipikirkan, apalagi Nak Fadhil sudah harus fokus untuk ujian, sudah kelas 12, kan?"

Fadhil mengangguk. Kelima orang lainnya hanya bisa menunduk meratapi. Mereka gagal, pikirnya masing-masing. Gagal melindungi sang pelindung.

Mama Kei kini menyahut dengan senyum sumringah di wajahnya, "Eh, kalian suka kue coklat nggak? Tante kemarin bikin banyak banget. Pah ...." Ia mengisyaratkan suaminya untuk mengambilkannya. Tak lama ia kembali dengan dua toples berisi kue kering dengan taburan chocochips di tangannya. Satu toples tampak masih utuh sedangkan yang satunya tersisa setengah toples lagi. "Ke ruang tengah aja yuk, sambil nonton TV."

"Wah, Tante tau aja. Teguh suka banget sama kue coklat." Teguh tersenyum tak tahu diri sembari langsung menyambar salah satu toples yang berisi setengah.

Mama Kei hanya terkekeh, "Pindah, yuk, yuk." Ia beranjak berdiri mengajak keenam remaja itu pindah ke ruang tengah. Menunjukkan ruangan dengan TV yang terpasang di dinding dan karpet bulu yang hangat.

Mereka semua mengikuti, tak lupa satu toples penuh kue kering yang kini dibawa oleh Joshua.

Sesampainya disana semua anak langsung mengambil posisi duduk di atas karpet. Sedangkan, Mama Kei hendak berjalan ke arah dapur mengambil beberapa gelas dan air dingin dari kulkas.

"Tante." Haikal tiba-tiba memanggil lirih.

"Iya, sayang? Kamu manggil? Kenapa?" Sahut Mama Kei.

"Boleh nyalain TV?"

"Boleh, kan Tante suruh pindah kesini biar bisa sambil nonton. Remotenya ada di depan sana kayaknya." Mama Kei menunjuk meja di bawah TV yang menempel di dinding lalu melanjutkan langkahnya ke arah dapur.

Seakan tahu akan rencana Mama Kei, Yudha langsung menghampirinya. "Yudha bantuin ya, Tan."

Mama Kei mengangguk tersenyum, "Makasih ya manis."

Di lain sisi, Haikal sejenak maju untuk mencari remote TV, tak memakan waktu lama untuk menemukan sebuah remote hitam di salah satu lacinya. Ia tersenyum bersemangat kemudian berjalan kembali ke arah belakang menggunakan lututnya yang bergesekan dengan permukaan karpet.

Sementara itu Teguh yang melihat tingkah Haikal langsung menyahut, "Si bocil pasti nyetel Upin Ipin." katanya tanpa mengalihkan pandangan dari Haikal.

"Dih biarin aja napa sih. Sewot amat. Hmph." Balas Haikal sambil membuang muka ke arah lain.

"Hmph." Teguh menirukan gaya Haikal dengan sarkastik.

"Ih!"

Yudha yang tadi sedang sibuk membantu Mama Kei membawa air langsung berkata menyindir, "Daripada Kak Teguh, tontonannya gosip hot artis ibukota."

"Menambah pengetahuan," sahutnya.

"Dih, pengetahuan apaan coba."

"Anak kecil mana tau."

Sesaat setelah Yudha menaruh beberapa gelas dan air, ia mengambil sebuah bantal kecil sofa dan melayangkannya tepat ke wajah Teguh.

Gelak tawa mengisi seisi rumah. Sendau gurau diselingi nasihat dari kedua orang tua Kei membuat pertemuan kali ini menjadi yang tak terlupakan. Mama Kei bahkan sudah bisa tertawa dengan candaan garing mereka.

Tepat jam 6 sore mereka semua pulang dari kediaman Kei setelah mengobrol dan mengubah suasana rumah yang semula sepi menjadi cukup ramai. Suasana hati seorang ibu yang suram juga nampak mulai berubah. Setidaknya ia tahu, anak semata wayangnya ada di sekitar orang-orang baik. Sang suami yang melihat istrinya tersenyum tulus untuk pertama kalinya juga merasa sangat bersyukur.

—————————————————————

Siapa karakter favorit kalian sejauh ini?

Chapter awal bahagia dulu yaw

— Hicaka

The Secret of Kei Where stories live. Discover now