O3. Haikal

14 2 0
                                    

Bel tanda pulang sekolah berbunyi, semua siswa di perintahkan untuk segera pulang ke rumahnya masing-masing. Tetapi tidak dengan enam sekawan. Segera setelah bel berbunyi mereka berjanji untuk berkumpul di tempat biasa. Di bawah pohon mangga.

Karena pohon itu juga Marcus selalu menyingkatnya dengan sebutan geng DPM. Awalnya terasa aneh di telinga. Tapi lama-kelamaan mereka semua terbiasa menyebutnya dengan DPM. Area itu sudah bagaikan markas mereka.

Handphone mereka bergetar menerima beberapa chat yang masuk di grup DPM.

Marcus
Aku nggak bisa kumpul dulu, dipanggil OSIS

Kak Fadhil
Abis ngapain kamu?

Joshua
Tadi dia ketauan pake bet OSIS buat bolos, ngakunya ada urusan

Kak Teguh
Si kampret, itu bet gua yang lu colong

Marcus
Sorry ya Kak. Sini, kak Teguh dipanggil juga soalnya.

Kak Teguh
MARCUS GAIDZAN!!!

Haikal

Aku juga kayaknya nggak bisa kumpul, dipanggil ayah

Yudha
Kenapa lagi?

Haikal

Nggak tahu. Marah-marah di grup keluarga

Kak Fadhil
Hati-hati Kal, kalau ada apa-apa langsung telepon grup aja.

Haikal tersenyum melihat chat dari kak Fadhil. Setidaknya ia tahu kemana harus mengadu.

Haikal mulai mengayuh sepedanya dan bergegas pulang ke rumah.

***

Haikal membuka pintu besar rumahnya setelah memarkirkan sepeda di garasi. Tepat setelah ia melihat satu mobil mewah milik sang kakak tertua di dalam garasi ia tahu bahwa keluarganya sedang berkumpul.

Decit pintu membuat seisi anggota keluarga menoleh ke arahnya. Tumben sekali kedua kakak dan orangtuanya berkumpul disana. Duduk di ruang tamu dengan beberapa cemilan dan teh hangat. Lalu, bukannya tadi ayah sedang marah? Kenapa ia malah terlihat santai sambil memakan cemilan?

"Haikal, sini." Tiba-tiba ayahnya melambaikan tangan mengisyaratkan Haikal agar mendekat.

Haikal menurut. Ia menutup pintu dan berjalan pelan menghampirinya. "Aku kira ayah lagi mar—

Kalimatnya terputus saat tangan sang ayah menampar wajahnya dengan keras. Membuat wajahnya menengok ke arah lain.

Dengan sekali tamparan itu mampu membuat mata Haikal berkaca-kaca. Ia menatap kembali wajah sang ayah.

"Kamu tahu apa salah kamu?" tanya sang ayah.

"A—apa Yah?" jawabnya terbata-bata.

"Nih liat sendiri." Pria yang dipanggil ayah itu memberikan sebuah foto di handphonenya.

Foto dirinya bersama kelima temannya yang sedang naik sepeda bersama. Foto itu memang bergoyang dan buram tapi tas dengan gantungan pisang besar yang nyentrik itu, hanya Haikal yang memilikinya di sekolah.

The Secret of Kei Where stories live. Discover now